MA memerintahkan untuk menghentikan swastanisasi air di Jakarta dan mengembalikan pengelolaan air minum ke publik sesuai dengan konvenan internasional hak-hak ekonomi, sosial dan budaya yang telah diratifikasi dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2005.
"PDAM harus diposisikan sebagai unit operasional negara dalam merealisasikan kewajiban negara dan bukan berorientasi pada keuntungan semata," kata Arif perwakilan dari LBH Jakarta dalam orasinya di depan Balai Kota, Jakarta, Rabu (22/3/2018).
Arif meminta PAM Jaya dan Pemprov DKI Jakarta untuk tidak melakukan manuver-manuver yang menyimpang dari putusan MA dengan merestrukturisasi kerjasama dengan dua perusahaan swasta yang dikelola asing yakni Aetra dan Palyja.
"Air itu hak hidup untuk semua orang, sedangkan untuk menikmati air bersih yang dikelola Aetra dan Palyja harganya sangat mahal," ucap Arif.
Maka dari itu KMMSAJ yang terdiri dari sejumlah elemen organisasi masyarakat diantaranya Penggugat Swastanisasi Air, KRUHA, LBH Jakarta, Solidaritas Perempuan Jabotabek dan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan meminta Pemprov DKI Jakarta untuk mencabut swastanisasi air, sehingga harga air bisa murah.
"Mudah-mudahan Pak Anies dan Pak Sandi mendengar, kami tidak bisa menikmati air dengan harga murah, susah nyuci, susah mandi," kata Erna Rosalina koordinator lapangan dari Solidaritas Perempuan Jabotabek.
Pantauan Kompas.com, sejak menggelar aksi pada pukul 10.30 hingga pukul 12.00, massa belum juga ditemui oleh perwakilan dari Pemprov DKI Jakarta.
"Kami terus tunggu sampai ada yang menemui kami, kami masih akan mandi di depan sini," tutur Erna.
https://megapolitan.kompas.com/read/2018/03/22/13212041/kami-susah-nyuci-susah-mandi-mudah-mudahan-pak-anies-sandi-dengar