Sejumlah pengemudi Uber yang ditemui Kompas.com di kawasan Tanjung Priok, Jakarta Utara, mengaku senang mendengar informasi itu.
Amat contohnya, yang berharap akuisisi tersebut membuat aturan tarif semakin jelas.
"(Pakai aplikasi) Uber ini, kan, kami (pengemudi) enggak tahu tarifnya berapa dan jalannya (tujuan penumpang) ke mana. Buat driver kayak kami, ya, sulit kalau malam-malam dapatnya (penumpang yang tujuannya) yang jauh, kan, repot," kata Amat kepada Kompas.com, Senin (26/3/2018).
Selain itu, ia juga mempetanyakan berbagai bentuk promo yang diberikan perusahaan kepada penumpang.
Menurut Amat, hal tersebut tidak manusiawi untuk para pengemudi.
Pengemudi lainnya, Rian juga menyoroti masalah tarif.
Ia bersyukur bila bergabung ke Grab karena menawarkan tarif yang lebih tinggi.
Tak hanya itu, ia juga senang bergabung dengan Grab karena konsumennya lebih banyak.
"Senanglah, Mas, kalau Grab, kan, yang pesan lebih banyak ketimbang Uber, tarifnya juga lebih tinggi. Tarif Grab Rp 1.200 per kilometer, kalau Uber tidak jelas. Jadi baguslah kalau gabung Grab," kata Rian.
Selain itu, ia juga mengeluhkan lambatnya pencairan uang hasil selama bekerja menjadi pengemudi Uber.
Syahbandi, pengemudi Uber lainnya, punya pendapat lain.
Meskipun senang dapat bergabung dengan Grab, ia berharap perusahaan tersebut dapat menertibkan para pengemudi yang menggunakan aplikasi 'tuyul'.
"Kalau Grab masalahnya cuma banyak 'tuyul' saja, Mas, jadi buat yang kerjanya jujur ya, susah juga. Selebihnya sih, saya senang bisa gabung Grab, tarifnya lebih tinggi soalnya," ujar Syahbandi.
Perusahaan penyedia teknologi penyedia jasa transportasi daring Uber resmi diakuisisi kompetitornya, Grab, Senin (26/3/2018).
Pengemudi Uber yang beroperasi di Asia Tenggara diharuskan mendaftarkan diri lagi untuk menjadi pengemudi Grab.
https://megapolitan.kompas.com/read/2018/03/26/19090171/saya-pernah-antar-penumpang-tarifnya-rp-0-mau-minta-tip-enggak-enak