Mereka berharap laporan akhir hasil pemeriksaan (LAHP) Ombudsman terkait sengketa lahan itu berpihak pada warga.
Mereka menyampaikan hal tersebut saat berdoa dan bersalawat bersama di depan kantor Ombudsman Republik Indonesia, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (9/4/2018).
"Jangan sampai warga Pulau Pari tergusur dari rumahnya sendiri. Selama ini, masyarakat sudah tinggal lama di sana, sudah turun temurun," ujar pengurus Forum Peduli Pulau Pari, Edi Mulyono.
Edi menyampaikan, warga Pulau Pari mulai merasa terusik. Sebab, PT Bumi Pari Asri yang mengklaim memiliki sertifikat hak milik (SHM) di pulau tersebut telah memasang pagar-pagar di sana dan menebang pohon yang ada.
Edi berharap Ombudsman menemukan adanya malaadministrasi dalam penerbitan SHM dan sertifikat hak guna bangunan (HGB) atas nama PT Bumi Pari Asri oleh Kantor Pertanahan Jakarta Utara.
"Semoga LAHP Ombudsman sesuai fakta di lapangan bahwa tidak pernah ada pengukuran tanah, tidak pernah diketahui masyarakat dan RT/RW, tapi sertifikat terbit 2014," ucap Edi.
Warga Pulau Pari telah melaporkan dugaan penyalahgunaan wewenang Kantor Pertanahan Jakarta Utara dalam menerbitkan SHM dan sertifikat HGB kepada PT Bumi Pari Asri di atas tanah yang selama ini ditempati warga kepada Ombudsman.
Hari ini, Ombudsman akan menyampaikan LAHP mereka.
Adapun sengketa lahan di Pulau Pari berawal pada 2014 ketika perwakilan PT Bumi Pari Asri mendatangi warga Pulau Pari dan mengakui tempat tinggal mereka sebagai lahan milik perusahaan tersebut.
Perusahaan mengklaim memiliki sertifikat hak milik. Warga menduga PT Bumi Pari Asri hanya ingin mencaplok pariwisata yang telah berkembang di Pulau Pari.
Sejak 1991, lahan di Pulau Pari menjadi sengketa antara masyarakat lokal dengan PT Bumi Pari Asri. Perusahaan swasta itu mengklaim 90 persen lahan di Pulau Pari adalah milik mereka.
https://megapolitan.kompas.com/read/2018/04/09/11142661/jangan-sampai-warga-pulau-pari-tergusur-dari-rumah-sendiri