Berikut ini merupakan fakta-fakta terkait pengadaan tempat sampah yang ramai diperbincangkan di media sosial.
1. Beli lewat e-katalog
Pengadaan tempat sampah ini melalui pembelian e-katalog Lembaga Kebijakan Penyediaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Dengan demikian, tidak ada pemenang lelang dalam pengadaan ini.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Isnawa Adji mengatakan, pembelian lewat e-katalog memberikan keuntungan bagi pemerintah.
"Mekanisme e-purchasing memberikan keleluasaan bagi pemerintah untuk memilih produk yang benar-benar sesuai kebutuhan dengan harga terbaik," ujar Isnawa ketika dihubungi, Senin (4/6/2018).
Isnawa mengatakan, hal ini pun terbukti dari harga yang didapat Dinas LH. Awalnya Dinas LH menganggarkan Rp 12 miliar untuk pengadaan 2.600 tempat sampah ini.
Namun, Dinas LH mendapatkan harga Rp 9,6 miliar melalui pembelian e-katalog sehingga ada efisiensi anggaran. Isnawa mengatakan, sisanya akan dikembalikan ke kas negara.
Isnawa mengatakan, harga tersebut sebenarnya lebih murah dari pasaran. Harga satuan tempat sampah yang dibeli Dinas LH hanya sekitar Rp 3,6 juta.
"Kalau dibandingkan dengan toko online malah lebih mahal. Di sana bisa Rp 4,4 juta untuk satuannya dan itu buatan China yang belum bersertifikasi," ujar Isnawa.
2. Standar internasional
Tempat sampah yang dibeli Dinas LH memiliki spek sesuai standar internasional. Tempat sampah itu dibuat di Jerman dan didatangkan ke Jakarta melalui PT Groen Indonesia sebagai importir.
Isnawa mengatakan, Dinas LH sebenarnya mau membeli barang dalam negeri dengan standar internasional. Namun, Dinas LH tidak menemukan itu dalam e-katalog LKPP.
"Buatan dalam negeri itu enggak ada. Kalau ada yang buatan dalam negeri pasti kita pakai dalam negeri. Di LKPP itu tinggal dua, yang buatan China sama buatan Jerman," ujar Isnawa.
Isnawa mengatakan, PT Groen Indonesia memang bergerak dalam bidang waste management dan perangkat pendukungnya. Perusahaan ini pernah menyediakan tempat sampah yang sama untuk Surabaya. Dengan demikian, kualitas barang yang didatangkan oleh PT Groen Indonesia pasti baik.
"Jadi ini bukan perusahaan abal-abal, memang dia bergerak di bidang itu," kata dia.
3. Sudah dipakai sejak 2016
Selain itu, tempat sampah berukuran 660 liter yang dilengkapi roda ini bukan hanya baru dibeli sekarang. Dinas LH sudah membelinya secara bertahap sejak tahun 2016, tetapi tidak selalu dari Jerman.
"Tahun 2016 itu (pengadaan) dari China, tahun 2017 dari Jerman," ujar Isnawa.
Dinas LH membeli 296 unit tempat sampah pada tahun 2016. Kemudian membeli lagi 1.500 unit pada tahun 2017 dengan rincian 1.000 unit dengan ukuran 660 liter dan 500 unit dengan ukuran 120-140 liter.
Pada 2018, Dinas LH membeli lagi 2.600 unit tempat sampah buatan Jerman melalui PT Groen Indonesia sebagai importirnya.
Dinas LH akan terus melakukan pengadaan tempat sampah standar internasional ini pada tahun berikutnya.
"Karena kami masih butuh 3.800 lagi, tahun depan kami cicil (pengadaan) 1.200 (tempat sampah), lalu ditambah lagi pada tahun depannya," katanya.
4. Berpasangan dengan truk compactor
Sebenarnya tempat sampah ini merupakan pasangan dari truk compactor yang dibeli Dinas LH. Sejak 2016, Dinas LH secara bertahap mengganti mobil truk sampah terbuka dengan truk compactor. Dinas LH membeli 91 unit truk compactor pada saat itu.
Truk compactor bisa langsung memadatkan sampah. Dengan menggunakan truk compactor, tetesan air lindi atau air sampah tidak berceceran ke jalan.
"Kami membeli compactor karena ingin memperbaiki sarana kebersihan. Masa mau pakai truk terbuka terus?" kata Isnawa.
Dengan truk compactor ini, tempat sampah tidak perlu diangkat untuk memindahkan sampahnya ke dalam truk.
Tempat sampah tinggal dipasang pada katrol yang ada di truk. Kemudian truk compactor bisa secara otomatis mengangkat tempat sampah tersebut.
5. Modernisasi pengelolaan sampah Jakarta
Melalui alat-alat ini, Dinas LH sebenarnya ingin melakukan modernisasi. Isnawa mengatakan ke depan dia ingin ada pembenahan sistem pengelolaan sampah di Jakarta.
Selama ini proses pengumpulan sampah dari rumah ke rumah menuju TPST Bantargebang masih tradisional. Petugas mengangkut sampah dengan gerobak kemudian meletakannya ke tempat penampungan sementara (TPS).
Kemudian, truk sampah mengangkut kembali sampah itu dan membawa ke TPST Bantargebang. Menurut Isnawa, proses ini tidak efektif.
"Coba saja hitung berapa kali sampah itu naik turun untuk bongkar muat. Mulai naik ke gerobak dari masing-masing rumah, turun dari gerobak di TPS, lalu naik lagi ke truk sampah dan turun lagi di TPST Bantargebang," ujar Isnawa.
Proses seperti ini akan dipangkas agar efisien. Dinas LH ingin meletakan tempat sampah buatan Jerman itu di permukiman agar warga bisa membuang sampah di tempat sampah itu.
Ketika jadwal pengambilan sampah tiba, petugas tinggal mendorong tempat sampah ini ke arah truk compactor.
"Petugas bisa mendorong bin beroda ini ke lokasi truk compactor dan langsung mengaitkan ke kait hidrolik. Tempat sampah akan terangkat ke dalam truk compactor. Ini persis seperti di negara-negara maju," ujar Isnawa.
https://megapolitan.kompas.com/read/2018/06/05/06002171/5-fakta-tentang-pengadaan-tempat-sampah-buatan-jerman-di-jakarta