"Ini lebih kepada challenge bagaimana pemerintah bisa melakukan restrukturisasi trayek dan meningkatkan layanan," kata Sigit, ketika dihubungi, Jumat (29/6/2018).
Kehadiran ojek online, lanjut dia, merupakan dampak dari kebutuhan masyarakat yang belum terpenuhi. Selain upaya seperti restrukturisasi trayek, pemerintah juga perlu mewujudkan angkutan umum yang terintegrasi.
Dengan demikian, mobilitas masyarakat dari keluar rumah sampai ke tempat tujuan bisa dilayani angkutan umum.
"Karena saat ini hadirnya ojek baik onjek online maupun ojek pangkalan, kan dikarenakan kebutuhan fungsional dari mobilitas masyarakat yang sedemikian tinggi, yang belum bisa di-cover atau dipenuhi angkutan umum yang ada," ujar Sigit.
MK sebelumnya memutuskan menolak melegalkan ojek online sebagai alat transportasi umum.
Putusan ini diambil oleh MK terhadap uji materi perkara Nomor 41/PUU-XVI/2018 yang diajukan oleh para pengemudi ojek online.
Dalam permohonannya, 54 orang pengemudi ojek online yang menggugat Pasal 47 ayat (3) UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
Para pengemudi ojek online keberatan karena ketentuan pasal tersebut tidak mengatur motor sebagai angkutan umum.
Padahal, seiring perkembangan teknologi, jumlah ojek online semakin berkembang di Indonesia.
Namun, MK menolak permohonan pemohon karena menganggap sepeda motor bukan kendaraan yang aman untuk angkutan umum.
https://megapolitan.kompas.com/read/2018/06/29/12141331/putusan-mk-tentang-ojek-online-jadi-tantangan-bagi-pemprov-dki