Pria yang akrab disapa Sani ini mengatakan, kebijakan ini bisa meningkatkan kualitas anggota legislatif yang terpilih.
"Ini agar bisa menghasilkan anggota legislatif yang lebih bersih dari segi track record-nya," ujar Sani di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Senin (2/7/2018).
Sani merupakan pimpinan Dewan yang berasal dari Partai Keadilan Sejahtera.
Sani mengatakan, ini adalah pendapat pribadinya saja.
"Kalau dari atas nama partai saya belum bisa komentar, tetapi kalau atas nama pribadi saya setuju PKPU memutuskan begitu," ujar Sani.
Beberapa pihak menilai peraturan KPU ini melanggar Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Sebab, Pasal 240 Ayat 1 huruf g UU Pemilu menyatakan, seorang mantan narapidana yang telah menjalani masa hukuman selama lima tahun atau lebih, boleh mencalonkan diri selama yang bersangkutan mengumumkan pernah berstatus sebagai narapidana kepada publik.
Sani mengatakan, pihak yang tidak setuju sebaiknya melakukan gugatan saja.
"Itu, kan, ada mekanismenya," katanya.
Sebelumnya, mantan narapidana kasus korupsi resmi dilarang ikut pemilihan legislatif DPR, DPRD provinsi, serta DPRD kabupaten/kota 2019.
KPU menganggap aturan tersebut sah dan berlaku meski tidak diundangkan oleh Kementerian Hukum dan HAM.
Larangan tersebut diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
"Bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, atau korupsi," bunyi Pasal 7 Ayat (1) huruf h PKPU yang ditetapkan oleh Ketua KPU RI Arief Budiman tertanggal 30 Juni 2018 tersebut.
https://megapolitan.kompas.com/read/2018/07/02/12371971/triwisaksana-peraturan-kpu-bisa-menghasilkan-anggota-legislatif-yang