Dalam rapat kerja kedua pihak, anggota Komisi A Gembong Warsono menyinggung adanya isu jual beli jabatan dalam perombakan pejabat pada 25 Februari 2019.
"Berkaitan dengan rotasi kemarin 1.125 orang, dari jumlah yang begitu spektakuler, itu memunculkan persepsi masyarakat. Dengan jumlah yang begitu banyak, muncul persepsi terjadi jual beli jabatan," kata Gembong dalam rapat di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jakarta Pusat.
Wakil Ketua Komisi A William Yani mempertanyakan alasan Pemprov DKI tidak menulis detail jabatan pejabat yang akan dilantik dalam surat undangan yang dikirimkan.
Hal itu membuat pejabat yang akan dilantik tidak mengetahui jabatannya.
"Padahal, kan, jelas di Peraturan Kepala BKN, semua ASN yang dilantik harus tahu dia menjadi apa sebelum dilantik," ujar William.
Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta Chaidir mengakui, tidak ada detail jabatan yang dicantumkan dalam undangan.
BKD hanya mencantumkan tulisan "pejabat administrator" atau "pejabat pengawas" dalam undangan tersebut.
Tambahannya, pejabat yang dilantik diminta memakai pakaian dinas upacara (PDU) jika dilantik sebagai camat atau lurah, meskipun tidak dicantumkan akan menjabat sebagai camat atau lurah di wilayah mana.
"Justru ini kami menghindarkan terjadinya orang jual beli jabatan, Pak," ucap Chaidir.
Pernyataan Chadir itu sekaligus membantah adanya isu jual beli jabatan di lingkungan Pemprov DKI.
Chaidir menyampaikan, ada beberapa indikator yang menjadi penentu rotasi pejabat eselon III dan IV.
Pertama yakni kinerja, termasuk di dalamnya penyerapan anggaran. Pejabat yang tidak memenuhi target serapan anggaran akan dievaluasi.
Indikator lainnya yakni laporan masyarakat.
"Laporan masyarakat baik langsung maupun tidak langsung. Misalnya laporan soal pelayanan, keluhannya pelayanan lambat. Itu sebagai salah satu indikator," katanya.
Kemudian, indikator lainnya yakni asesmen tes kompetensi yang dilakukan BKD DKI.
Data soal rekam jejak pejabat yang ada di Inspektorat DKI Jakarta juga menjadi pertimbangan.
Asisten Pemerintahan DKI Jakarta Artal Reswan menyampaikan, perombakan pejabat DKI dilakukan sesuai aturan yang berlaku.
"Enggak mungkin kami melakukan evaluasi, merotasi, itu tidak alasan, apalagi unsur politis, saya pastikan itu tidak ada," ujar Reswan.
Ia mengatakan, Pemprov DKI siap dipanggil dan diperiksa institusi berwenang seperti Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) soal perombakan pejabat.
"Tidak menutup kemungkinan KASN akan memeriksa kami, apakah proses ini berjalan atau tidak. Ada kepolisian, kejaksaan, kami siap," tuturnya.
Isu jual beli jabatan sebelumnya disampaikan Penasihat Fraksi PKB DPRD DKI Jakarta Hasbiallah Ilyas.
Dia menyebut fraksinya menerima keluhan soal tarif menjadi lurah dan camat dalam perombakan pejabat DKI.
https://megapolitan.kompas.com/read/2019/03/06/21233981/dprd-dki-rotasi-1125-pejabat-munculkan-persepsi-jual-beli-jabatan