Hal itu disampaikan Ali Gunawan selaku Ketua Tim 17 perwakilan warga Desa Burangkeng saat unjuk rasa di TPA Burangkeng, Jumat (15/3/2019).
"Karena belum ada kejelasan masalah kompensasi, ya kita sampaikan ke warga bahwa besok katanya mau buka (paksa dari Pemkab Bekasi). Nah warga berusaha tetap menutup walau nanti ada buka paksa. Kita tetap bertahan kalau belum ada kejelasan mengenai masalah kompensasi," kata Ali di TPA Burangkeng, Jumat.
Adapun warga menuntut kompensasi berupa uang kepada Pemkab Bekasi. Namun hal itu tidak bisa direalisasikan Pemkab Bekasi karena bukan sebuah kewajiban dan sudah tertuang pada Undang-undang nomor 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah.
Sebagai gantinya, Pemkab menyatakan siap merealisasikan segala tuntutan warga dimulai dari perbaikan infrastruktur jalan, fasilitas kesehatan, dan lainnya.
Namun hal itu tidak membuat warga puas, warga tetap ngotot meminta kompensasi berupa uang kepada Pemkab Bekasi.
"Mulai dari infrastruktur, kesehatan, kalau yang lain itu kami anggap itu kewajiban. Karena ada aspirasi begini, cuma lebih dipercepat aja gitu (realisasinya). Sementara aspirasi warga yang dituntut kan masalah kompensasi (uang)," ujar Ali.
Hingga kini, belum ada titik temu antara Pemkab Bekasi dengan warga Desa Burangkeng terkait polemik TPA Burangkeng. Asisten Daerah (Asda) III, Suhup mengatakan, saat ini pihaknya sedang menjalani rapat internal membahas tuntutan warga Desa Burangkeng beserta solusinya.
"Ini lagi kita bicarakan," singkat Suhup.
Sampah menumpuk
Akibat dari penutupan TPA itu, sampah menumpuk di sejumlah titik seperti pasar dan perumahan warga.
Seperti di Pasar Setu, sampah sayuran dan plastik nampak menumpuk di area parkir kendaraan Pasar Setu. Sampah juga terlihat menumpuk di sejumlah sudut pasar seperti pinggir jalan, serta di dekat area pedagang. Bau sampah menyengat pun tercium di sekitar pasar.
Menanggapi hal itu, Ali sebagai perwakilan warga membiarkan hal itu terjadi agar Pemkab Bekasi segera memberikan kompensasi berupa uang.
"Kita sudah biasa di sini, warga lain di luar Kabupaten Bekasi kan bisa merasakan apa yang kita rasakan seperti ini, yaa baunya seperti apa. Mereka baru beberapa hari, kita kan sudah puluhan tahun," ujar Ali.
Sariyah, warga RW 01 Desa Burangkeng mengatakan, sampah di rumahnya juga tidak dibuang ke TPA karena ditutup. Namun hal itu tidak masalah baginya, karena ada atau tidak ada sampah, dirinya biasa merasakan bau sampah.
"Ya kita tinggal buang dekat rumah juga enggak masalah kan kita dekat TPA tempat sampahnya. Sama aja baunya, Mas," ujar Sariyah.
Harapan warga
Tuntutan warga Desa Burangkeng agar Pemkab Bekasi memberikan perhatian khusus pun sudah dilakukan bertahun-tahun. Namun hal itu tak pernah ditanggapi Pemkab Bekasi.
Sariyah mengatakan, dirinya berharap Pemkab Bekasi bisa merealisasikan kemauan warga terkait pemberian kompensasi berupa uang Rp 270 ribu per KK.
"Dari saya kecil TPA sudah ada, cuma enggak kayak gunung begini. Makin lama makin menggunung dan baunya makin parah. Saya setuju kalau warga tuntut kompensasi uang itu. Lumayan, Mas buat beli kebutuhan, kaya obat nyamuk itu kan perlu, biar enggak ada lalat juga," ujar Sariyah.
Hal senada juga dikatakan Tuti, warga RW 01. Dia mengatakan, sudah cukup lama warga merasakan bau sampah tapi tanpa ada perhatian yang lebih dari Pemkab Bekasi. Menurutnya wajar jika warga Desa Burangkeng unjuk rasa dan menuntut kompensasi berupa uang.
"Saya setuju sekali lah, kita ini sudah lama enggak diperhatiin sama pemerintah. Hidup dengan sampah, tapi TPA-nya tuh liat enggak tertata, kita tetap minta kompensasi uang jika tidak ya tetap ditutup ini TPA," tutur Tuti.
https://megapolitan.kompas.com/read/2019/03/15/15122651/polemik-tpa-burangkeng-aksi-tutup-paksa-hingga-harapan-warga