Hasil quick count sementara menunjukkan, Jokowi-Ma'ruf meraih 50,07 persen suara mengungguli Prabowo-Sandiaga yang memperoleh 49,93 persen suara di ibu kota.
Angka tersebut sangat berbeda dengan perolehan suara Pilkada DKI Jakarta 2017, saat Sandiaga yang berpasangan dengan Anies Baswedan meraup 57,96 persen suara.
Analis Politik Poltracking Institute Agung Baskoro mengatakan, ada sejumlah faktor yang membuat Sandiaga tak bisa mengulangi kemenangannya di Jakarta.
"Di antaranya soal masa jabatan dan janji Sandi di DKI yang belum tuntas dan program-program kampanye Prabowo-Sandi yang belum menjawab tantangan pemilih DKI," kata Agung kepada Kompas.com, Kamis (18/4/2019).
Menurut dia, sejumlah isu miring seperti hak asasi manusia dan Panama Papers juga ikut menggerus suara Prabowo-Sandiaga.
Hal tersebut, lanjut dia, tidak terjadi ketika Jokowi naik dari jabatan gubernur DKI menjadi presiden pada tahun 2014.
"Jokowi unggul karena diuntungkan soal tren baru kepemimpinan nasional, kepala daerah berprestasi," ucapnya.
Saat itu, Jokowi dianggap mempunyai rekam jejak baik setelah menjabat sebagai wali kota Surakarta dan gubernur DKI Jakarta.
Ia menambahkan, konteks politik lima tahun silam juga berbeda karena saat itu Susilo Bambang Yudhoyono sebagai petahana tidak bisa mencalonkan diri lagi pada Pilpres.
"Konteks politik di 2014 dimana incumbent SBY yang tidak bisa maju dan publik sedang mencari sosok baru sebagai antitesis atau bahkan sintesis kepemimpinan lama," ujar Agung.
Adapun, hasil resmi rekapituliasi suara Pemilu 2014 menunjukkan Jokowi meraih suara terbanyak di provinsi DKI Jakarta.
Saat itu, pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla mendapat 53,08 persen suara. Sementara itu, Prabowo yang berduet dengan Hatta Rajasa memperoleh 46,92 persen suara.
https://megapolitan.kompas.com/read/2019/04/18/17540851/quick-count-poltracking-sandiaga-gagal-ulangi-kemenangan-di-jakarta-ini