Karim menempuh perjalanan puluhan kilometer dari Kemayoran, Jakarta Pusat menuju Depok, Jawa Barat tak ditemani siapa pun. Tak hanya itu, bocah kelas 3 SD ini mengenakan sandal karena tak punya sepatu.
Karim hanya tinggal bersama sang kakek dan neneknya. Sang nenek, Diana (61), saat ini tengah sakit pengapuran tulang.
Berikut lima fakta tentang perjalanan Karim:
1. Gizi buruk
Karim tinggal di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat bersama kakek dan neneknya. Sebelum tinggal di Kemayoran, keluarga ini tinggal di daerah Situ Lio, Depok hingga 2016 lalu.
Pada 2018, Ibu Karim meninggal dunia karena sakit paru-paru. Sementara, ayahnya tinggal di Manggarai, Jakarta Selatan.
Diana bercerita, waktu kecil Karim sempat menderita gizi buruk, sehingga membuat bocah laki-laki tersebut keluar masuk rumah sakit.
"Dulu Karim ini bayi gizi buruk, badannya kurus banget. Sejak kecil enggak diperhatikan orangtuanya, makanya langsung saya ambil dan urus dia sejak bayi," kata Diana.
Menurut Diana, Karim menyiapkan segala keperluannya sendiri. Bahkan, sang nenek tak perlu membangunkan cucunya tersebut, karena Karim sudah bangun dengan sendirinya.
Waktu subuh, bocah laki-laki yang gemar sepak bola ini diantar kakeknya yang berprofesi sebagai tukang ojek menuju Stasiun Kemayoran. Lalu, Karim membeli tiketnya sendiri dan jalan sendiri sampai ke sekolahnya.
Menempuh perjalanan kurang lebih 1,5 jam, setibanya di Stasiun Depok Baru, bocah laki-laki itu berjalan sejauh 550 meter menuju sekolahnya.
Sebelum Diana menderita sakit, Karim diantar dan dijemput olehnya. Namun, kondisinya dulu yang mengharuskan dirawat di rumah sakit, tak memungkinkan untuk mengantar dan jemput cucunya tersebut ke sekolah.
Dari kejadian inilah, Karim mulai berangkat sendiri menuju sekolahnya di Sekolah Master, dekat dengan Terminal Depok.
Meskipun perasaan khawatir menghantui, lanjut Diana, semangat Karim bersekolah membuatnya merasa tenang.
"Karim bilang ke saya, "Sudah tidak apa-apa, Nek, aku berangkat sendiri, aku berani kok. Nenek sembuh aja ya dulu," ujar Diana terharu.
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Diana mengumpulkan botol-botol bekas lalu menjualnya.
Sepulang sekolah, Karim pun turut membantu sang nenek memunguti botol-botol bekas itu.
"Ditambah saya kan lagi sakit, dia yang jalan kadang pulang sekolah ngangkutin botol-botol bekas. Dia tuh tahu banget kalau neneknya lagi sakit, kakinya dipijetin," ujar Diana.
4. Bercita-cita menjadi TNI
Karim mempunyai cita-cita bisa mengabdi di Tanah Air tercinta ini sebagai anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat.
Impiannya ini muncul karena bocah kelas 3 SD tersebut gemar menonton film perang. Ia berkeinginan melindungi negara dan berguna untuk banyak orang.
"Dia itu suka film perang terus dia selalu bilang ke saya, 'Nek, aku nanti mau jadi TNI supaya bisa lindungi Indonesia dan orang banyak'," kata Diana.
Cita-cita tersebut membuat Karim selalu bersemangat menuju ke sekolah. Perasaan takut harus menempuh perjalanan jauh seorang diri juga tak Karim rasakan.
Walau berangkat pagi buta, Karim juga mengaku tak pernah merasakan kantuk saat di sekolah.
"Kalau jadi tentara tidak boleh malas, kak, makanya aku suka belajar di sekolah dan belajar di rumah," kata Karim.
Harapan Karim menjadi seorang tentara salah satunya agar bisa mengubah nasib keluarganya, termasuk membantu neneknya yang sedang sakit pengapuran tulang.
Rumah tersebut tak jauh dari Stasiun Depok Baru dan dapat ditempuh dalam waktu kurang lebih 10 menit berjalan kaki untuk sampai ke Sekolah Master.
Selain rumah kontrakan, keluarga Karim mendapatkan bantuan warung untuk sang nenek berjualan.
"Terima kasih Komunitas Indonesia Memberi yang sudah bantu nenek dan Karim, jadi nenek bisa jualan kopi. Semua sudah disiapin, etalase, dagangan semua sudah. Saya cuma bawa baju saja ke sini," tutur Diana.
https://megapolitan.kompas.com/read/2019/05/02/19384191/viral-kisah-bocah-karim-berangkat-sekolah-sendiri-sejak-subuh-ini-5