Wakil Ketua BPK Bahrullah Akbar mengatakan, temuan BPK tersebut antara lain soal belum selesainya pelaksanaan inventarisasi atas aset tetap.
"Masih terdapat kelemahan dalam sistem informasi aset tetap," kata Bahrullah di DPRD DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Rabu (15/5/2019).
Selain itu, terdapat aset fasilitas sosial dan umum (fasos fasum) berupa tanah yang telah diserahkan kepada Pemprov DKI, tetapi masih dimanfaatkan pengembang.
Kemudian, ada juga bangunan fasos dan fasum yang sudah selesai dibangun dan dimanfaatkan pengembang, tetapi belum diserahkan kepada Pemprov DKI.
"Serta adanya dana Kartu Jakarta Pintar (KJP) dan Kartu Mahasiswa Unggul (KMU) masih berada di rekening penampungan dan belum dimanfaatkan penerima bantuan,” ujarnya.
BPK juga mengungkapkan temuan antara lain penyusunan anggaran pembangunan pada dua RSUD kurang memadai yang mengakibatkan jumlah pagu dan harga perkiraan sendiri (HPS) yang ditetapkan melebihi kebutuhan.
Kemudian masih terdapat kekurangan volume, ketidaksesuaian spesifikasi teknis pekerjaan dan ketidakpatuhan dalam proses pengadaan belanja barang/jasa dan belanja modal, serta keterlambatan penyelesaian pekerjaan yang belum atau kurang dikenakan denda keterlambatan pada beberapa SKPD.
Berdasarkan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 mengamanatkan pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi LHP.
Pejabat wajib memberikan jawaban atas penjelasan kepada BPK terkait tindak lanjut atas rekomendasi LHP selambat-lambatnya 60 hari setelah LHP diterima.
“BPK berharap pimpinan dan anggota DPRD dapat ikut memantau penyelesaian tindak lanjut atas rekomendasi LHP yang terdapat dalam LHP ini sesuai dengan kewenangannya,” kata Bahrullah.
Atas temuan ini, Inspektur DKI Jakarta Michael Rolandi mengakui pihaknya kesulitan menelusuri aset DKI sejak pertama pemerintahan provinsi terbentuk.
Upaya untuk menagih aset yang masih dikuasai pengembang sudah dilakukan oleh para wali kota dan bupati.
"Kadang dokumen SIPPT-nya enggak ada, pengembangnya udah enggak ada. Nanti ini kita tetapkan di majelis penetapan status aset. Kalau pengembang udah enggak ada bagaimana? Kan fasos fasum ini dibutuhkan masyarakat harus diperbaiki dipelihara. Nah nanti kita ambil alih saja lewat berita acara kalau memang pengembang tidak ada," ujarnya.
Adapun, untuk temuan dana KJP yang mengendap di rekening, kata Michael, disebabkan banyak penerima KJP yang tak memanfaatkan uang yang diberikan.
"Pas mau diserahkan pesertanya enggak segera mengambil. Harusnya tahu sih kalau dia dapat KJP. Nanti saya tanya sama Disdik," ujar Michael.
Sebelumnya, Pemprov DKI meraih opini WTP atas laporan keuangan tahun 2018. Opini ini disampaikan dalam rapat paripurna di DPRD DKI Jakarta, Rabu (15/5/2019).
Penilaian ini merupakan opini WTP kedua yang diterima Pemprov DKI setelah lima tahun terakhir.
Pemprov DKI sebelumnya mendapatkan opini wajar dengan pengecualian (WDP) empat tahun berturut-turut, yaitu pada 2013, 2014, 2015, dan 2016. DKI baru mendapat opini WTP atas laporan keuangan tahun 2017.
https://megapolitan.kompas.com/read/2019/05/15/18103681/meski-raih-wtp-banyak-temuan-masalah-pemprov-dki-dari-bpk