Salin Artikel

Bebas dari Tahanan, Fikri Pribadi Kini Cari Keadilan Tuntut Polisi yang Menyiksanya

JAKARTA, KOMPAS.com - Nama Rifki Pribadi (23) tengah mejadi perbincangan hangat masyarakat. Dia beserta Fatahillah, Pau, dan Ucok adalah pengamen sekaligus tukang parkir yang menuntut ganti rugi kepada pihak Polda Metro Jaya dan Kejaksaan Tinggi DKI karena dituduh melakukan pembunuhan.

Betapa pilunya hidup mereka setelah menerima hukuman mendekam di penjara selama tiga tahun karena tuduhan tersebut. Ya, Fikri, Pau, dan Ucok menjadi korban salah tangkap.

Kompas.com pun merangkum jalan panjang Fikri dari jalanan hingga bertarung di meja hijau dengan Polda Metro Jaya dan Kejaksaan Tinggi DKI.

Berawal dari jalanan

Sejak kecil Fikri sudah sebatang kara. Ayah dan ibunya diketahui sudah meninggal sejak lama. Di Jakarta pun dia tidak punya sanak saudara.

"Dia sudah yatim piatu sejak lama. Jadi selama waktu dia berusia anak-anak, waktu dia ditahan di tingkat kepolisian dia memang sudah yatim piatu sejak lama," ujar kuasa hukum Fikri dari LBH Jakarta, Oky Wiratama Siagian saat dihubungi, Kamis (18/7/2019).

Oky tidak tahu persis pada usia berapa Fikri kehilangan orangtuanya. Kondisi yang sebatang kara membuat Fikri harus luntang lantung mencari tempat tinggal. Akhirnya Fikri tinggal bersama Pau, salah satu pengamen yang juga jadi korban salah tangkap oleh Polda Metro Jaya.

"Si Pau sama si Fikri kan ini berteman. Jadi karena sudah akrab, jadi diperbolehkan lah tinggal di rumah Pau sama kakaknya," kata dia.

Fikri pun tinggal bersama Pau untuk waktu yang lama. Mereka tinggal di sebuah rumah kontrakan sederhana yang terletak di kawasan Cipulir, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

"Saya sudah pernah ke rumahnya ya jadi rumahnya itu kontrakan kecil sepetak gitu sih," jelas Oky.

Sejak itu, dia bekerja sebagai pengamen dan tukang parkir demi menyambung hidup. Hak untuk mendapatkan pendidikan pun tidak ia terima. Ketika ditahan selama tiga tahun di Lapas anak Tangerang, tidak ada saudara atau keluarga yang menjenguknya

Dituduh membunuh

Polda Metro Jaya menetapkan NP (23), FP yakni Fikri Pribadi (16), AS (18), BF (17), F (13), dan APS (14) sebagai tersangka pembunuhan di Kali Cipulir, Kebayoran Baru pada 2013 lalu. Mereka dituduh menghabisi nyawa Dicky pada 30 Juni 2013.

Awalnya mereka dijadikan saksi oleh polisi karena Fikri dan kawan kawan jadi pihak pertama yang menemukan Dicky di kolong jembatan. Polisi pun mencurigai mereka selama proses penyidikan dan akhirnya menetapkan mereka sebagai tersangka.

Disiksa agar mengaku jadi tersangka

Fikri dan keempat temanya disiksa oleh oknum polisi di Polda Metro Jaya saat menjalani pemerisaan. Penyiksaan itu dilakukan agar Fikri dan kawananya mau mengaku telah membunuh.

Penyiksaan fisik itu diterima selama seminggu. Tidak kuat akan siksaan tersebut, Fikri pun terpaksa mengaku.

Berkas perkara dia pun lengkap dan sampai ke persidangan. Alhasil, Fikri cs dijatuhi hukuman penjara atas pembunuhan tersebut.

"Tetapi kan saya tidak melakukan. Kami disetrum sampai dipukulin supaya kita mengaku,” ucap Fikri saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (17/7/2019)

Bebas dari penjara, Fikri bekerja di laut

Fikri dan teman temanya dinyatakan tidak bersalah dalam peristiwa pembunuhan tersebut. Mereka dinyatakan tidak bersalah dalam putusan Mahkamah Agung melalui putusan Nomor 131 PK/Pid.Sus/2016. Mereka bebas pada tahun 2016.

Usai bebas pada 2016 lalu, Fikri sempat hilang kontak dengan pihak LBH. Dia diketahui sempat melalang buana untuk bekerja sebagai anak buah kapal (ABK)

"Fikri sempat ke Tegal berlayar jadi ABK. Sempat lost contact sama LBH Jakarta karena kan mencar-mencar ya. Terus akhirnya berlayar, akhirnya pas minta tanda tangan surat kuasa LBH Jakarta beru ketemu lagi kontaknya Fikri. Akhirnya dia balik lagi ke Jakarta untuk mengurus ini," kata Oky.

Kembali untuk tuntut keadilan

Kini Fikri beserta tiga temanya ingin menuntut keadilan bersama LBH Jakarta. Jalur praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pun dipilihnya untuk menuntut hak-haknya yang sudah hilang selama tiga tahun karena ditahan untuk kesalahan yang tidak pernah mereka buat.

Mereka mengajukan praperadilan dengan Polda Metro Jaya, Kejaksaan Tinggi DKI dan Kementerian Keuangan sebagai termohon.

"Kalau untuk Kementerian Keuangan dia harus memberikan ganti kerugian karena memang di PP 92 tahun 2015 yang berhak memberikan ganti rugi adalah Kementerian Keuangan atas putusan PN," ucap dia.

LBH Jakarta sudah menghitung sejumlah kerugian yang harus dibayarkan Kementerian Keuangan.

Kerugian yang dituntut pihak mereka sebesar Rp 186.600.000 per anak. Biaya itu meliputi total kehilangan penghasilan sampai biaya makan selama dipenjara. Dengan demikian, total untuk keempatnya sebesar Rp 746.400.000.

Mereka berharap Polda Metro Jaya dan Kejaksaan Tinggi DKI mau mengakui perbuatannya lantaran salah memidanakan orang.

"Selama ini ditahan, itu yang harus dituntut. Dan pihak kepolisian harus menyatakan bahwa memang harus mengakui kalau mereka salah tangkap, enggak fair dong," ucap Oky

https://megapolitan.kompas.com/read/2019/07/19/06444381/bebas-dari-tahanan-fikri-pribadi-kini-cari-keadilan-tuntut-polisi-yang

Terkini Lainnya

[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

Megapolitan
Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Megapolitan
Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi 'Penindakan'

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi "Penindakan"

Megapolitan
Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Megapolitan
Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Megapolitan
Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Megapolitan
Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Megapolitan
Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Megapolitan
Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Megapolitan
Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Megapolitan
Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke