Salin Artikel

Jatuh Bangun Hardiyanto Kenneth, Minoritas yang Dapat Kepercayaan Jadi Anggota Baru DPRD DKI

Hardiyanto adalah salah satu kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang lolos dalam pemilihan calon legislatif Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta.

Dengan partai berlogo kepala banteng bermoncong putih itu, dia berhasil mendapat kepercayaan warga Jakarta Barat Dapil X.

Hardiyanto juga merupakan satu dari puluhan wajah baru yang akan menempati kuris empuk anggota DPRD DKI periode 2019-2024.

Tidak mudah bagi dia untuk bisa mencapai posisi seperti sekarang ini. Banyak lika–liku yang harus dihadapinya dari awal berkarir di dunia politik hingga menjadi sang wakil rakyat.

Terlebih statusnya sebagai kaum minoritas yakni berdarah Tionghoa sempat jadi hal yang dipermasalahkan warga.

Kepada Kompas.com, Hardiyanto bercerita tentang perjuangannya selama meniti karir di dunia politk.

Titik nol Hardiyanto Kenneth

Hardiyanto terlahir sebagai putra tunggal di keluarga yang sederhana. Dia lahir di Medan, Sumatera Utara pada 13 April 1981.

Ayah dan ibu Hardiyanto bukan orang yang bergelimang harta. Untuk menafkahi keluarga, ayahnya harus bekerja banting tulang sebagai karyawan pabrik sementara ibunya bekerja sebagai guru.

Kini kedua orangtua Hardiyanto sudah meninggal dunia.

"Saya ini yatim piatu, saya anak tunggal enggak punya siapa–siapa, kepergian orangtua itu sangat membuat saya terpukul," ujar Hardiyanto saat berbincang dengan Kompas.com di salah satu restoran di Jakarta Barat, Selasa (13/8/2019).

Namun dengan kondisi tersebut, bukan berarti dia harus berhenti menjalani hidup. Dia tetap melangkah dalam kesendirianya melalui masa sulit.

Untuk sekolah sampai urusan makan, dia mengaku banyak dibantu orang. Sebab dia memang tidak punya biaya sama sekali.

"Saya rasakan berkat Tuhan begitu banyak buat saya, sekolah hingga kuliah dibantu orang, makan dibantu orang. Dan berkat dari Tuhan kan bukan karena uang saja, kita dikasih kesehatan, hubungan dengan orang baik, punya anak–anak dan keluarga sehat itu juga berkat Tuhan loh," kata dia..

Hingga akhirnya, gelar sarjana hukum pun disabet Herdiyanto Kenneth.

Dari pengacara hingga masuk ke parpol

Sebagai pengacara, beradu debat di ruang sidang adalah hal biasa bagi dia. Argumen hukum apa pun akan dilontarkan demi membela kliennya. Namun tiba saatnya ketika hati Hardiyanto terketuk untuk mau membela rakyat jelata.

Keinginan ini timbul karena mengingat banyaknya tangan-tangan baik yang telah mengantarkannya sampai seperti sekarang saat ini.

"Karena kalau dipikir belakang memang saya ini bukan anak orang kaya. Tapi saya bisa ada sampai hari ini pun karena banyak orang nolong saya. Jadi apa pun yang sudah saya terima saya harus sukuri. Sekarang bagaimana caranya saya mau bantu mereka–mereka rakyat biasa," kata dia lugas.

Dia pun membulatkan tekat untuk melepas kenyamanan sebagai pengacara dan melenggang ke dunia politik.

"Karena kalau mau nolong rakyat, kita enggak akan bisa kalau masih jadi pengusaha. Jadi pejabat satu satunya jalan karena kita bisa bantu pakai uang negara," jelas dia.

Dipandang sebelah mata...

Pada 2010, Hardiyanto resmi menjadi kader Partai Gerindra. Dia kemudian maju sebagai caleg DPRD DKI Jakarta pada Pileg 2014 mewakili daerah pemilihan Jakarta Barat (Dapil X).

Namun nasib belum berpihak pada dia.

Kegagalan harus diterima karena hanya meraup suara sekitar 11.000. Namun dia tidak berkecil hati. Keinginan kembali mencalonkan diri pun tidak padam dan bertekad akan bertarung lagi di pileg berikutnya.

Di tengah jalan, dia merasa tidak memiliki kesamaan visi dan misi lagi dengan Partai Gerindra.

"Saya ini orangnya berwarna, bukan abu–abu. Saya putih ya putih. Hitam ya hitam. Kalau enggak suka ya bilang enggak suka dan sebaliknya,” kata dia sambil terlihat antusias.

Singkat cerita, dia pun keluar dari Gerindra dan masuk ke PDI-P.

Namun berita miring mulai menyelimuti kiprah Hardiyanto di partai besutan Megawati Soekarnoputri itu. Dianggap orang baru, tidak punya kenalan, tidak ada "bekingan", dan belum punya power di dalam partai merupakan bentuk keraguan yang orang sematkan padanya.

"Saya ini bukan keturunan darah biru. Jadi saya enggak kenal siapa–siapa,” kata dia.

Namun dia tidak berkecil hati. Kinerjanya selama di partai pun dibuktikan sehingga partai mau mencalonkan dirinya maju di Pileg 2019.

"Saya merasa ini Tuhan buka jalan buat saya. Kalau dibilang hebat saya sebenarnya enggak hebat-hebat banget. Mungkin PDI-P lihat saya orangnya semangat, postif thinking , mau berjuang," ucap dia.

Masalah lain pun kembali muncul. Statusnya sebagai keturunan Tionghoa membuatnya  sempat jadi keraguan warga untuk memilihnya di dapil X, Jakarta Barat. Bahkan beberapa warga sempat menyebut dia kafir dan tidak pantas memimpin.

"Saya jadi kafir itu saya enggak bisa milih. Kalau Tuhan kasih saya pilihan lahir sebagai kafir saya enggak mau pilih lahir di Indonesia. Saya minta lahir di Amerika, di Hongkong. Tapi hari ini saya lahir di Indoensia, yang Anda bilang kafir ini bisa menolong Anda juga kan," ucap dia.

Pada akhirnya, persoalan ini menjadi angin lalu. Buktinya dia berhasil menang di Dapil X dengan perolehan suara 21.870.

Janji-janji...

Memperlancar birokrasi jadi fokus jangka pendek Hardiyanto setelah dilantik sebagai anggota DPRD DKI. Dia menilai berbelit-belitnya birokrasi menyulitkan masyarakat dalam mendapatkan pelayanan.

"Saya janjikan warga tidak kesulitan dalam masalah adminsitrasi. Seperti misalnya kita bantu ada ibu lahiran tapi enggak punya uang, bayinya ditahan di rumah sakit. Kalau ada ijazah anak ditahan karena belum bayar sekolah saya perlancar birokrasi agar bisa terbayar. Kalau masalah uang jangan minta sama saya, tapi masalah birokrasi ini yang akan saya bantu," ujar dia.

Tidak hanya itu, dia menjanjikan akan mencari solusi untuk mendaur ulang sampah yang ada di Jakarta. Apalagi jumlah sampah di Jakarta makin menumpuk dan tempat penampungan yang ada pun telah melebihi kapasitas.

Selama ini, citra korup sering dilekatkan kepada anggota legislatif. Melihat hal itu, Hardiyanto menilai semua itu kembali kepada masing-masing.

"Bagi saya politik adalah sesuatu yang netral. Mungkin sebagian orang menilai politik sebagai sesuatu yang jahat. Bagi saya tergantung kitanya. Kita mau jadikan politik ini putih atau hitam, jangan abu abu. Mau baik atau buruk itu tergantung orangnya," terang dia.

Dia berharap kinerjanya lima tahun ke depan tidak mengecewakan warga Jakarta, khususnya pemilihnya di Jakarta Barat. Dia pun mewanti-wanti dirinya sendiri agar tidak tersandung kasus korupsi.

"Ya lurus-lurus saja jadi pejabat, ngapain sih main–main (korupsi). Kita minoritas bos, kalau ketangkep KPK wah kan malunya minta ampun," kata dia.

https://megapolitan.kompas.com/read/2019/08/18/06000051/jatuh-bangun-hardiyanto-kenneth-minoritas-yang-dapat-kepercayaan-jadi

Terkini Lainnya

Mayat Laki-laki Mengapung di Perairan Kepulauan Seribu, Kaki dalam Kondisi Hancur

Mayat Laki-laki Mengapung di Perairan Kepulauan Seribu, Kaki dalam Kondisi Hancur

Megapolitan
Mayat Laki-laki Mengapung di Perairan Laut Pulau Kotok Kepulauan Seribu

Mayat Laki-laki Mengapung di Perairan Laut Pulau Kotok Kepulauan Seribu

Megapolitan
Tak Lagi Marah-marah, Rosmini Tampak Tenang Saat Ditemui Adiknya di RSJ

Tak Lagi Marah-marah, Rosmini Tampak Tenang Saat Ditemui Adiknya di RSJ

Megapolitan
Motor Tabrak Pejalan Kaki di Kelapa Gading, Penabrak dan Korban Sama-sama Luka

Motor Tabrak Pejalan Kaki di Kelapa Gading, Penabrak dan Korban Sama-sama Luka

Megapolitan
Expander 'Nyemplung' ke Selokan di Kelapa Gading, Pengemudinya Salah Injak Gas

Expander "Nyemplung" ke Selokan di Kelapa Gading, Pengemudinya Salah Injak Gas

Megapolitan
Buntut Bayar Makan Sesukanya di Warteg Tanah Abang, Seorang Pria Ditangkap Polisi

Buntut Bayar Makan Sesukanya di Warteg Tanah Abang, Seorang Pria Ditangkap Polisi

Megapolitan
Cegah Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke, Kini Petugas Patroli Setiap Malam

Cegah Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke, Kini Petugas Patroli Setiap Malam

Megapolitan
Satu Rumah Warga di Bondongan Bogor Ambruk akibat Longsor

Satu Rumah Warga di Bondongan Bogor Ambruk akibat Longsor

Megapolitan
Taruna STIP Tewas di Tangan Senior Pernah Terjadi pada 2014 dan 2017, Bukti Tradisi Kekerasan Sulit Dihilangkan

Taruna STIP Tewas di Tangan Senior Pernah Terjadi pada 2014 dan 2017, Bukti Tradisi Kekerasan Sulit Dihilangkan

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini, 6 Mei 2024 dan Besok: Pagi Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini, 6 Mei 2024 dan Besok: Pagi Cerah Berawan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Kronologi Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas | Senior yang Aniaya Taruna STIP Panik saat Korban Tumbang

[POPULER JABODETABEK] Kronologi Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas | Senior yang Aniaya Taruna STIP Panik saat Korban Tumbang

Megapolitan
Suasana Berbeda di RTH Tubagus Angke yang Dulunya Tempat Prostitusi, Terang Setelah Pohon Dipangkas

Suasana Berbeda di RTH Tubagus Angke yang Dulunya Tempat Prostitusi, Terang Setelah Pohon Dipangkas

Megapolitan
Dedie Rachim Daftar Penjaringan Cawalkot ke Partai Lain, Bentuk Bujuk Rayu PAN Cari Koalisi di Pilkada

Dedie Rachim Daftar Penjaringan Cawalkot ke Partai Lain, Bentuk Bujuk Rayu PAN Cari Koalisi di Pilkada

Megapolitan
Kemenhub Tambah CCTV di STIP usai Kasus Pemukulan Siswa Taruna hingga Tewas

Kemenhub Tambah CCTV di STIP usai Kasus Pemukulan Siswa Taruna hingga Tewas

Megapolitan
Kasus Kecelakaan HR-V Tabrak Bus Kuning UI Diselesaikan Secara Kekeluargaan

Kasus Kecelakaan HR-V Tabrak Bus Kuning UI Diselesaikan Secara Kekeluargaan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke