Salin Artikel

Kampung Kebon Melati, Permukiman yang Dikepung Gedung Pencakar Langit

JAKARTA, KOMPAS.com - Siapa sangka di balik menjulangnya gedung-gedung tinggi kawasan elit di Thamrin, Jakarta Pusat, ada sebuah perkampungan yang tersisa.

Kapung Kebon Melati, begitulah perkampungan itu dinamai. Kampung itu adalah sisa-sia dari pemukiman warga yang sudah hilang ditelan pembangunan.

Kampung ini berada di balik tembok Thamrin Residence. Pintu keluar masuk kampung ini pun berasal dari tembok Thamrin Residence yang dijebol. Letaknya tepat di sebelah pos polisi sub sektor Thamrin City.

Hanya pejalan kaki dan pengendara sepeda motor yang bisa melewati jalan tersebut.

Kala memasuki kawasan kampung, Kompas.com seolah-olah berada di kawasan yang bukan pusat Ibu Kota. Susananya begitu tenang dan tak banyak keramaian, jauh dari hiruk pikuk seperti yang ditemui di lokasi lain di jantung Jakarta.

Di sana terlihat perumahan warga yang berdempetan dari dinding ke dinding. Jika sedikit mendongak ke atas bakal terlihat bahwa kampung ini dikepung oleh gedung-gedung pencakar langit.

Rumah-rumah di perkampungan tersebut rata-rata berbentuk sederhana. Bahkan ada juga berapa rumah berbentuk petakan yang dijadikan sebagai indekos. Tidak ditemui satupun rumah mewah atau besar yang berdiri.

Jalanan kampung sudah terlapisi oleh aspal meski badan jalan hanya muat dilalui sepeda motor atau satu mobil berukuran kecil jika dipaksakan.

Ketua  RT009/RW009 Kebon Melati, Rusli (71), mengaku sudah tinggal di sana sejak 1970. Kala itu kawasan Thamrin masih dipenuhi oleh perumahan warga.

Kondisi mulai berangsur berubah di tahun 1990-an. Tanah di kawasan itu mulai diminati oleh berbagai perusahaan yang ingin membangun properti di sana.

Awalnya, hanya sedikit warga yang mau menjual tanah-tanah mereka sampai akhirnya ancaman dari preman-preman mulai melanda.

Masyarakat yang tinggal di Kampung Kebon Melati mulai perlahan-lahan merasa tidak aman tinggal di kampung tersebut. Bahkan bentrokan sering terjadi yang membuat warga merasa ngeri.

"Kalau dulu pindahnya per satu kelompok-satu kelompok, ada yang pindah satu RT, enggak pasti, ada yang cocok harganya langsung jual," kata Rusli saat ditemui Kompas.com di kediamannya, Minggu (22/9/2019)

Kondisi yang tidak aman itu membuat hampir seluruh warga ingin pindah dari sana, sehingga perlahan penduduk Kampung Kebon Melati mulai hilang.

Rusli mengatakan, proses negosiasi tanah di sana pun berlangsung sangat cepat.

"Dulu itu, hari ini terima duit langsung kabur, udah enggak mau nginep lagi, Takut ada yang minta jatah," ujar Rusli

Setelah itu, pembangunan di kawasan itu pun dimulai. Gedung pertama yang selesai dibangun menurut Rusli adalah Jakarta City Center yang kini menjadi Thamrin City di akhir 1990-an.

Memasuki tahun 2000-an, suasana Kebon Melati mulai berubah. Kawasan yang dulunya dipenuhi permukiman berubah menjadi kawasan elit seperti yang terlihat pada saat ini.

Jumlah penduduk yang menempati lokasi tersebut juga terus menurun.

"Dulu itu disini ada 13 RT. Sekarang cuma tinggal 5 RT. RT 4,5,6,7 sama RT 16," ujarnya.

Warga Kampung Kebon Melati bukan tidak ingin pindah

Suhartati (42), salah seorang warga Kampung Kebon Melati mengatakan, sebenarnya warga yang saat ini masih tersisa tidak seluruhnya warga yang benar-benar ingin bertahan tinggal di sana.

"Ada yang jualnya ketinggian, jadi PT-nya enggak mau ngambil," ujarnya.

Sementara, perebutan jual beli lahan yang ada di sana terus terjadi ketika pembangunan di kawasan Thamrin tersebut sedang gencar-gencarnya.

Hingga akhirnya, tersisa lah kawasan kampung mereka saat ini yang wilayahnya tidak terlalu luas.

"Sekarang sudah enggak ada yang mau tanahnya, dia (Perusahaan) maunya global gitu yang tanahnya banyak, tapi kalau sekarang kecil-kecil begini susah juga," ucap wanita yang biasa dipanggil Tati tersebut.

Karminah (65) menyebutkan, kebanyakan rumah-rumah yang ada di Kampung Kebon Melati saat ini dikontrakkan oleh pemiliknya. Harganya mulai dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah.

"Kalau kontrakan biasanya diatas Rp 1 juta sebulan, kalau yang kos-kosan kayak di belakang itu ada yang Rp 800.000, Rp 900.000-an," ujarnya.

Kampung tersebut banyak diminati para pekerja dan pedagang yang beraktivitas di sekitaran Thamrin. Berada di posisi strategis membuat kontrakan-kontrakan yang ada di Kampung Kebon Melati jarang ada yang kosong.

Ia sendiri mengaku sudah berkali-kali pindah kontrakan di kawasan tersebut. Biasanya, kata dia, si pemilik hanya mendatangi lokasi ketika jatuh tempo pembayaran kontrakan.

https://megapolitan.kompas.com/read/2019/09/22/15343561/kampung-kebon-melati-permukiman-yang-dikepung-gedung-pencakar-langit

Terkini Lainnya

9 Jam Berdarah: RN Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

9 Jam Berdarah: RN Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

Megapolitan
Seorang Remaja Tenggelam di Kali Ciliwung, Diduga Terseret Derasnya Arus

Seorang Remaja Tenggelam di Kali Ciliwung, Diduga Terseret Derasnya Arus

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 2 Mei 2024, dan Besok: Malam Ini Hujan Petir

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 2 Mei 2024, dan Besok: Malam Ini Hujan Petir

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Mobil Terbakar di Tol Japek Arah Cawang | Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi Ditangkap

[POPULER JABODETABEK] Mobil Terbakar di Tol Japek Arah Cawang | Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi Ditangkap

Megapolitan
Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Megapolitan
Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Megapolitan
Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Megapolitan
Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Megapolitan
Ikut Demo May Day 2024, Buruh Wanita Rela Panas-panasan demi Memperjuangkan Upah yang Layak

Ikut Demo May Day 2024, Buruh Wanita Rela Panas-panasan demi Memperjuangkan Upah yang Layak

Megapolitan
Dua Orang Terluka Imbas Kecelakaan di Tol Jakarta-Cikampek

Dua Orang Terluka Imbas Kecelakaan di Tol Jakarta-Cikampek

Megapolitan
Korban Kedua yang Tenggelam di Sungai Ciliwung Ditemukan Tewas 1,2 Kilometer dari Lokasi Kejadian

Korban Kedua yang Tenggelam di Sungai Ciliwung Ditemukan Tewas 1,2 Kilometer dari Lokasi Kejadian

Megapolitan
Rayakan 'May Day Fiesta', Massa Buruh Mulai Padati Stadion Madya GBK

Rayakan "May Day Fiesta", Massa Buruh Mulai Padati Stadion Madya GBK

Megapolitan
Fahira Idris: Gerakan Buruh Terdepan dalam Perjuangkan Isu Lintas Sektoral

Fahira Idris: Gerakan Buruh Terdepan dalam Perjuangkan Isu Lintas Sektoral

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke