Salin Artikel

Tumpukan Sampah, Sumber Bau Tak Sedap yang Abadi di Bantaran Sungai Cisadane

TANGERANG, KOMPAS.com - Aroma busuk penggalian sampah ribuan ton di bantaran sungai Cisadane menyeruak.

Bau tak sedap menusuk hidung warga yang melintasi tiga desa di Kecamatan Teluk Naga itu, meliputi sebagian Kampung Melayu Barat, Desa Pangkalan berlanjut ke Desa Tanjung Burung.

Asap hitam membumbung tinggi di lokasi yang disebut tempat pembuangan sementara (TPS) ilegal.

Sampah plastik, organik dan sampah-sampah B3 lainnya bercampur menjadi satu.

Sampah itu menggunung di tepi bantaran Cisadane.

Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Tangerang mengungkap, sampah yang menumpuk itu beratnya mencapai 1.000 ton.

Alat berat bekerja mengeruk ribuan ton sampah yang dikirim dari sekitar Kecamatan Teluk Naha.

Kepala DLHK Kabupaten Tangerang, Achmad Taufik menduga ada empat daerah yang sengaja membuang sampah-sampah berbau busuk tersebut.

Wilayah itu yakni Jakarta, Tangerang Selatan, Bogor dan Kota Tangerang.

Keempat daerah itu membuang sampah secara ilegal di Kabupaten Tangerang, khususnya di bantaran sungai Cisadane Kecamatan Teluk Naga.

"Kan logikanya begini, sampah sebanyak ini mereka (oknum pembuat TPD Ilegal) mengambil di beberapa tempat sumber sampah. Otomatis itu pasti ada yang mengirim, hanya memang kita tidak mengetahui siapa yang mengirimnya akhirnya kita menduga-duga," kata Taufik saat ditemui Kompas.com Selasa (17/12/2019) lalu.

Taufik terus menutup mulutnya dengan tangan kanan menghindari kerumunan lalat dari tempat sampah.

Sayangnya, kata Taufik, empat wilayah yang mengirimkan sampah itu tak memiliki itikad baik untuk membayar retribusi.

Dia berharap, ke depannya daerah-daerah yang ingin membuang sampah ke Kabupaten Tangerang bisa masuk dengan jalur legal.

Tentunya sekaligus membayar retribusi sampah ketika memasuki Kabupaten Tangerang.

Sampah bukan hanya dikeruk, tetapi juga dibakar yang menyebabkan kepulan asap hitam di sekitar pengerukan sampah.

Namun, DLHK Kabupaten Tangerang membantah pembakaran sampah itu dilakukan oleh mereka.

Taufik yang saat itu mengenakan pakaian dinas berwarna cokelat dengan topi berwarna biru menjelaskan, pembakaran sampah tersebut tidak disengaja dari anggota TNI yang ikut dalam penertiban TPS ilegal tersebut.

Truk dam kuning milik DLHK hilir mudik mengangkut sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Jatiwaringin.

Nampak sejumlah pengepul sampah tengah memilah sampah yang dianggap bisa dijual lagi.

Di sana, ada 18 bedeng atau portal beserta rumah semipermanen di pinggir jalan TPS Ilegal.

Warga yang lalu lalang mungkin sudah terbiasa dengan bau sampah itu.

Namun, baunya mungkin tak bersahabat bagi orang yang baru mendatangi kawasan tersebut.

Bau busuk itu bukan hanya masuk ke hidung, tetapi menempel di baju.

Selain bau sampah dan asap hitam hasil pembakaran sampah, air sungai Cisadane di sekitar TPS ilegal tersebut berwarna cokelat kehitaman.

Akibat sampah yang menumpuk, berimbas pada pencemaran air dan udara juga.

Saat Kompas.com mendatangi TPS ilegal itu pada Selasa (17/12/2019).

Setidaknya 200 ton sampah sudah diangkut ke TPA Jatiwaringin.

Taufik mengatakan, tak hanya sekali ini saja TPS di Kabupaten Tangerang itu ditertibkan.

Warga terus menerus membuang sampah di tempat yang sama, meski mereka telah memasang papan larangan.

Di lokasi terpampang papan larangan dengan cetak tebal "DILARANG membuang sampah di sepanjang kawasan ini", diikuti kutipan pasal peraturan daerah yang melarang pembuangan sampah di kawasan tersebut, yakni Perda Nomor 6 Tahun 2012 Pasal 85.

Meski kejadian tersebut terus berulang, Pemkab Tangerang tidak akan meminta kerugian dari empat daerah yang dituding sebagai oknum pembuang sampah ilegal.

Oknum tersebut juga adalah masyarakat, kata dia, yang tak bisa diperlakukan langsung secara represif melalui hukum yang sudah ditetapkan selama tujuh tahun tersebut.

Perda tersebut, kata Taufik, kekuatannya lemah karena tidak mengatur sanksi.

"Kita ada sifatnya persuasif dahulu, ini kan warga masyarakat kita juga, yang tentunya harus kita berikan mereka juga harus hidup layak," kata Taufik.

Kompas.com pun menelisik lebih jauh soal Perda tersebut yang dimuat dalam situs resmi Kabupaten Tangerang di jdih.tangerangkab.go.id.

Perda yang disahkan oleh Plt Sekertaris Daerah, Iskandar Mirsad pada 30 Oktober 2012 tersebut ternyata memuat sanksi bagi para pelanggar.

Pasal 85 sendiri berbunyi ketentuan pidana.

Pada poin pertama tertulis "setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 72, dapat diancam dengan pidana kurungan paling lama 3 bulan atau denda paling banyak Rp 50 juta".

Di poin kedua dijelaskan bahwa tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.

Sedangkan poin ketiga merupakan penjelasan, denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penerimaan Negara.

Sedangkan Pasal 72 berbunyi:

Setiap orang/kelompok/badan usaha dilarang;

a. membuang sampah tidak pada tempat yang telah ditentukan dan disediakan;

b. mencampur sampah rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga dengan sampah B3 rumah tangga;

c. mengelola sampah yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan;

d. melakukan penanganan sampah dengan pembuangan terbuka di tempat pemrosesan akhir;

e. membuang sampah, kotoran, atau barang lainnya di saluran air atau selokan, jalan, berm (bahu jalan), trotoar, tempat umum, tempat pelayanan umum, dan tempat-tempat lainnya;

f. mengotori, merusak, membakar, atau menghilangkan tempat sampah yang telah disediakan;

g. Membakar sampah pada tempat-tempat yang membahayakan;

h. membakar sampah atau benda-benda lainnya dibawah pohon yang menyebabkan matinya pohon;

i. membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan sampah;

j. membuang lumpur tinja di luar IPLT.

https://megapolitan.kompas.com/read/2019/12/19/16375151/tumpukan-sampah-sumber-bau-tak-sedap-yang-abadi-di-bantaran-sungai

Terkini Lainnya

Pemerataan Air Bersih di Jakarta, Mungkinkah?

Pemerataan Air Bersih di Jakarta, Mungkinkah?

Megapolitan
Begini Peran 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Begini Peran 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Megapolitan
Bertambah 3, Kini Ada 4 Tersangka Kasus Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas

Bertambah 3, Kini Ada 4 Tersangka Kasus Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas

Megapolitan
Polisi Tak Ingin Gegabah dalam Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Polisi Tak Ingin Gegabah dalam Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Megapolitan
Polisi Bantah Senior Penganiaya Taruna STIP hingga Tewas adalah Anak Pejabat

Polisi Bantah Senior Penganiaya Taruna STIP hingga Tewas adalah Anak Pejabat

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta 9 Mei 2024 dan Besok: Tengah Malam ini Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta 9 Mei 2024 dan Besok: Tengah Malam ini Cerah Berawan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Cerita Eks Taruna STIP soal Lika-liku Perpeloncoan oleh Senior | Junior di STIP Disebut Wajib Panggil Senior dengan Sebutan “Nior”

[POPULER JABODETABEK] Cerita Eks Taruna STIP soal Lika-liku Perpeloncoan oleh Senior | Junior di STIP Disebut Wajib Panggil Senior dengan Sebutan “Nior”

Megapolitan
Rute Transjakarta 10A Rusun Marunda-Tanjung Priok

Rute Transjakarta 10A Rusun Marunda-Tanjung Priok

Megapolitan
Rute KA Cikuray, Tarif dan Jadwalnya 2024

Rute KA Cikuray, Tarif dan Jadwalnya 2024

Megapolitan
Bantah Pernyataan Ketua STIP soal Tak Ada Lagi Perpeloncoan, Alumni: Masih Ada, tapi pada Enggak Berani Berkoar

Bantah Pernyataan Ketua STIP soal Tak Ada Lagi Perpeloncoan, Alumni: Masih Ada, tapi pada Enggak Berani Berkoar

Megapolitan
Remaja Tusuk Seorang Ibu di Bogor Hingga Pisau Patah

Remaja Tusuk Seorang Ibu di Bogor Hingga Pisau Patah

Megapolitan
Jukir Liar Minimarket Ikhlas “Digusur” Asal Pemerintah Beri Pekerjaan Baru

Jukir Liar Minimarket Ikhlas “Digusur” Asal Pemerintah Beri Pekerjaan Baru

Megapolitan
Warga Bekasi Tewas Tertabrak Kereta di Kemayoran karena Terobos Palang Pelintasan

Warga Bekasi Tewas Tertabrak Kereta di Kemayoran karena Terobos Palang Pelintasan

Megapolitan
Manjakan Lansia, Asrama Haji Embarkasi Jakarta-Bekasi Tak Lagi Pakai Tempat Tidur Tingkat

Manjakan Lansia, Asrama Haji Embarkasi Jakarta-Bekasi Tak Lagi Pakai Tempat Tidur Tingkat

Megapolitan
KAI Commuter: Perjalanan Commuter Line Rangkasbitung-Tanah Abang Picu Pertumbuhan Ekonomi Lokal

KAI Commuter: Perjalanan Commuter Line Rangkasbitung-Tanah Abang Picu Pertumbuhan Ekonomi Lokal

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke