Saat ini, beragam kajian masih perlu dilakukan untuk mematangkan proyek tersebut, termasuk menentukan teknologi transportasinya, entah menggunakan teknologi trem, monorel, atau MRT dan LRT.
"Target kami 2022 sudah terbangun. Mudah-mudahan 2021 kami bisa menyiapkan dokumen-dokumen hingga selesai," ujar Edi kepada wartawan di Hotel Bumi Wiyata, Depok, Senin (24/2/2020).
Saat ini, proyek ini disebut tengah bersiap memasuki tahap studi outline business case (OBC), sebuah tahap prauji kelayakan.
Studi OBC penting, jika pemerintah merujuk skema kerja sama dengan badan usaha (KPBU) untuk mendanai proyek yang menelan anggaran besar ini.
"Berkaca pada anggaran untuk pembangunan LRT Jabodebek saja, itu Rp 400-600 miliar untuk 10 km. Mungkin ini butuh Rp 4-10 triliun," kata Edi.
Ia menjamin, BPTJ bakal mendukung proyek ini karena sudah sesuai dengan rencana induk transportasi Jabodetabek (RITJ) dalam Perpres Nomor 55 Tahun 2018.
"Ada dua dukungan yang akan kami berikan. Pertama, proyek ini kami perjuangkan masuk dalam proyek strategis nasional. Kedua, kami akan bantu untuk studi OBC," tutup Edi.
Sejauh ini, rencana sistem transportasi massal berbasis rel di Depok akan terdiri dari 4 koridor, yakni:
- Koridor 1 dari Transit Oriented Development (TOD) Pondok Cina sampai Stasiun LRT Cibubur sepanjang 10,8 kilometer;
- Koridor 2 dari Depok Baru sampai Cinere dengan panjang lintasan 16,7 kilometer dan diharapkan jalur ini terkoneksi dengan Stasiun MRT Lebak Bulus;
- Koridor 3 dari Depok Baru sampai Bojongsari dengan panjang lintasan 10,7 kilometer; dan
- Koridor 4 dari Depok Baru sampai Gunung Putri dengan panjang lintasan 13,8 kilometer.
Tahun 2022, pengerjaan baru dilakukan pada 1 koridor, yakni koridor Stasiun Depok Baru-Bojongsari.
Dari empat koridor tersebut, koridor 3 disebut bakal jadi koridor perdana yang dibangun pada 2022.
https://megapolitan.kompas.com/read/2020/02/24/19582531/bptj-harap-pembangunan-transportasi-berbasis-rel-di-depok-berlangsung