DEPOK, KOMPAS.com - SR, seorang bidan salah satu rumah sakit swasta di bilangan Cimanggis, Depok, Jawa Barat kini dilanda trauma.
Kepada Kompas.com saat dihubungi pada Selasa (23/6/2020), ia blak-blakan soal peristiwa di balik traumanya itu.
Perempuan itu bercerita, ia dan rekannya berinisial RP, seorang perawat di rumah sakit yang sama, baru saja disekap selama 4 jam ketika ia harusnya kembali ke kediaman masing-masing pada Minggu (21/6/2020) tengah malam.
"Jujur saya masih trauma lihat orang baru, untuk naik angkot juga masih belum berani. Ini saya juga sampai ambil cuti, satu minggu," ungkap SR kepada Kompas.com.
Minggu malam itu, SR dan RP yang pulang ke arah yang sama baru saja keluar dari rumah sakit sekitar pukul 21.30 WIB.
Seperti hari-hari biasanya, mereka menumpang angkot menuju kediaman mereka di arah Citeureup.
Angkot nomor 41 yang mereka hendak tumpangi telah terparkir di tepi jalan, namun lampunya tak menyorot.
SR mengingat, di dalamnya ada seorang sopir. Di belakang, ada 2 laki-laki yang duduk berseberangan. Satu dekat pintu, satu persis di balik jok sopir.
"Mereka juga pakai masker. Ada dua bapak-bapak, yang satunya tinggi besar, satunya lagi kurus," ujar SR.
Kedua perempuan itu merasa biasa-biasa saja malam itu. Mereka naik ke dalam angkot.
Disekap
Setelah beberapa saat di jalan, RP berniat turun karena angkot tak lama lagi bakal tiba di jalan depan rumah kost yang ia tinggali.
Sementara itu, perjalanan menuju rumah SR masih agak jauh lagi.
RP telah memberi aba-aba bagi sopir angkot untuk turun. Ia pun beringsut ingin keluar. Namun, sopir bergeming.
"Sopirnya tetap jalan dan pintunya dikunci. Kita langsung didorong, tengkurap di bawah. Tubuh saya terjepit di antara sound system mobil di belakang," ungkap SR.
Di bawah ancaman senjata tajam, mereka tak punya banyak pilihan. Wajah mereka menghadap ke lantai mobil. Punggung mereka ditutup kain oleh 2 laki-laki tak dikenal itu.
Mereka tak bisa banyak bergerak. Kaki para pria itu menindih tubuh mereka. Rasa sesak bertambah karena mereka masih mengenakan masker di wajah.
"Kita enggak tahu dibawa ke mana. Pelakunya sempat bilang kita di Ciawi. Saya kan agak banyak tanya ke pelaku, terus beberapa kali coba bergerak karena badan saya sakit banget terjepit. Tapi, setiap gerak pelaku tuh memukul kepala saya, badan kita juga kan diinjak terus," kata SR.
Dalam gelap di dalam kabin, SR mengaku sesekali coba menengadahkan kepala, mengintip ke arah jendela belakang yang dibuka.
Ia melihat Rumah Sakit Annisa. Tanda bahwa mereka memang mengarah ke Citeureup. Mereka sama-sama tak tahu pukul berapa waktu itu.
Yang jelas, perjalanan tak kunjung berakhir, padahal mereka sudah ada di kawasan Citeureup.
Sopir angkot tak bicara apa-apa karena rasanya, ujar SR, juga ada dalam tekanan yang sama. Sopir hanya manut perintah pelaku untuk lurus atau putar balik.
Siapa pun tentu tak tahan dalam situasi itu. Di tengah ancaman, SR masih berani beberapa kali mendongak untuk melihat posisi mereka. Kedua laki-laki itu mulai menyerang. SR mengaku, beberapa kali ia juga dilecehkan secara seksual.
"Karena saya sering bertanya atau ngomong gitu ke dia, lalu disuruh diam. Sempat juga dilecehkan tapi kemudian saya tangkis tangannya dia, teman saya juga. Mereka bilang, 'makanya, diam'," jelas SR.
Dilepaskan setelah 4 jam, namun dirampas
Setelah beberapa kali perlawanan dibalas dengan serangan, SR akhirnya tahu motif dua laki-laki misterius itu mengurung mereka.
"Intinya bapaknya itu bilang, 'saya cuma butuh uang'. Habis itu tas kami digeledah, isinya dikeluarkan semua," ujar dia.
Setelah perjalanan yang lama dan terasa makin lama karena penyekapan yang mereka alami, SR dan RP akhirnya dibiarkan lolos.
Namun, bukan tanpa syarat. Sebelum dilepaskan pukul 02.00, harta mereka dirampas.
Masing-masing dari SR dan RP sama-sama kehilangan ponsel mereka, dirampas oleh 2 pria tersebut.
Tak hanya itu, kedua perampok itu juga melucuti barang berharga lainnya yang dibawa SR dan RP.
"Saya diambil handphone-nya lalu uang di dompet Rp 100.000, kemudian perhiasan, gelang dan anting," ungkap SR.
Sementara itu, perampok merampas pula uang tunai Rp 500.000 dari dompet RP. Tak berhenti di sana, kartu ATM milik RP dengan saldo sekitar Rp 2,8 juga ikut digasak.
Sekitar satu jam sebelum dilepaskan, perampok itu berkali-kali meminta nomor pin ATM milik RP.
Kala itu, RP masih mencoba peruntungan dengan membohongi pelaku dua kali soal nomor PIN.
Ia akhirnya pilih memasrahkan saldo di ATM-nya pada percobaan ketiga -- percobaan penentuan yang apabila gagal, dapat membuat kartu tertelan mesin ATM.
"Kalau sampai tertelan, kalian yang saya telan," ujar SR menirukan ancaman salah satu pria itu.
Mereka akhirnya dilepaskan di kawasan Jalan Mayor Oking, di tengah suasana gelap gulita dini hari dan dikelilingi kebun.
Jarak menuju kediaman masing-masing masih jauh, namun anehnya, para perampok itu menyisakan uang Rp 150.000 untuk para korban sebagai "uang untuk pulang".
Dilanda trauma hebat, mereka berjalan kaki cukup jauh, namun mereka kelelahan karena 4 jam disekap tanpa minum dan tubuhnya ditindih.
"Terus ada angkot nomor 41 lagi. Di dalamnya ada ibu-ibu juga, kami merasa mungkin akan aman," tutup SR soal angkutan yang akhirnya mereka tumpangi hingga ke kediaman masing-masing.
https://megapolitan.kompas.com/read/2020/06/23/11513881/kronologi-penyekapan-bidan-dan-perawat-di-angkot-tengah-malam-ponsel-dan