Siapa yang tak mengenal Rengasdengklok, tempat di mana Soekarno-Hatta diboyong Golongan Muda Indonesia untuk segera memproklamirkan Kemerdekaan.
Rengasdengklok telah menjadi saksi bisu pengantar negeri ini menuju gerbang kemerdekaan tepat di mana Soekarno-Hatta diculik golongan kaum muda.
Pada tanggal 14 Agustus 1945, Jepang mengirimkan surat ke kedutaannya di Swiss dan Swedia menyatakan menyerah pada Sekutu.
Posisi Jepang kala itu memang sedang terpojok pasca Kota Hirosima dibom oleh Amerika Serikat.
Ketegangan golongan tua dan golongan muda
Dikutip dari artikel Kompas.com yang berjudul “Hari Ini dalam Sejarah: Soekarno dan Hatta dibawa ke Rengasdengklok”, pada 15 Agustus 1945 golongan muda melakukan rapat di Ruang Laboratorium Mikrologi di Pegangsaan Timur membicarakan pelaksanaan proklamasi tanpa menunggu pihak Jepang.
Ketegangan antara golongan tua dan golongan muda muncul dalam menyikapi peristiwa kekalahan Jepang dari Sekutu.
Perbedaan pandangan tentang kapan waktu yang tepat mengumumkan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia antara golongan muda dan golongan tua itulah yang melatarbelakangi ketegangan tersebut.
Kala itu kabar penyerahan Jepang masih abu-abu. Belum ada konfirmasi dari otoritas Jepang di Jakarta.
Pemerintah Jepang dengan tegas melarang penduduk Indonesia mendengarkan radio luar negeri. Sehingga, kabar kekalahan Jepang sulit ditembus rakyat Indonesia.
Berkat keuletan para pemuda terutama yang bekerja di kantor berita Jepang, maka informasi mengenai pidato Kaisar Hirohito tentang Jepang menyerah tanpa syarat ke Sekutu dapat sampai ke Indonesia.
Menurut golongan muda Indonesia, kekalahan Jepang itu adalah waktu yang tepat untuk Indonesia merdeka. Golongan muda Indonesia mendesak agar proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia segera dilakukan.
Dilansir situs Kementerian Sekretariat Negara Rapublik Indonesia, para pemuda ini berseru kepada Bung Karno.
"Sekarang Bung, sekarang! Malam ini juga kita kobarkan revolusi!" kata Chaerul Saleh.
Dia juga menyakinkan Bung Karno bahwa ribuan pasukan bersenjata sudah siap mengepung kota dengan maksud mengusir tentara Jepang.
“Kita harus segera merebut kekuasaan!" tukas Sukarni berapi-api.
"Kami sudah siap mempertaruhkan jiwa kami!" seru mereka bersahutan.
Bahkan, Wikana malah berani mengancam Soekarno.
"Jika Bung Karno tidak mengeluarkan pengumuman pada malam ini juga, akan berakibat terjadinya suatu pertumpahan darah dan pembunuhan besar-besaran esok hari," ucap Wikana.
Soekarno Marah
Soekarno marah saat mendengar ancaman dari kelompok pemuda. Soekarno langsung berdiri dan menghampiri Wikana sambil berkata, "Ini batang leherku, seretlah saya ke pojok itu dan potonglah leherku malam ini juga! Kamu tidak usah menunggu esok hari!"
Sejenak suasana pun mencekam, semua orang merasa tegang. Soekarno tetap bersikeras akan tetap menunggu kejelasan status resmi dari Jepang.
Menurut Soekarno, proklamasi kemerdekaan tidak bisa dilakukan secara gegabah dan harus menunggu Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang telah dibentuk.
Soekarno dan golongan tua khawatir akan muncul korban jiwa jika Indonesia mengambil keputusan terburu-buru merdeka.
Pendapat tersebut membuat golongan muda galau menentukan keputusan kapan waktu yang tepat untuk memproklamirkan kemerdekaan.
Akhirnya, golongan muda Indonesia kembali melakukan rapat di Asrama Baperpi (Kebun Binatang Cikini) hari itu juga.
Hasilnya, mereka sepakat untuk menjauhkan Soekarno dan Hatta agar tak mendapat pengaruh Jepang.
Mereka pun memutuskan untuk menyingkirkan Soekarno dan Hatta ke luar kota untuk menjauhkan mereka dari segala pengaruh Jepang.
Ädam Malik pada tahun 1970 mengenang saat itu pemuda sepakat bahwa kemerdekaan harus dinyatakan sendiri oleh rakyat. Jangan menunggu kemerdekaan sebagai hadiah dari Jepang.
Saat itu, pasukan Peta telah siap untuk menghadapi segala kemungkinan yang timbul setelah proklamasi dinyatakan.
Soekarno-Hatta dibawa ke Rengasdengklok
Mengutip dari Harian Kompas tanggal 16 Agustus 1966, Soekarno dan Hatta akhirnya dibawa pergi ke Rengasdengklok dengan menggunakan kendaraan militer pada 16 Agustus 2020.
Golongan muda yang membawa Soekarno-Hatta kala itu terdiri dari Wikana, Aidit, Chaerul Saleh dan lainnya.
Rengasdengklok terletak di sebuah kecamatan di Karawang, Jawa Barat.
Daerah itu dipilih karena dinilai lebih aman dibandingkan Jakarta yang mempunyai kemungkinan mudah bergolak.
Wilayah ini merupakan daerah kekuasaan Peta.
Selain itu, di pertigaan Kedunggede yang menjadi jalur menuju Rengasdengklok terdapat pos penjagaan tentara Peta sehingga jikalau ada pergerakan tentara Jepang menuju Rengasdengklok dapat segera diketahui.
Rumah milik Djiauw Kie Siong, seorang petani keturunan Tionghoa dipilihlah untuk tempat persembunyian karena rumahnya kala itu tertutup rimbunan pohon dan tak mencolok.
Kedatangan Soekarno dan Hatta disambut baik rakyat Rengasdengklok. Bendera Jepang Hinomaru diturunkan oleh rakyat Rengasdengklok, diganti dengan bender merah putih.
“Sejak saat itu banyak penduduk yang juga menempelkan bendera merah putih yang terbuat dari kertas di rumah-rumah mereka. Rengasdengklok sudah bebas dari penjajahan Jepang,” ucap sesepuh Pembela Tanah Air (Peta), Pamoe Rahardjo.
Usai bendera itu dinaikan, pemuda dan rakyat berani melucuti tentara Jepang. Keberanian para pemuda dan rakyat ini menjadikan Rengasdengklok sebagai daerah pertama negara Republik Indonesia.
Perdebatan golongan muda dan golongan tua
Hingga 16 Agustus 1945 sore, Soekarno dan Hatta masih berada di Rengasdengklok.
Kedua orang ini berdiskusi dengan golongan muda terkait desakan untuk merealisasikan proklamasi Kemerdekaan Indonesia selama seharian penuh.
Sempat ada keraguan dan perdebatan antara golongan muda dan golongan tua. Namun, kedatangan Subardjo ke Rengasdengklok mengabarkan bahwa Jakarta aman dan Jepang memang benar sudah minta damai kepada Sekutu membuat kedua orang itu lega.
Soekarno-Hatta bersama golongan muda pun sepakat memprolamasikan kemerdekaan.
“Putusan berupa persetujuan ini kita namakan Persetujuan Rengas Dengklok. Soekarno-Hatta berjanji akan turut dan sedia menanda tangani proklamasi kemerdekaan rakyat itu, tetapi syaratnya harus ditanda tangani di Jakarta,” dikutip dari buku Adam Malik yang berjudul Riwayat Proklamasi 17 Agustus 1945 (1982:57).
Akhirnya pada malam harinya, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta.
Setelah kembali ke Jakarta, mereka melakukan perumusan teks proklamasi kemerdekaan di rumah Laksamana Maeda.
Sejarah mencatat, peristiwa Rengasdengklok menyatukan pendapat golongan muda dan golongan tua untuk memproklamirkan Kemerdekaan Indonesia.
Awalnya, proklamasi kemerdekaan rencananya akan dibacakan Soekarno-Hatta pada 17 Agustus 1945 di Lapangan IKADA (kini lapangan Monas) atau di rumah Soekarno di Jalan Penganggsaan Timur 56.
Namun karena Lapangan Ikada masih diduduki tentara Jepang, maka proklamasi kemerdekaan dilaksanakan di rumah Soekarno.
Teks proklamasi kemerdekaan Indonesia yang diketik oleh Sayuti Melik ini akhirnya dibacakan Soekarno kala itu.
https://megapolitan.kompas.com/read/2020/08/17/09192881/gelora-dari-rengasdengklok-amarah-bung-karno-dan-desakan-untuk-merdeka