Di satu sisi, pengusaha harus mengikuti peraturan pemerintah untuk menaikan UMK sebesar 4.21 persen.
Di sisi lain, ekonomi perusahaan tak mampu membayar karyawan dengan besaran upah tersebut.
"Inilah buah simalakama. Karena berkaitan dengan legal formal ketentuan pemerintah. Kalau sudah jadi putusan pemerintah mau enggak mau pengusaha harus tunduk, karena enggak dilaksanakan ada sanksi," kata dia saat dikonfirmasi, Rabu (18/11/2020).
Sejak awal, Apindo yang tergabung dalam Dewan Pengupahan Kota (Depeko) memang tidak setuju dengan naiknya UMK kota Bekasi.
Kondisi ekonomi perusahaan yang naik turun karena situasi pandemi pun jadi salah satu penyebabnya. Jika UMK dipaksakan tetap naik, Purnomo khawatir perusahaan kesulitan menggaji sehingga berujung terjadinya pengurangan karyawan di tahun 2021.
Pengurangan karyawan pun juga akan berdampak untuk keberlangsungan para pengusaha
"Justru yang kami harapkan kerja sama jangan sampai ada pengurangan tenaga kerja. Karena terjadi, efeknya multi player, pekerja menganggur, daya beli masyarakat berkurang," terang Purnomo.
Namun, Purnomo dan para pelaku usaha lain sepertinya tak punya banyak pilihan. Mau tak mau regulasi UMK yang tengah bergulir di ranah Pemkot Bekasi harus dijalankan walau kondisi usaha semakin terseok-seok.
Sebelumnya, rapat Depeko yang digelar kemarin menghasilkan keputusan naiknya UMK Bekasi sebesar 4,21 persen.
Jika naik 4,21 persen, UMK tahun depan akan naik sekitar Rp 193.000 atau mencapai angka Rp 4.782.934.
Hasil rapat ini nantinya akan diserahkan kepada Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi agar direkomendasikan ke Provinsi Jawa Barat.
Provinsi Jawa Barat pun akan mengesahkan UMK tersebut pada akhir tahun ini.
https://megapolitan.kompas.com/read/2020/11/18/16360761/asosiasi-pengusaha-kenaikan-umk-2021-kota-bekasi-bagai-buah-simalakama