JAKARTA, KOMPAS.com - Tepat pada tanggal 26 Januari 2020 atau setahun silam, Yohanes Herbertus Eijkenboom atau yang lebih dikenal dengan nama Johny Indo meninggal dunia.
Johny Indo wafat pada usia 72 tahun di kediamannya di Tangerang, Minggu pukul 07.45 WIB.
Sang cucu bernama Santa kala itu mengisahkan, Johny Indo sudah tampak kesulitan bernapas sebelum meninggal dunia.
Akan tetapi, Santa melanjutkan, pihak keluarga mengira Johny hanya masuk angin. Sehingga, almarhum diberikan pijitan.
“Tadi pagi pas mau dimandiin, di rumah, napasnya mulai engap-engapan. Dipikir masuk angin, jadi dipijitin,” ujar Santa, dilansir dari Kompas.com edisi Minggu (26/1/2020).
Hingga pada akhirnya, Santa mendengar kabar bahwa sang kakek telah mengembuskan napas terakhirnya.
“Harusnya hari ibadah di gereja kan. Karena kebetulan pagi kita dikabarin bahwa mengembuskan napas terakhir, otomatis kita enggak mengadakan ibadah,” ucapnya lagi.
Menurut Santa, kondisi kesehatan Johny memang sudah menurun sejak menjalani operasi hernia.
“Dia sakitnya cuma hernia sama jatuh. Habis operasi hernia itu kurang lebih sebulan. Karena anak-anaknya kerja, dia mungkin di rumah mau ambil apa-apa jatuh. Mulai dari situ enggak bisa bangun, sakit,” jelas Santa.
Pemakaman Johny Indo berlangsung pada keesokan harinya, Senin (27/1/2020), di TPU Selapajang, Kecamatan Neglasari, Kota Tangerang, Banten.
Johny Indo merupakan salah satu aktor terkenal di era 1980-an. Dia membintangi sejumlah film seperti Badai Jalanan.
Akan tetapi, namanya juga populer sebagai salah satu preman legendaris di Jakarta dan sekitarnya.
Menikah muda
Johny lahir pada 6 November 1948, berayahkan mantan serdadu Belanda bernama Mathias dan ibu orang Indonesia bernama Sophia.
Kata 'Indo' kemudian tersematkan pada namanya karena di lingkungan tempat tinggalnya di Mangga Dua, Jakarta, ada anak lain juga bernama Johny.
Menurut buku Johny Indo Tobat dan Harapan karya Willy A Hangguman, panggilan Indo itu bukan hanya untuk membedakan kedua anak bersama sama, tapi juga untuk mengolok-olok fisik Johny anak Mathias.
Pasalnya, Johny memiliki hidung yang sangat mancung dan bermata biru.
Beranjak remaja, menurut buku yang sama, Johny jatuh cinta kepada Stella, teman sekelasnya yang tinggal bersebelahan rumah dengannya. Kala itu, Johny duduk di kelas 3 SMP.
Sempat menolak, Stella pada akhirnya luluh kepada Johny. Bahkan, kedua remaja itu memutuskan menikah saat masih sama-sama berusia 16 tahun.
Menikah muda memaksa Johny bergonta-ganti pekerjaan, misalnya bekerja di bengkel sang ayah, supir truk, hingga menjadi bintang iklan berkat wajah tampannya.
Perampok kelas kakap berprinsip
Masih dari buku yang sama, Johny sejatinya mengalami kondisi finansial yang lebih baik saat menjadi bintang iklan.
Akan tetapi, Johny memilih berfoya-foya ketimbang menghemat pemasukannya. Alhasil, ia kembali mengalami kesulitan keuangan.
Suatu kali, seorang teman mengajaknya untuk merampok lantaran sama-sama tidak memiliki uang.
Johny setuju pada ide tersebut. Selain itu, dia cukup mudah mendapatkan senjata api.
"Awalnya main-main. Ketika itu saya coba-coba menembakkan senjata dan orang ketakutan. Bahkan ada orang yang meninggalkan hartanya. Setelah itu menjadi keterusan," tutur Johny mengenang dalam wawancara dengan SCTV pada Desember 2002.
Johny bersama komplotannya bernama Pachinko (Pasukan China Kota) kemudian bikin geger sepanjang 1970-an lewat deretan aksi perampokan terhadap orang-orang kaya asing di Indonesia.
Salah satu aksi terkenalnya adalah merampok toko emas di Cikini, Jakarta Pusat, pada 1979.
Selama sekitar 10 tahun aktif merampok, Johny mengaku berhasil mengumpulkan total 129 kilogram emas.
Sungguh bertolak belakang dengan kejahatannya, Johny bak karakter 'Robin Hood' bagi masyarakat miskin.
Diketahui, hasil rampoknya juga ia bagikan kepada orang-orang kurang mampu.
"Saat itu yang menjadi target rampok saya adalah orang-orang kaya asing di Indonesia. Mereka juga banyak mengambil harta dari Indonesia, makanya saya rampokin dan uangnya saya bagi-bagikan ke masyarakat miskin," kata Johny dalam sebuah acara yang digelar Kementerian Sosial RI di Bengkulu, diberitakan Kompas.com edisi 3 Desember 2014.
Selain itu, Johny punya kode etik. Selama merampok, ia dan komplotannya pantang membahayakan nyawa calon korban dan tidak boleh mengganggu perempuan.
Sehingga, para korban Johny minimal mengalami luka-luka ringan.
Pelarian dari Nusakambangan
Johny dan komplotannya masuk daftar pencarian polisi. Akan tetapi, mereka lolos berkali-kali.
Pada akhirnya, Johny ditangkap polisi pada 26 April 1979 di Cisaat, Sukabumi, Jawa Barat, setelah anggota Pachinko lebih dulu diamankan.
Johny kemudian divonis hukuman penjara selama 14 tahun dan mendekam di penjara Nusakambangan.
Baru menjalani masa tahanan selama tiga tahun, Johny kabur dari Nusakambangan dan lari ke hutan.
Menghadapi kerasnya persembunyian di hutan berisi binatang buas, Johny pun menyerah setelah 11 hari lari dari Nusakambangan.
Johny menyelesaikan masa hukumannya dan bebas pada 27 Februari 1988.
Jadi Aktor
Sebelum resmi bebas dari penjara, Johny Indo membintangi film mengenai kisah pelariannya dari Nusakambangan.
Dilaporkan Harian Kompas edisi 20 Maret 1987, Johny melakukan pengambilan gambar untuk film berjudul Johny Indo, Kisah Nyata Seorang Narapidana saat masih menjalani masa tahanan di Lembaga Pemasyarakatan Batu, Malang, Jawa Timur.
Film yang rilis di tahun yang sama itu kemudian menjadi sukses. Sehingga, Johny melanjutkan kiprahnya sebagai aktor selepas terbebas dari tahanan.
Tercatat, ia membintangi sejumlah film seperti Badai Jalanan, Titisan Si Pitung, Misteri Cinta, Tembok Derita, dan sebagainya.
Mualaf dan jadi pendakwah
Tak hanya itu, Johny mengalami perjalanan spritual. Dia memutuskan menjadi mualaf selepas keluar dari penjara.
Keputusan tersebut mendapat pertentangan dari pihak keluarga. Johny bahkan bercerai dengan istrinya, Stella.
Johny kemudian menjadi pendakwah sekaligus pengusaha batu akik di kawasan Poncol, Jakarta.
Berganti nama menjadi Ki Umar Billah Al-Jhon Indo, ia berdakwah dari kampung ke kampung.
"Saya berprinsip, hidup saat ini mencari makan halal saja. Walau itu kecil, asal berkah," ujar Johny, masih di acara di Bengkulu.
Johny juga menceritakan, dari usaha kecilnya, dia bisa menjadikan anaknya seorang dokter dan ahli IT di Hongkong.
"Masa anak preman bisa jadi dokter? Bisa, asal dijalankan mengharap ridho dari Allah," ungkapnya.
Johny mengaku pernah tak diberi honor saat menjadi penceramah. Kala itu, ia terpaksa harus pulang berjalan kaki berpuluh kilometer karena tak punya uang untuk naik angkot.
Namun, beberapa waktu kemudian, ia mendapatkan tawaran dari pengusaha kaya untuk mengisi ceramah di perusahaan pengusaha tersebut dengan bayaran jutaan rupiah.
"Saat itu saya terkejut, begitu besarnya uang tersebut," kata Johny.
Dalam acara yang sama, Johny mengungkapkan kisahnya berangkat haji ke Mekkah secara gratis.
"Saat itu, saya melihat sampah begitu banyak di selokan kampung saya, tak ada yang mau membersihkannya. Lalu, secara inisiatif, saya bersihkan sampah yang berbau busuk dan menumpuk itu. Secara tak sengaja, lewatlah pangeran Arab keturunan Raja Fahd. Dia turun dari mobil dan aneh melihat saya bertato membersihkan sampah," kenangnya.
Saat itu, pangeran Arab itu mengomentari tato yang dimilikinya dengan kata haram. Johny sempat mendebat hal tersebut.
Rupanya, pasca-pertemuan itulah pangeran Arab itu menjemputnya dengan jet pribadi agar Jhony berangkat haji dengan layanan super-VVIP.
"Itu hikmah dari kerja ikhlas, buahnya nikmat saya bisa berangkat haji," tambahnya.
Kini, telah setahun Johny wafat. Dilansir Tribunnews edisi Senin (27/1/2020), pada pusaranya saat pemakaman, tertulis nama Johny Indo sebagai: H. Umar Billah bin M. Yahya.
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/01/26/06000061/setahun-wafatnya-johny-indo-mantan-preman-perampok-emas-yang-peduli