Apabila Pilkada DKI Jakarta dilangsungkan pada tahun 2022, Arya memprediksi ada beberapa skenario yang bisa saja terjadi.
Skenario pertama dari sisi petahana, Anies akan maju kembali berpasangan dengan wakilnya Ahmad Riza Patria dan diusung oleh Partai Gerindra.
Namun, jumlah kursi Gerindra di DPRD DKI Jakarta tidak memenuhi persyaratan apabila mereka ingin maju sendiri.
Saat ini Gerindra hanya memiliki 19 kursi di DPRD DKI Jakarta. Karenanya, Arya menyebut, partai ini membutuhkan minimal 3 kursi untuk bisa mencalonkan Anies dan Ariza.
"Karena kalau misalnya Pak Anies maju di Pilpres, berarti kan Pak Anies kemungkinan akan mundur sebagai gubernur dan kursi gubernur akan lari menjadi milik Gerindra," kata Arya kepada Kompas.com, Kamis (28/1/2021).
Skenario kedua adalah, Anies dan Gerindra bisa saja pecah kongsi karena perbedaan pilihan politik pada Pemilihan Presiden 2024. Pada skenario kedua ini, Gerindra kemungkinan mengusung Ariza atau tokoh lainnya.
Apabila hal ini terjadi, maka Anies mungkin akan diusung oleh koalisi dari beberapa partai, seperti Partai Keadilan Sejahtera (PKS) atau Nasional Demokrat (Nasdem) sebagai syarat pencalonan.
"Nah jadi skenario kedua mereka pecah kongsi. Gerindra mencalonkan kadernya, karena kan Gerindra punya 19 kursi jadi hanya butuh beberapa kursi lagi," tutur Arya.
Kemudian dari sisi non-petahana, Arya menjelaskan, PDI-P bisa mengajukan nama calon tanpa perlu berkoalisi dengan partai lainnya.
Akan tetapi, hingga saat ini belum ada tokoh yang dianggap kuat atau tepat yang bisa diusung.
Kendati ada nama Menteri Sosial Tri Rismaharini yang beberapa kali mencuat, namun Arya menilai jika posisi Risma akan sangat dilematis.
Sebab saat ini, Risma baru saja menjabat sebagai pimpinan di Kementerian Sosial setelah mensos sebelumnya tersandung kasus korupsi.
"Jadi Bu Risma sangat dilematis, tergantung izin Jokowi (Presiden Joko Widodo). Kalau pun dia maju ya berarti itu menunjukkan bahwa jabatan menteri hanya baru loncatan saja dan sayang juga Kemensosnya ditinggal dalam situasi memprihatinkan," tutur dia.
Skenario kedua bagi non-petahana yakni PDI-P bisa mengajukan tokoh lain seperti Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Namun hingga saat ini, Arya menilai belum ada tokoh kuat yang bisa diusung oleh PDI-P.
"Jadi bisa untuk menyiapkan kuda-kuda di Pilpres misalnya. Tapi kemungkinan itu susah juga krena kan Puannya ingin maju Pilpres," kata Arya.
Pemerintah dan DPR saat ini tengah membahas rencana revisi UU Pemilu. Wakil Ketua Komisi II DPR RI Saan mustopa sebelumnya mengatakan, di dalam draf revisi RUU Pemilu, pelaksanaan Pilkada akan dilangsungkan pada 2022 dan 2023.
Penyelenggaraan Pilkada serentak ini lebih cepat dibandingkan dengan UU Nomor7 Tahun 2017 tentang Pemilu, di mana Pilkada akan diselenggarakan serentak bersama dengan Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden 2024.
"Ya kalau di draf RUU Pemilu kita memang seperti itu ya, 2024 rencana Pilkada diserentakan itu dinormalkan. Jadi 2022 ada Pilkada, 2023 ada pilkada, dan nanti kalau diserentakan itu di 2027 Pilkada," kata Saan saat dihubungi, Senin (25/1/2021).
Dalam draf revisi diatur, Pilkada 2022 diselenggarakan di daerah yang sebelumnya menyelenggarakan Pilkada pada 2017.
Sedangkan, Pilkada 2023 diselenggarakan di daerah yang sebelumnya menyelenggarakan Pilkada pada 2018.
Khusus pada tahun 2022, ada 101 daerah yang rencananya akan menggelar pemilihan serentak, salah satunya adalah DKI Jakarta.
Terakhir, Ibu Kota menggelar Pilkada pada tahun 2017 sehingga masa jabatan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad riza Patria akan berakhir pada 2022.
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/01/28/20253561/tiga-skenario-jika-pilkada-dki-digelar-2022-anies-risma-atau-riza-patria