"Salah satu penyebabnya karena krisis identitas bagi anak," kata Putu dalam konferensi pers di Mapolres Jakarta Barat, Rabu (3/2/2021).
"Pada saat krisis identitas, mereka akan mengelompokan diri pada kelompok tertentu untuk mudah menguatkan eksistensi mereka," lanjut Putu.
Saat berkelompok, mereka juga akan mempublikasikan aksi kekerasan yang dilakukan kelompoknya. Dari situ, mereka akan merasa dikenal dan menganggap dirinya diakui oleh masyarakat.
"Semakin viral eksistensi mereka, mereka dianggap diakui, disegani, dan ditakuti dalam konteks negatif," lanjut dia.
Putu menjelaskan, fenomena tawuran sudah lama ada di Jakarta.
"Di Jakarta sendiri sejak tahun 1968 tawuran sudah dianggap meresahkan," katanya.
Menurut dia, upaya pencegahan tawuran masih lemah. Sementara itu, belakangan ini, tawuran menjadi lebih sering dilakukan dengan adanya media sosial. Kelompok-kelompok anak muda dapat terlibat saling ejek di media sosial kemudian berujung dengan tawuran.
"Untuk saling bully dimulai online dan berakhir di offline, dengan tawuran," katanya.
Pola tersebut yang terjadi dalam tawuran antarkelompok di Tambora pada Kamis pekan lalu. Tawuran tersebut menewaskan seorang anak berinisial R (16).
Ada dua geng motor yang terlibat dalam tawuran tersebut, yakni Geng Balok yang berlokasi di Tambora dan Geng Pesisir 301 Jakarta Utara. Kapolres Jakarta Barat Kombes Pol Ady Wibowo menyampaikan, tawuran diawali dengan saling menantang di media sosial.
"Diawali dengan saling menantang di media sosial antara Geng Balok yang berada di Tambora dan Geng Pesisir 301 yang ada di Jakarta Utara," kata Ady, Rabu lalu.
Kedua kelompok kemudian bersepakat untuk bertemu pada Kamis dini hari, sekitar pukul 04.00 WIB.
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/02/03/18540391/kpai-krisis-identitas-salah-satu-sebab-tawuran-anak-di-bawah-umur