Salin Artikel

Kisah Pesepak Bola Liga 1 Bertahan Hidup Saat Kompetisi Vakum: Banting Setir Bisnis Konfeksi hingga Jual Mahar

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan baru-baru ini melakukan rapat koordinasi terkait rencana penyelenggaraan kompetisi liga di Indonesia.

Iriawan menggelar rapat bersama Kementerian Olahraga Republik Indonesia (Kemenpora), Polri, dan Satgas Penanganan Covid-19 di Gedung Kemenpora, Jakarta, Rabu (10/2/2021).

Meski telah menggelar rapat, masih belum ada kepastian kapan kompetisi sepak bola Indonesia dilaksanakan kembali setelah berhenti pada Maret 2020 karena pandemi Covid-19.

"Kami terus berusaha agar liga bisa bergulir lagi. Mudah-mudahan Polri bisa memberikan izinnya," ujar Iriawan.

Vakumnya kompetisi selama hampir setahun berdampak pada kondisi ekonomi para pemain sepak bola.

Tak sedikit dari para pesepak bola tersebut yang terpaksa banting setir demi memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Hal itu yang sedang dialami Reva Adi Utama (24). Mantan bek PSM Makassar itu sedang merintis bisnis konfeksi bersama istrinya, eks atlet tim nasional polo air Indonesia, Alya Nadira.

Selama dua bulan terakhir, Reva dan Alya membangun merek pakaian olahraga bernama Summa Indonesia, bisnis yang dipicu oleh ketakutan mereka tidak memiliki sumber penghasilan.

"Awalnya saya yang ingin punya brand pakaian renang sendiri, yang ngerjain konfeksi orang. Bilang ke Reva at the end gue pengin punya konfeksi sendiri, tapi bukan sekarang. Nanti kalau Reva udah bisa kasih modal," ucap Alya kepada Kompas.com, Kamis (11/2/2021).

"Saya bilang itu sambil menunggu kejelasan liga jalan dulu. Kan udah sampai meeting segala, ternyata enggak ada kejelasan. Akhirnya saya dan Reva mikir kita enggak bisa kayak begini. Kita punya anak, kebutuhan banyak. Bisa-bisa kita bangkrut," papar Alya.

Pasangan yang menikah pada Februari 2019 itu merasa tidak bisa mengandalkan tabungan tatkala kompetisi sepak bola masih tidak jelas, sedangkan mereka memiliki putra berusia 1 tahun.

"Jadi, saya bilang ke Reva: 'Ayo, kita pertaruhkan semuanya untuk beli mesin (konfeksi)'. Jadi kita tidak perlu berharap pada liga. Kalaupun liga jalan jadi bonus saja. Dengan pertimbangan Reva belum main lagi dan bisa bantu (bisnis), akhirnya kita pertaruhkan semua. Modalnya kan besar," urainya.

Reva menambahkan, demi merintis bisnis tersebut, ia dan Alya harus menjual aset bahkan mahar pernikahan mereka.

"Kita sudah jual emas, mahar juga kita jual. Rencananya aku juga mau jual tanah di Makassar untuk ekspansi bisnis," ucapnya.

Pilih bisnis ketimbang tarkam

Kompetisi liga yang belum menemukan kejelasan tak hanya berdampak pada ekonomi Reva.

Alya mengungkapkan, sang suami saat ini tak memiliki klub sejak kontraknya di Barito Putera habis.

"Kontrak Reva sudah habis. Sekarang dia enggak ada pemasukan dari mana-mana dan enggak ada klub yang mau perpanjang klub. Mereka enggak mau bikin blunder dengan kontrak pemain sementara liga belum ada," ujar Alya.

"Banyak pemain yang berstatus free transfer sekarang," lanjutnya.

Tak pelak, Reva semakin gigih dan fokus pada bisnisnya, termasuk sampai menjual aset.

Ia lebih memilih berbisnis ketimbang ikut kompetisi antarkampung (tarkam) yang beberapa pesepak bola terpaksa lakukan demi kondisi keuangan terjaga.

"Enggak berani tarkam, karena riskan juga. Bisa cedera, bahaya. Selain itu, sebelumnya di kontrak saya tertulis dilarang main tarkam. Kalau ketahuan, kena penalti," ungkapnya.

Reva merasa lebih beruntung dibandingkan rekan-rekan seprofesinya. Ia membeberkan, ada pesepak bola yang terpaksa jadi petugas keamanan demi memenuhi kebutuhan hidup.

"Banyak. Saya dapat informasi bahwa ada pemain yang pernah membela Sriwijaya FC sekarang jadi security di bank," ujar Reva.

Reva pun menambahkan, ada rekannya yang membuka warung hingga menjual sepatu bolanya demi mendapatkan uang.

"Banyak teman aku buka warung, jualan ayam. Sampai ada teman aku yang jual sepatu bolanya, lho. Mau bagaimana? Ada teman aku baru menikah, istrinya hamil muda. Bagaimana bisa memenuhi kebutuhan sementara situasi seperti ini?" ungkapnya.

Di sisi lain, Alya mengetahui adanya pemain bola yang melakukan tarkam.
"Sah-sah aja sih, kan liganya enggak jelas. Orang butuh duit kali buat makan. Emang anak istrinya enggak dikasih makan?" kata Alya.

Kritisi PSSI

Reva, dibeberkan Alya, mengalami pemotongan gaji sejak April 2020 di mana ia hanya menerima 25 persen dari angka yang tertera pada kontrak.

"Sejak April tahun lalu cuma dapat gaji 25 persen. Mungkin angkanya masih besar, tapi itu tidak cukup. Lifestyle pemain bola dengan masyarakat biasa itu beda. Atlet harus beli vitamin, suplemen, belum lagi saat harus latihan, nge-gym. Kan bayar," jelas Alya.

Persentase gaji tersebut, menurut Alya, tidak sesuai dengan imbauan PSSI kala itu yang meminta klub mengupah pemainnya sebanyak 50 persen dari kesepakatan.

"Tidak ada kejelasan dan kayak tidak dilindungi oleh PSSI. Pas (Reva) tanda tangan kontrak kedua dibilangnya liga jadi atau enggak, gaji dibayar 50 persen. Nyatanya tidak," keluhnya.

"Yang terdampak bukan cuma pemain bola, tapi banyak seperti pelatih dan wasit. Seharusnya ada bantuan. Ini yang rugi klub. Mestinya PSSI bantu talangin (gaji) dulu, nanti klub ganti setelah kembali normal," lanjut Alya.

Alya kemudian menyebut Persipura Jayapura, klub yang baru-baru ini terpaksa membubarkan tim karena sponsor berhenti memberi dana.

"Persipura kemarin tiba-tiba sponsornya enggak mau kasih uang. Pemainnya dibubarin begitu saja. Tidak ada perlindungan sama sekali. Berarti hitam di atas putih pada kontrak yang ditandatangani untuk apa dong? Formalitas doang?" ucap Alya.

Dia pun mempertanyakan mengapa kompetisi masih tak kunjung menemukan kepastian penyelenggaraan.

Pasalnya, lanjut Alya, ada fun football yang kini marak diadakan di masa pandemi yang diikuti para pesepak bola, termasuk Reva.

"Sekarang marak fun football, artis-artis main sama pemain bola. Mereka adain tur lho, main bola kemana-mana. Terus kenapa liga enggak bisa? Ini benar-benar kondisi sulit buat keluarga pemain bola," beber Alya.

Reva pun hanya bisa berharap liga bisa segera kembali bergulir sesuai protokol kesehatan.

"Harapan saya semoga liga bisa cepat bergulir dengan protokol yang sangat ketat. Seluruh orang yang terlibat seperti pemain harus mematuhi protokol biar polisi tidak merevisi dan menahan liga lagi. Penonton juga ikut disiplin mengikuti arahan polisi dan PSSI soal nonton di rumah saja. Biar sama-sama enak," tutup Reva.

https://megapolitan.kompas.com/read/2021/02/17/06000011/kisah-pesepak-bola-liga-1-bertahan-hidup-saat-kompetisi-vakum-banting

Terkini Lainnya

9 Jam Berdarah: RN Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

9 Jam Berdarah: RN Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

Megapolitan
Seorang Remaja Tenggelam di Kali Ciliwung, Diduga Terseret Derasnya Arus

Seorang Remaja Tenggelam di Kali Ciliwung, Diduga Terseret Derasnya Arus

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 2 Mei 2024, dan Besok: Malam Ini Hujan Petir

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 2 Mei 2024, dan Besok: Malam Ini Hujan Petir

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Mobil Terbakar di Tol Japek Arah Cawang | Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi Ditangkap

[POPULER JABODETABEK] Mobil Terbakar di Tol Japek Arah Cawang | Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi Ditangkap

Megapolitan
Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Megapolitan
Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Megapolitan
Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Megapolitan
Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Megapolitan
Ikut Demo May Day 2024, Buruh Wanita Rela Panas-panasan demi Memperjuangkan Upah yang Layak

Ikut Demo May Day 2024, Buruh Wanita Rela Panas-panasan demi Memperjuangkan Upah yang Layak

Megapolitan
Dua Orang Terluka Imbas Kecelakaan di Tol Jakarta-Cikampek

Dua Orang Terluka Imbas Kecelakaan di Tol Jakarta-Cikampek

Megapolitan
Korban Kedua yang Tenggelam di Sungai Ciliwung Ditemukan Tewas 1,2 Kilometer dari Lokasi Kejadian

Korban Kedua yang Tenggelam di Sungai Ciliwung Ditemukan Tewas 1,2 Kilometer dari Lokasi Kejadian

Megapolitan
Rayakan 'May Day Fiesta', Massa Buruh Mulai Padati Stadion Madya GBK

Rayakan "May Day Fiesta", Massa Buruh Mulai Padati Stadion Madya GBK

Megapolitan
Fahira Idris: Gerakan Buruh Terdepan dalam Perjuangkan Isu Lintas Sektoral

Fahira Idris: Gerakan Buruh Terdepan dalam Perjuangkan Isu Lintas Sektoral

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke