TANGERANG, KOMPAS.com - Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) Bandara Soekarno-Hatta menetapkan dua warga negara India sebagai korban penipuan.
Sebagai informasi, kedua WN India ini kedapatan menggunakan visa elektronik palsu saat memasuki Indonesia.
Adapun dua WNA India berinisial MJB dan SJV sempat ditangkap pihak Imigrasi Bandara Soekarno-Hatta di Bandara Soekarno-Hatta pada 12 Maret 2021.
Pada 22 Februari 2021 sebelumnya, petugas imigrasi lebih dulu menangkap MK, pengguna visa elektronik palsu lain dari negara yang sama, juga di Bandara Seokarno-Hatta .
Sementara itu, Kepala Kantor Imigrasi Bandara Soekarno-Hatta, Romi Yudianto, berujar bahwa MJB dan SKV merupakan korban penipuan.
"Yang dua orang itu (MJB dan SKV), yang datangnya terakhir, itu korban penipuan," ujar Romi saat ditemui di kantornya, Selasa (30/3/2021).
Berdasar pemeriksaan, MJB dan SKV merupakan korban penipuan dari sindikat penyelundupan orang sekaligus pemalsu visa elektronik Republik Indonesia.
Pasalnya, tujuan dua WN India itu datang ke Indonesia adalah untuk memperbaiki kehidupan mereka.
"Artinya, yang bersangkutan itu tujuannya mau mencari kehidupan dan memperbaiki kehidupan ekonomi mereka," tutur Romi.
Oleh karena itu, kedua korban tidak menyadari bahwa mereka ternyata menggunakan visa elektronik palsu Republik Indonesia dari seorang oknum.
Sedangkan untuk MK, Romi menyebut yang bersangkutan sepenuhnya menyadari bahwa dia menggunakan visa elektronik palsu.
MK diketahui membeli visa elektronik palsu sekaligus dengan tiket perjalanan dari New Delhi (India) menuju Jakarta, dan beberapa berkas lainnya.
Sehingga, dalam kasus ini pihak Imigrasi menetapkan MK sebagai tersangka.
"Iya, dia tersangka, tapi masih kami selidiki lagi," kata Romi.
Tersangka MK kemudian dijerat Pasal 121 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
"Ancaman penjara 5 tahun, setelah 5 tahun dipulangkan," ujar Romi.
Sebelumnya diberitakan, MK membeli paket perjalanan ke Indonesia sebesar Rp 97 juta.
"Paket itu meliputi penerbitan visa elektronik Republik Indonesia palsu, pengurusan visa Kanada, serta tiket perjalanan dari New Delhi (menuju) Jakarta. Lalu, tiket dari Jakarta ke Kanada," kata Romi.
MJB dan SKV juga membeli paket serupa.
Namun, MJB dan SKV membeli paket perjalanan dengan harga yang lebih murah, yakni Rp 40 juta.
"MJB dan SKV masing-masing membayar Rp 40 juta untuk paket perjalanan mereka," ucap Romi.
MJB dan SKV membeli paket perjalanan yang terdiri dari visa elektronik palsu Republik Indonesia dan tiket pesawat dari Dubai, Uni Emirat Arab, menuju Indonesia.
Ketiganya sedang diperiksa lebih lanjut di Kantor Imigrasi Bandara Soekarno-Hatta hingga waktu yang belum ditentukan.
"Berdasar temuan tersebut, MK, MJB, dan SKV melanggar Pasal 121 huruf B Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian," tutur Romi.
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/03/30/19480911/kasus-visa-elektronik-palsu-2-wn-india-dinyatakan-sebagai-korban-penipuan