TANGERANG, KOMPAS.com - Mafia di Bandara Soekarno-Hatta ini disebut polisi menawarkan jasanya kepada penumpang kedatangan luar negeri untuk bisa lolos masuk Indonesia tanpa harus menjalani karantina.
Polisi telah menangkap dua orang berinisial S dan RW yang diduga meloloskan satu orang Warga Negara Indonesia (WNI) berinisial JD yang baru tiba dari India.
JD mengaku menyerahkan uang sebesar Ro 6,5 juta kepada kedua pelaku sehingga tidak perlu menjalani kewajiban karantina Covid-19.
Kepada JD, S dan RW mengaku sebagai petugas di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang.
Punya kartu akses
Ketua Satuan Tugas (Satgas) Udara Penanganan Covid-19 Bandara Soetta Kolonel Pas MA Silaban mengatakan, kedua terduga mafia karantina bukan petugas di bandara.
S dan RW, menurut Silaban, adalah oknum yang punya kepentingan dengan instansi lain di bandara.
"Diduga kedua oknum itu, yang di sejumlah pemberitaan berinisial S dan RW, adalah pihak berkepentingan dengan instansi lain di bandara," kata Silaban dalam rilis resmi, Selasa (27/4/2021).
Oleh karena itu, Silaban melanjutkan, para tersangka memiliki kartu akses keluar masuk bandara.
"Oleh karena itu, mereka memiliki kartu pas bandara, dan mereka tidak bertanggung jawab, tapi justru melakukan penyalahgunaan kartu pas bandara," sambungnya.
Silaban pun menekankan bahwa pihaknya mendukung penuh pihak kepolisian dalam pengungkapan kasus mafia karantina itu bersama kantor Otoritas Bandara Wilayah I.
"Satgas Udara Penanganan COVID-19 mendukung penuh Polri untuk mengungkap kasus ini," ucapnya.
Sementara itu, Executive General Manager Bandara Soekarno-Hatta Agus Haryadi juga menyatakan bahwa S dan RW bukan petugas di bandara tersebut.
Keyakinan tersebut berdasarkan pengecekan yang dilakukan jajarannya terkait sosok dan kepentingan kedua pelaku di Bandara Soetta.
"Kami sudah melakukan pengecekan, dan memastikan bahwa dua oknum itu bukan petugas Bandara Soekarno-Hatta," ujar Agus dalam rilis yang sama.
Agus lantas mengimbau PT Angkasa Pura (AP) II dan instansi lainnya agar selalu menaati peraturan yang berlaku di Bandara Soekarno-Hatta.
"Baik dari AP II atau instansi lain yang berkepentingan di bandara agar selalu dapat menaati peraturan dan menjaga nama Bandara Soekarno-Hatta," jelasnya.
Relasi ayah-anak
Kabis Humas Polda Metro Jaya Yusri Yunus sebelumnya membeberkan, JD membayar uang sebesar Rp 6,5 juta kepada S yang mengaku sebagai petugas Bandara Soetta.
"Dia membayar Rp 6,5 juta kepada saudara S. Modus ini yang sementara kita lakukan penyelidikan," ujar Yusri dalam video yang Kompas.com terima, Senin (26/4/2021) malam.
Yusri juga mengungkapkan bahwa S dan RW berhubungan sebagai ayah dan anak.
"Kalau pengakuan dia (S dan RW) kepada JD, dia adalah pegawai bandara. Ngakunya doang. Dia sama anaknya. S itu sama RW itu anaknya. RW itu anaknya S," tambahnya.
Keduanya leluasa keluar masuk bandara. Mereka lah yang berperan dalam membantu JD lolos dari prosedur karantina Covid-19 selama 14 hari.
"Dia (S dan RW) bisa keluar masuk itu. Intinya ini mereka meloloskan orang tanpa melalui karantina," lanjut Yusri.
Pihak kepolisian pun masih mendalami kasus tersebut, termasuk kemungkinan adanya pelaku lain.
Adapun JD, dijelaskan Yusri, tiba dari India pada Minggu (25/4/2021) sekitar pukul 18.45 WIB.
Pihak kepolisian langsung mengamankan JD beserta S dan RW.
Polisi juga menemukan barang bukti berupa bukti pengiriman uang sebesar Rp 6,5 juta dari rekening JD.
Sampai saat ini, penyidik masih mendalami proses lolosnya JD tanpa melalui protokol kesehatan (prokes) yang berlaku di Bandara Soetta.
"Kalau ditanya seperti apa kenapa bisa lolos ini masih didalami oleh penyidik. Karena ada tiga tahapan di sana. Tahapan pertama masuk dengan pemeriksaan prokes, kesehatan, nanti akan dirujuk untuk karantina," kata Yusri.
Yusri menegaskan, walau keduanya telah diamankan namun penyidik tidak melakukan penahanan karena merujuk pada Undang-Undang Karantina Kesehatan yang ancaman di bawah lima tahun.
"Karena ini yang kita kenakan Undang-Undang tentang Karantina Kesehatan tentang wabah penyakit yang ancamanya di bawah 5 tahun. Tapi proses tetap berjalan," jelas Yusri.
Sebutan mafia karantina
Istilah 'mafia' dalam kasus karantina ini muncul pertama kali dari Yusri sendiri.
Sebab, menurut Yusri, sudah banyak kasus di mana orang-orang dari luar negeri dapat masuk ke Indonesia tanpa perlu melakukan karantina.
Mereka membayarkan sejumlah uang ke oknum yang mengaku petugas.
"Soalnya udah ramai orang-orang nakal ini. Orang-orang dari luar negeri tanpa karantina bisa bayar terus masuk. Makanya saya bilang ini mafia. Ini lagi kita dalami," ujar Yusri.
Untuk diketahui, pemerintah baru-baru ini memberlakukan kebijakan karantina selama 14 hari bagi WNI dan WNA yang tiba di Indonesia dari India.
Hal ini dikarenakan adanya mutasi virus Covid-19 varian B.1617 yang bermuatan mutasi ganda.
(Reporter : Muhammad Naufal / Editor : Jessi Carina)
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/04/28/06425661/siapa-mafia-di-bandara-soekarno-hatta-yang-dibayar-rp-65-juta-bukan