JAKARTA, KOMPAS.com - Polisi baru-baru ini mengungkap aksi mafia yang meloloskan penumpang kedatangan luar negeri dari kewajiban menjalani karantina kesehatan.
Seorang warga negara Indonesia (WNI) berinisial JD mengaku menyerahkan uang sebesar Rp 6,5 juta kepada sejumlah oknum di Bandara Soekarno-Hatta (Soetta) agar ia terbebas dari karantina.
Padahal, JD baru saja terbang dari India. Negara tersebut mengalami peningkatan kasus Covid-19 yang luar biasa beberapa pekan terakhir.
Pelaku dua orang
Kabid Humas Polda Metro Jaya Yusti Yunus mengatakan, JD membayar uang sebesar Rp 6,5 juta kepada S dan RW yang mengaku sebagai petugas Bandara Soetta.
S dan RW, dijelaskan Yusri, merupakan ayah dan anak.
"Kalau pengakuan dia (S) kepada JD, dia adalah pegawai bandara. Ngakunya doang. Dia sama anaknya. RW itu anaknya S," tambah Yusri.
Mereka lah yang berperan dalam membantu JD lolos dari prosedur karantina Covid-19 selama 14 hari.
Bukan petugas bandara
Ketua Satuan Tugas (satgas) Udara Penanganan Covid-19 Bandara Soetta, Kolonel Pas MA Silaban, mengatakan bahwa kedua terduga mafia karantina tersebut bukan petugas bandara.
S dan RW, menurut Silaban, adalah oknum yang memiliki kepentingan dengan instansi lain di bandara.
Oleh karena itu, mereka memiliki kartu akses keluar masuk bandara.
"Mereka memiliki kartu pas bandara, dan mereka tidak bertanggung jawab. Mereka justru melakukan penyalahgunaan kartu pas bandara," ujar Silaban dalam keterangan resminya, Selasa (27/4/2021).
Gunakan kartu pas Dinas Pariwisata
Secara terpisah, Kapolres Bandara Soetta Kombes Pol Adi Ferdian Saputra menyatakan, kedua orang tersebut menggunakan kartu pas Dinas Pariwisata DKI Jakarta.
"Kalau dari pass bandara yang ada pada mereka, tertera di pass bandara tersebut 'Dinas Pariwisata DKI'," ungkap Adi seperti dilansir Tribunnews.com.
Sebagai informasi, kartu pas bandara merupakan tanda izin masuk daerah terbatas pada Bandar Udara.
Kartu tersebut diterbitkan oleh Kantor Otoritas Wilayah pada masing-masing bandara.
Tidak ditahan
Meski terbukti bersalah, polisi nyatanya tidak menahan JD, S, dan RW.
Alasannya, mereka melakukan tindakan yang masuk ke dalam kategori tindak pidana ringan dengan ancaman pencara di bawah lima tahun.
Di dalam KUHAP tertulis bahwa tidak ada kewajiban penahanan untuk tindak pidana ringan. Meski demikian, polisi menegaskan proses hukum tetap berjalan.
"Tidak dilakukan penahanan, karena ini yang kita kenakan Undang-Undang tentang Karantina kesehatan tentang wabah penyakit yang ancamanya di bawah 5 tahun," ujar Yusri Yunus kepada wartawan, Selasa (27/4/2021).
JD sendiri kini tengah menjalani karantina kesehatan selama 14 hari, sembari kasusnya ditangani pihak kepolisian.
Pelaku baru ditangkap
Belakangan polisi menangkap satu pelaku lain, berinisial GC, sehingga total tersangka di kasus ini berjumlah empat orang.
GC berperan dalam pengolahan data penumpang yang masuk bandara.
"GC mendata orang untuk masuk rujukan (karantina) ke hotel, tapi (di kasus JD) hanya data yang masuk," ujar Yusri. Sementara JD tidak dikarantina.
Atas peran tersebut, JD mendapat porsi terbanyak dari uang yang dibayarkan JD, yakni Rp 4 juta.
(Penulis : Muhammad Isa Bustomi, Muhammad Naufal | Editor : Irfan Maullana, Jessi Carina)
Catatan redaksi:
Foto dalam berita ini sudah kami perbaiki dan ubah karena ada kesalahan dalam sumber foto dan penayangan identitas seseorang. Redaksi meminta maaf atas kesalahan ini. Lebih lengkapnya, kami sertakan tautan klarifikasi berikut ini.
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/04/28/18562181/fakta-mafia-karantina-di-bandara-soekarno-hatta-tersangka-baru-hingga
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.