JAKARTA, KOMPAS.com - Puluhan tahun menetap di rumah yang sama, seorang nenek berusia 82 tahun tak membayangkan harus menghadapi permasalahan banjir setiap tahunnya sejak 2015.
Saat Kompas.com menjumpainya, Ny. Silaen sedang terbaring di sofa di rumahnya yang berlokasi di RT 011 RW 03 Kelurahan Pinang Ranti, Kecamatan Makasar, Jakarta Timur, Senin (25/5/2021).
Sudah setahun terakhir Ny. Silaen tidak bisa berjalan akibat terjatuh dan tidak mendapat perawatan semestinya saat masih muda.
"Saya diwawancara sambil tiduran tidak apa-apa, ya?" katanya.
Permasalahan fisik Ny. Silaen boleh saja membatasi ruang geraknya. Akan tetapi, suara lantang yang ia keluarkan selama wawancara memperlihatkan semangat yang seolah-olah tak tergerus usia.
Seperti semangat yang ia perlihatkan untuk mencoba mendapatkan perhatian pemerintah terkait permasalahan banjir yang dihadapinya beberapa tahun terakhir.
"Saya sudah lama tinggal di rumah ini, sejak 1982. Tapi, baru 2015 saya pertama kali mengalami banjir. Tahun 2021 ini malah sudah beberapa kali," cerita Ny. Silaen.
Banjir terparah yang pernah Ny. Silaen alami adalah pada malam pergantian tahun dari 2019 ke 2020 atau banjir 2020 yang melanda Jakarta.
"Saat banjir 2020, untungnya di rumah saya sedang ada beberapa anak dan cucu. Saya dilarikan oleh mereka ke jalan besar," ujar Ny. Silaen yang memilih tinggal sendiri di rumah itu bersama asisten rumah tangga ketimbang satu atap dengan salah satu dari 7 anaknya.
"Tingginya? Kamu bisa lihat di dinding rumah ini. Masih ada bekasnya. Tapi, aslinya lebih tinggi lagi," imbuhnya.
Kompas.com melihat bekas banjir yang ditunjuk Ny. Silaen. Bekasnya setinggi paha orang dewasa.
Ny. Silaen melanjutkan ceritanya mengenai banjir 2020 tersebut. Air pada awalnya masuk dari salah satu kamar di rumahnya.
"Kami baru selesai berdoa. Datang cucu: 'Banjir.. banjir' dibilangnya masuk dari kamar. Lalu, air deras sekali datang dari jalan raya. Sejak banjir itulah saya tidak bisa jalan," paparnya.
"Airnya sangat deras, seperti suara sungai. Sebelumnya tidak pernah begitu," tambahnya lagi.
Banyaknya bangunan liar
Posisi rumah Ny. Silaen saat ini menjadi batas akhir saluran air di jalan utama sekitar pemukiman di sana, tepatnya di Jalan Raya Pintu 2 Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur.
Menurut Ny. Silaen, pada awalnya saluran air cukup tinggi ada di sepanjang Jalan Raya Pintu 2 TMII itu.
Namun, banyak bangunan liar didirikan di sekitar rumahnya tanpa diketahui pemilik tanah.
"Tanah itu katanya punya Yayasan Harapan Kita," ujar Ny. Silaen.
Bangunan liar itu didirikan dengan beton hingga menutup saluran air di sepanjang jalan tersebut.
Kontur rumah Ny. Silaen yang terletak di tanah menurun menyebabkan air mengalir ke saluran kecil di samping tanah kosong persis sebelah rumahnya setiap kali hujan turun.
Saluran air itu terlalu sempit untuk menampung banyaknya air ketika hujan.
"Karena itu, sekarang setengah jam saja hujannya, rumah saya sudah banjir," ucapnya lagi.
Sudah mengadu berulang kali
Dibantu anak-anaknya, Ny. Silaen sudah berulang kali mengeluhkan kondisi rumahnya setiap banjir kepada Ketua RT.
"Selalu diadukan, tapi tidak ada digubris," jawabnya.
Sementara pihaknya juga tidak bisa mengimbau para pemilik bangunan liar tersebut.
"Sudah saya bilang (ke pemilik bangunan liar): 'Kalian perhatikan saja saluran airnya'. Mungkin karena saya perempuan tua, tidak digubris orang," ucapnya lagi.
Menurut Ny. Silaen, aduannya sempat dibahas sampai pihak Kelurahan Pinang Ranti pada 2017.
Kala itu, sudah ada aksi pengukuran saluran air dari petugas setempat.
Dia pun mendengar bahwa para warga yang membangun bangunan liar sempat menandatangani kesepakatan untuk meninggalkan bangunan liar mereka.
Namun, para warga itu meminta penguluran waktu untuk pindah sehingga akhirnya malah tidak meninggalkan bangunan liar mereka sampai saat ini.
Ny. Silaen menambahkan, lurah setempat sudah mengunjungi dan melihat langsung kondisi rumahnya saat banjir 2020.
"Saya bilang ke lurah saat datang: 'Saya enggak percaya Bapak. Lurah enggak perhatian yang cuma rakyat saja'. Sudah lelah saya mengadu terus," lanjutnya.
"Setelah itu, rapat-rapat lagi mereka. Tapi, tidak ada kejelasannya sampai sekarang," katanya lagi.
Diakui Ny. Silaen, dulu ia sempat diberikan solusi terkait banjir, yakni ada pengurasan di saluran air setiap seminggu sekali.
"Tapi sejak Gubernur DKI sekarang, tidak pernah ada lagi pengurasan saluran air," kata Ny. Silaen.
Ny. Silaen hanya berharap agar pejabat setempat mendengarkan pengaduannya tersebut.
"Harapan saya, tolong diluruskan saja saluran airnya. Masalah bangunan liar itu terserah saja," pungkasnya.
Dibenarkan Ketua RT
Sementara itu, Ketua RT 011, Teguh membenarkan saluran air di Jalan Raya Pintu 2 TMII mengalami penyempitan.
"Yang saya tahu memang semenjak saya menjabat sebagai RT, saluran sudah mengecil," kata Teguh, yang dipercaya sebagai Ketua RT sejak 2019.
Dijelaskan Teguh, air saat hujan memang membanjiri khususnya rumah Ny. Silaen.
"Memang benar, sempitnya saluran air itu sangat mengganggu sekali bagi lingkungan kami, khususnya ke daerah rumah Ny. Silaen," ungkap Teguh, Senin.
"Air pembuangan dari Taman Mini meluap pasti ke daerah rumah tersebut. Mungkin memang karena pengecilan saluran akibat bangunan-bangunan yang kita tidak tahu (punya siapa)," sambungnya.
Menurut Teguh, ia tidak bisa berbuat banyak perihal bangunan-bangunan liar karena bukan daerah otoritas dirinya selaku Ketua RT.
"Itu (bangunan liar) bukan di wilayah saya. Sudah di wilayah RT 10 RW 2 kalau tidak salah," paparnya.
Teguh menegaskan, keluhan warganya telah sampai ke pihak kelurahan sehingga lurah pernah memantau.
Akan tetapi, menurutnya, pandemi Covid-19 menghambat penuntasan persoalan banjir itu.
"Yang jelas, Pak Lurah sudah paham sekali dan sudah melihat ke lokasi pada saat banjir dan turun ke rumah Ny. Silaen," kata Teguh.
"Tahun ini sudah 2 kali banjir. Jadi Pak Lurah sudah tahu. Dia tetap memperjuangkan itu. Mungkin, menindaklanjutinya membutuhkan estafet, tidak bisa langsung selesai seperti membalikkan telapak tangan," ucapnya lagi.
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/05/25/17262581/kisah-nenek-82-tahun-di-pinang-ranti-yang-protes-banjir-karena-bangunan