Hal itu menyebabkan sampai saat ini belum ada tersangka yang ditetapkan alias belum naik ke tingkat penyidikan.
"Proses hukum masih dalam tahap penyelidikan di seksi tindak pidana khusus," kata Herlangga kepada Kompas.com pada Rabu (4/8/2021).
"Teman-teman jaksa penyelidik pada seksi tindak pidana khusus masih melakukan pendalaman apakah dugaan tersebut cukup atau tidak untuk ditingkatkan ke tahap selanjutnya, yaitu tingkat penyidikan," ia menambahkan.
Herlangga mengklaim bahwa pihaknya terus terbuka soal perkembangan kasus.
Ia meminta masyarakat agar bersabar, sekaligus memohon dukungan agar para penyelidik di seksi pidana khusus "tetap sehat dalam menjalankan tugas".
"Tidak ada yang perlu merasa curiga. Penanganan perkara masih berlangsung," ujarnya.
"Jaksa penyelidik masih profesional. Masyarakat pun bisa memantau dan kita terbuka terhadap setiap perkembangan," lanjut Herlangga.
Dugaan korupsi di Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Kota Depok pertama kali diungkapkan oleh salah satu personel Damkar, yaitu Sandi Butar Butar.
Kasus yang diusut oleh Kejari Depok adalah dugaan penggelembungan dana pengadaan pakaian dinas lapangan tahun 2017-2019 serta pemotongan uang insentif penyemprotan disinfektan pada 2020.
Sejak pertama kali bergulir dan ditangani oleh seksi intelijen pada April 2021, Kejari Depok telah menggali keterangan dari sekitar 60 orang, termasuk di antaranya Kepala Dinas Gandara Budiana yang telah beberapa kali dipanggil.
Selain Gandara, pihak lain sudah beberapa kali dimintai keterangan, ketika kasus telah dilimpahkan ke seksi pidana khusus.
Di antaranya dua kepala bidang, kepala seksi, bendahara, staf surat menyurat, para kontraktor, staf ASN BKD Depok, serta 30-an tenaga honorer pada dinas tersebut.
Pengacara Sandi Butar Butar, Razman Nasution, mengaku gerah dengan lamanya pengungkapan kasus dan penetapan tersangka.
Menurut dia, sejumlah barang bukti yang diberikan kepada Kejari Depok selama proses penyelidikan sudah cukup terang bahwa ada unsur pidana dalam kasus ini.
"Saya meminta dengan sangat agar Kejaksaan Negeri Depok melakukan gelar dan menetapkan tersangka. Dan tersangka itu, ibaratnya, jangan hanya 'ikan teri'. Paling tidak, kepala dinas, karena patut diduga dia terlibat. Ini sudah berlangsung beberapa tahun," ujar Razman kepada Kompas.com, kemarin.
"Masak urusan itu 3 bulan belum dapat siapa pelakunya, apalagi sudah ada pengakuan bendahara bahwa ada pemotongan, termasuk soal PDL, honor. Kalau tidak (segera ditetapkan tersangka), kita wajar saja kalau bertanya-tanya, ada apa ini kejaksaan kok (lama) menetapkan tersangka di tingkat kota? KPK saja (menetapkan tersangka korupsi) menteri gampang," tandasnya.
Sandi sebelumnya secara terbuka mengungkap dugaan praktik korupsi atasannya.
“Kita tahu lah (sebagai) anggota lapangan, kita tahu kualitas, seperti harga selang dia bilang harganya jutaan rupiah, akan tetapi selang sekali pakai hanya beberapa tekanan saja sudah jebol,” kata Sandi, April 2021 lalu.
Ia juga mengemukakan soal pengadaan sepatu pakaian dinas lapangan (PDL) yang antara mutu dengan harganya tak sebanding.
Sepatu itu hasil pengadaan pada 2018 lalu. Penelusuran Kompas.com pada lewat situs resmi Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, pagu anggaran pengadaan dengan item bernama
"Belanja Sepatu PDL Pemadam Kebakaran" itu mencapai Rp 199,75 juta, sebanyak 235 pasang.
Itu berarti, harga setiap pasang sepatu itu mencapai sekitar Rp 850.000.
Sandi mempertanyakan mutu sepatu yang kini diserahkan ke kejaksaan sebagai barang bukti itu, lantaran tak seperti sepatu-sepatu PDL pada lazimnya, sepatu itu disebut tak dilengkapi besi pengaman.
"Saya lihat di online dengan gambar yang persis, kualitas yang sama, merek yang sama, itu kisaran Rp 400.000," ujarnya.
Sandi juga mengeluhkan perlengkapan yang tak tersedia di instansinya bekerja. Gagang khusus untuk menangkap ular, misalnya, harus dibuat sendiri oleh para petugas pemadam kebakaran karena tak tersedia. Kendaraan operasional juga jadi soal.
"Terkadang kita panggilan evakuasi naik motor pribadi," kata Sandi soal ketiadaan kendaraan operasional berupa sepeda motor.
"Untuk penyelamatan, evakuasi tawon, ular, dan sebagainya, juga kita pikir kalau kita bawa unit (mobil), itu TKP-nya gang sempit, enggak akan muat untuk mobil kita," tambah dia.
Selain pengadaan perlengkapan yang tak sesuai spesifikasi, Sandi juga mengaku tak menerima hak-hak finansial secara penuh.
“Hak-hak kita, pernah merasakan anggota disuruh tanda tangan Rp 1,8 juta, menerima uangnya setengahnya Rp 850.000. Itu dana untuk nyemprot (desinfektan) waktu zaman awal Covid-19," kata dia.
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/08/04/12372921/ini-alasan-kejaksaan-belum-mampu-tetapkan-tersangka-korupsi-damkar-depok