TANGERANG, KOMPAS.com - Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Tangerang Asep Sunandar mengakui ada perbedaan antara penghuni lapas yang tidur di kamar dan di aula.
Sebagai informasi, seorang narapidana mengungkap adanya dugaan praktik jual beli kamar ada di lapas itu saat sidang kasus kebakaran Lapas Kelas I Tangerang, di Pengadilan Negeri Tangerang, Kota Tangerang, Selasa (8/2/2022).
Namun, Asep mengaku tidak mengetahui hal tersebut karena baru menjabat kepala lapas belum lama ini.
"Saya Kalapas baru di sini dan para pejabat yang lain pun baru semua. Perlu dilihat kondisi kamar di Lapas Kelas I Tangerang sangat berbeda dengan lapas pada umumnya," paparnya kepada Kompas.com, Rabu (9/2/2022).
Asep menyebut, memang terdapat dua lokasi yang berbeda untuk penempatan para narapidana, yakni aula dan kamar.
Kata dia, kamar-kamar itu sudah tersedia sejak lama. Namun, kamar di lapas itu hanya dihuni oleh tahanan pendamping (tamping) sejak Asep belum menjadi Kalapas Kelas I Tangerang.
"Jadi lapas ini bentuk bloknya itu dalam bentuk paviliun. Dengan bentuk paviliun itu, sebagian besar adalah kamar-kamar besar yang berbentuk aula, itu tempat tinggal mereka (narapidana)," papar Asep.
"Adapun kamar-kamar yang kecil, yang tersedia itu, dari dulunya ya, saya tidak tahu, itu ditempati oleh orang-orang yang bekerja, dalam hal ini yang dikatakan tamping," sambung dia.
Untuk diketahui, tamping adalah warga binaan yang dipercaya dan dipekerjakan untuk melatih keterampilan warga binaan lainnya dan juga membantu pekerjaan petugas sehari-hari.
Asep melanjutkan, tamping yang mengisi kamar adalah tamping yang bekerja di masjid, dapur, kebersihan, dan lainnya.
Tamping dan narapidana biasa dipisahkan karena memang disediakan ruangan yang dapat digunakan oleh tamping.
Jika tak ada kamar di lapas itu, tamping dan narapidana bisa jadi akan dijadikan dalam satu ruangan.
"(Tamping) itu orang-orang bekerja lah. Orang-orang pekerja. Jadi mengapa mereka harus dipisahkan? Karena ada tempat, kalau tak ada tempat, tetap bersama," urai Asep.
Tak hanya itu saja, Asep menduga, tamping ditempatkan di kamar lantaran khawatir tidur mereka terganggu jika disatukan dengan narapidana biasa.
Jika tidur mereka terganggu, maka tamping tak akan bekerja dengan maksimal.
"Mengingat kalau para pekerja (tamping) itu bergabung dengan yang banyak, maka dia mungkin tidur bisa terganggu, besok bekerjanya mungkin kurang maksimal. Itu mungkin ya (alasan pemisahan tamping dan yang lain) dari awal sudah seperti itu penempatannya," papar Asep.
Praktik jual beli kamar
Dugaan praktik jual beli kamar di Lapas Tangerang diungkap salah satu napi bernama Ryan yang dihadirkan sebagai saksi dalam sidang kebakaran lapas.
Saar itu, majelis hakim bertanya sudah berapa lama Ryan mendekam di aula Blok C2, lokasi yang terbakar di Lapas Kelas I Tangerang.
Ryan mengaku sudah tiga bulan berada di aula. Dia lalu ditanya mengapa memilih tidur di aula.
"Yang di kamar prosesnya gimana?" tanya majelis hakim, saat sidang di PN Tangerang, Selasa kemarin.
"Ya masuk kamar bayar juga, orang lama," kata Ryan.
"Orang-orang masuk ke aula?" majelis hakim kembali bertanya.
"Ya bayar lah, enggak tahu juga," ujar Ryan.
"Di aula bayar?" tanya majelis hakim.
"Seminggu Rp 5.000," tutur Ryan.
Menurut Ryan, uang Rp 5.000 itu untuk kebersihan.
Lalu, saat ditanya berapa uang yang keluar untuk membayar kamar di Blok C2, Ryan mengaku narapidana keluar duit Rp 1 juta-Rp 2 juta.
"Ada yang bayar Rp 2 juta, ada yang Rp 1 juta," beber Ryan.
"(Bayaran itu) seterusnya sampai pulang. Sekali bayar saja," sambungnya.
Kesaksian Ryan soal jual beli kamar di Lapas Tangerang berhenti di situ.
Sebab, saat majelis hakim bertanya lebih lanjut soal kamar yang diperjualbelikan, jaringan antara PN Tangerang dan Lapas Kelas I Tangerang terputus.
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/02/09/17483661/ada-napi-yang-ditempatkan-di-kamar-dan-di-aula-lapas-tangerang-apa