Salin Artikel

KSOP Marunda Minta Perusahaan di Wilayahnya Tak Cemari Lingkungan

KOMPAS.com – Kepala Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Isa Amsyari mengingatkan sejumlah perusahaan di sekitar wilayah Pelabuhan Marunda, Jakarta Utara untuk tidak melakukan pencemaran lingkungan.

Oleh karenanya, dia meminta perusahaan-perusahaan tersebut menyerahkan sejumlah dokumen, termasuk analisis dampak lingkungan (Amdal).

Isa menerangkan, pihaknya sudah bertemu sejumlah pihak di ring satu serta warga Marunda Pulo. Mereka mengeluhkan adanya limbah polusi batu bara.

“Dari laporan warga yang paling potensi terbesar adalah cerobong asap pembakaran batu bara,” kata Isa, dikutip dari keterangan pers resminya, Jumat (4/3/2022).

Dia melanjutkan, pelabuhan bukan tempat industri, melainkan tempat aktivitas bongkar muat barang atau penumpang serta tempat menaruh barang sementara sebelum pengapalan atau sebelum dibawa truk pengangkut menuju pabrik pengolahan di luar pelabuhan.

“Enggak ada pabrik (di pelabuhan), yang ada lapangan (tempat bongkar muat). Hal yang mengidentifikasi itu adalah warga di sekitar pelabuhan yang memperhatikan. Pabrik (diduga mencemari udara) itu adanya di luar pelabuhan,” ujarnya.

Dengan adanya kondisi itu, Isa berjanji untuk menindaklanjuti hasil pertemuan dengan warga. Sebab, pelabuhan memiliki aturan main aktivitas bongkar muat dan perusahaan wajib menunjukkan Amdal masing-masing.

“Kalau belum ada Amdal ya akan diberi sanksi tidak bisa bongkar muat di pelabuhan,” tutur putra dari Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi tersebut.

Untuk menegaskan komitmen tersebut, KSOP sebelumnya telah mengundang sejumlah perusahaan yang beraktivitas di Pelabuhan Marunda.

Isa mengatakan, pihaknya sebagai regulator pun meminta semua perusahaan yang ada di kawasan Marunda untuk berkomitmen tidak mencemari lingkungan.

"Kewajiban mereka menjaga lingkungan dalam aktivitasnya agar tetap memperhatikan udara jangan sampai tercemar, itu kami mintakan komitmennya," kata Isa.

Selain itu, KSOP juga mengusulkan kepada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta untuk menyediakan alat ukur kualitas udara di wilayah Marunda.

“Kami juga sepakat diadakan klinik kesehatan bagi masyarakat Marunda. Selain agar keluhan masyarakat cepat ditangani, (klinik) bisa menjadi alat ukur analisa medis bagi warga yang berobat,” tuturnya.

Keluhan warga

Masalah pencemaran lingkungan saat ini tengah membayangi aktivitas di Pelabuhan Marunda. Masyarakat sekitar pun berulang kali melakukan sejumlah gerakan untuk menentang perusahaan-perusahaan yang beraktivitas di sekitar wilayah Marunda.

Salah satu warga Marunda Pulo bernama Ade Aqil mengaku, pencemaran udara disebabkan oleh pembakaran batu bara.

“Kami yang tinggal berseberangan langsung dengan kawasan industri Marunda benar-benar merasakannya. Terutama di RT 001, RT 002, RT 003, serta RW 07. Jelas sekali terlihat asap hitam keluar dari cerobong Kawasan Berikat Nusantara (KBN),” ujarnya.

Selain Ade, Ketua RT 02 RW 07 Sugiyanto memaparkan, perusahaan-perusahaan di kawasan Marunda kerap menimbulkan kebisingan pada siang dan malam hari.

Menurutnya, cerobong asap yang mencemari lingkungan berasal dari pabrik pengolahan minyak sawit milik salah satu perusahaan di KBN.

“Antara rumah dengan perusahaan cuma dihalangi satu sungai. Jadi ketika angin barat daya menerbangkan asap, itu luar biasa dampaknya. Terutama bagi ibu-ibu, mereka khawatir kondisi kesehatan anak-anak di rumah,” tutur Sugiyanto.

Dia mengakui bahwa aksi menuntut perusahaan Karya Citra Nusantara (KCN) selaku pengelola kawasan pelabuhan untuk bertanggung jawab merupakan langkah salah alamat.

“Mereka warga pendatang yang mengisi Rusun Marunda, tidak paham. Justru keberadaan KCN memperbaiki fasilitas hidup warga. Banyak warga sini yang bekerja di sana. Aksi perusahaan itu ke warga juga lebih besar daripada perusahaan-perusahaan yang mencemari lingkungan,” papar dia.

Meski demikian, Sugiyanto berharap perusahaan-perusahaan di wilayah Marunda untuk lebih memperhatikan masyarakat sekitar yang terdampak.

“Ada tiga hal yang kami minta perhatiannya, yakni soal kesehatan warga, pemberdayaan ekonomi masyarakat, serta perhatian terhadap lingkungan tempat kami tinggal,” ujarnya.

Respons perusahaan

Ditemu secara terpisah, Kepala Departemen Health, Safety, and Environment (HSE) dan Wastewater Treatment Plant (WWTP) PT Asianagro Agung Jaya, Fransiskus Alvyanto mengatakan, upaya pengelolaan serta pemantauan lingkungan dalam AMDAL sudah dilaporkan sekali dalam satu semester.

“(Laporannya) dikirimkan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KHLK), DLH DKI Jakarta, dan Suku DLH Kota Jakarta Utara,” tuturnya.

Fransiskus memastikan, pengukuran gas buang tidak melebihi ambang batas. Dia juga yakin dugaan pencemaran lingkungan di Marunda bukan berasal dari gas buang cerobong mesin-mesin produksi perusahaan.

Sementara itu, petugas DLH DKI Jakarta dan Kecamatan Cilincing yang sempat berkunjung ke pabrik mengatakan bahwa produksi pangan berbasis sawit sudah dilakukan sesuai standar lingkungan yang sehat dan berkelanjutan.

Petugas DLH bahkan menjelaskan proses produksi di pabrik, termasuk bagaimana pihak pabrik menyimpan batu bara yang digunakan sebagai bahan bakar.

Fransiskus melanjutkan, PT Asianagro Agung Jaya berkomitmen untuk mengurangi penggunaan energi batu bara dengan mengembangkan teknologi konversi menjadi gas untuk boiler bertekanan medium 30 ton.

Teknologi itu, sebut dia, ditargetkan akan masuk uji coba pada kuartal III-2022. Sehingga pada kuartal IV-2022, produksinya bisa langsung dilakukan secara massal.

“Jadi nanti saat akhir tahun Asianagro tidak lagi menggunakan boiler batu bara. Jadi tidak lagi utama, hanya sebagai cadangang. Utamanya nanti mempergunakan gas,” imbuhnya.

Adapun Corporate Secretary PT KCN Bella Mardiana mengungkapkan, pihaknya sangsi dengan informasi paparan debu batu bara yang sampai ke pemukiman warga.

Sebab, menurut dia, aktivitas bongkar muat yang dilakukan perusahaan terhalang bangunan Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP).

Meski demikian, pihaknya tetap berupaya memperkecil kemungkinan tersebut dengan menunjukan ketentuan atau standar prosedur operasional (SOP) dari KSO.

“Seperti menyiram stockpile yang ada, memasang jaring tinggi yang dialiri air sehingga mampu meluruhkan debu yang mungkin tertiup ke udara, serta menutup muatan pada kendaraan pengangkut batu bara,” paparnya.

https://megapolitan.kompas.com/read/2022/03/04/13470211/ksop-marunda-minta-perusahaan-di-wilayahnya-tak-cemari-lingkungan

Terkini Lainnya

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Sendiri Pakai Senpi

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Sendiri Pakai Senpi

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi Online di Jakbar, Leher Sopir Dijerat dan Ditusuk

2 Pria Rampok Taksi Online di Jakbar, Leher Sopir Dijerat dan Ditusuk

Megapolitan
Polisi Periksa Kejiwaan Orangtua yang Buang Bayi ke KBB Tanah Abang

Polisi Periksa Kejiwaan Orangtua yang Buang Bayi ke KBB Tanah Abang

Megapolitan
Golkar Buka Peluang Lanjutkan Koalisi Indonesia Maju pada Pilkada DKI 2024

Golkar Buka Peluang Lanjutkan Koalisi Indonesia Maju pada Pilkada DKI 2024

Megapolitan
Di Tanah Tinggi Hampir Mustahil Menyuruh Anak Tidur Pukul 10 Malam untuk Cegah Tawuran

Di Tanah Tinggi Hampir Mustahil Menyuruh Anak Tidur Pukul 10 Malam untuk Cegah Tawuran

Megapolitan
Cekoki Remaja dengan Narkoba hingga Tewas, Pelaku: Saya Tidak Tahu Korban Masih Dibawah Umur

Cekoki Remaja dengan Narkoba hingga Tewas, Pelaku: Saya Tidak Tahu Korban Masih Dibawah Umur

Megapolitan
Polisi Periksa 5 Saksi Terkait Kasus Begal Mobil di Tajur Bogor

Polisi Periksa 5 Saksi Terkait Kasus Begal Mobil di Tajur Bogor

Megapolitan
Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, Petugas: Mereka Keukeuh Ingin Gunakan Alamat Tak Sesuai Domisili

Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, Petugas: Mereka Keukeuh Ingin Gunakan Alamat Tak Sesuai Domisili

Megapolitan
Keluarga Tolak Otopsi, Korban Tewas Kebakaran Cinere Depok Langsung Dimakamkan

Keluarga Tolak Otopsi, Korban Tewas Kebakaran Cinere Depok Langsung Dimakamkan

Megapolitan
Beberapa Warga Tanah Tinggi Terpaksa Jual Rumah karena Kebutuhan Ekonomi, Kini Tinggal di Pinggir Jalan

Beberapa Warga Tanah Tinggi Terpaksa Jual Rumah karena Kebutuhan Ekonomi, Kini Tinggal di Pinggir Jalan

Megapolitan
Polisi Tewas dengan Luka Tembak di Kepala, Kapolres Jaksel Sebut karena Bunuh Diri

Polisi Tewas dengan Luka Tembak di Kepala, Kapolres Jaksel Sebut karena Bunuh Diri

Megapolitan
Polisi Dalami Dugaan Perempuan Dalam Koper di Bekasi Tewas karena Dibunuh

Polisi Dalami Dugaan Perempuan Dalam Koper di Bekasi Tewas karena Dibunuh

Megapolitan
Bursa Pilkada DKI 2024, Golkar: Ridwan Kamil Sudah Diplot buat Jabar

Bursa Pilkada DKI 2024, Golkar: Ridwan Kamil Sudah Diplot buat Jabar

Megapolitan
Prioritaskan Kader Internal, Golkar Belum Jaring Nama-nama untuk Cagub DKI

Prioritaskan Kader Internal, Golkar Belum Jaring Nama-nama untuk Cagub DKI

Megapolitan
Korban Kebakaran di Depok Ditemukan Terkapar di Atas Meja Kompor

Korban Kebakaran di Depok Ditemukan Terkapar di Atas Meja Kompor

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke