TANGERANG SELATAN, KOMPAS.com - "Kalau masalah gaji ya enggak seberapa. Maaf saja, yang penting tujuan ya itu, buat ke akhirat," kata Ningsih (42).
Ningsih baru selesai mengajar di sebuah Madrasah Ibtidaiah (MI) yang tidak jauh dari rumahnya, di Serua, Ciputat, Tangerang Selatan, saat ditemui Kamis (14/2/2022) sekitar pukul 11.30 WIB.
Tempat ia mengajar dan rumahnya hanya berjarak beberapa ratus meter. Di rumahnya yang sederhana itu, ia bercerita soal kesibukannya sehari-hari.
Ningsih sudah lebih dari 22 tahun menjadi guru MI. Namun, dalam empat tahun belakangan, ia memiliki pekerjaan tambahan.
Ibu tiga anak itu juga mengajar mengaji di sebuah masjid di Serua.
"Ya ingin bagi-bagi (ilmu) ke anak-anak. Itu kan menjadi sedekah jariyah kita buat nanti di akhirat. Itu sih tujuan utama," kata Ningsih, ketika ditanya motivasinya menjadi guru mengaji.
Selain mengajar untuk Taman Pendidikan Al Quran (TPA) itu, ia juga menjadi guru les mengaji privat.
"Kalau privat habis sepulang sekolah, pukul 12.30 sampai 14.30 WIB setiap hari. Muridnya dua. Kalau yang di Masjid (TPA) itu mengajar setiap hari Senin sampai Jumat, pukul 15.30 sampai 17.00 atau 17.30 WIB," ujar Ningsih.
Ingin berbagi
Ningsih sebenarnya sudah lama ingin menjadi guru mengaji. Namun, tawaran baru datang empat tahun lalu.
"Nah kebetulan ada teman, dia nawarin tuh, ada guru yang berhenti. Terus saya masuk," ucap dia.
Bagi Ningsih, menambah pekerjaan tidak melulu soal menambah pendapatan. Tujuannya mengajar yakni ingin berbagi.
"Tujuan utama ya itu, punya sedikit ilmu ya kita bagi, begitu. Amal jariyah kan," kata Ningsih.
Uang urusan belakangan. Toh, pendapatan sebagai guru mengaji nominalnya tidak besar-besar amat.
Setiap bulan, Ningsih mengantongi uang tidak sampai Rp 2 juta dari pekerjannya menjadi guru mengaji.
"Bukan masalah nominal. Punya sedikit ilmu saya, ingin saya jadikan sedekah. Selagi mereka manfaatkan (ilmunya), selagi mereka pakai, insya Allah ngalir terus pahalanya," tutur Ningsih.
Selain itu, Ningsih tahu betul manfaatnya menambah tali silaturahmi.
Pekerjannya sebagai guru mengaji membuat ia kenal dengan para orangtua murid. Ningsih menyebutnya sebagai 'tali persaudaraan'.
"Memperpanjang rezeki. Kan banyak ibu-ibu yang pasti pada nganter anaknya, jadi kenal," kata Ningsih.
Kalau para orangtua murid ada acara, Ningsih kerap diundang untuk menjadi pembaca doa atau dikirimi makanan.
"Jadi silaturahmi itu tetap terjalin. Rezeki yang enggak terduga. Gara-gara silaturahmi," ujar Ningsih.
Banyak sukanya
Ningsih bingung ketika ditanya dukanya menjadi guru ngaji empat tahun belakangan ini.
"Kayaknya lebih banyak sukanya ya. Kalau dukanya kalau hujan tuh, hujan deras. Paling kehujanan di jalan. Begitu saja sih. Selebihnya sih alhamdulillah enak saja," kata Ningsih.
Awal pandemi sempat membuat kegiatan belajar mengaji di wilayahnya berhenti selama tiga bulan. Namun, setelah itu, aktivitas mengaji berlanjut.
Hal yang paling disuka Ningsih adalah ketika para orangtua murid memberikan perhatian lebih kepadanya.
"Kami senang banget walaupun enggak seberapa. Bukan masalah nilainya atau harganya, tetapi perhatian mereka untuk kami," ucap Ningsih.
"Kayak hari buruh, mereka kasih sesuatu. Pokoknya ada acara momen-momen tertentu, mereka pasti kasih sesuatu ke kami," kata dia.
Harapan Ningsih, ia ingin diperhatikan oleh pemerintah.
Ada program dari pemerintah terkait bantuan untuk guru mengaji atau pengurus masjid di wilayahnya. Namun, Ningsih belum bisa mendapatkan bantuan itu.
"Saya belum didaftarin program bantuan. Abang saya marbot, sudah dapat tuh. Saya belum," kata Ningsih.
Program bantuan itu, lanjut Ningsih, biasanya cair tiga hari sebelum Hari Raya Idul Fitri.
"Saya sempat tanya, nanti kalau ada (program) dan kuota, saya mau. Tetapi sekarang belum ada kabar lagi," ujar Ningsih.
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/04/17/11352981/kisah-ningsih-dan-tujuannya-berbagi-sebagai-guru-mengaji