DEPOK, KOMPAS.com - Kuasa hukum terdakwa MMS (69), Barbie Kumalasari mengatakan, tindakan terdakwa mencabuli para santrinya merupakan sebuah penyakit.
"Sepertinya sudah menjadi penyakit, kalau kita nilai. Karena kan dari kronologis sendiri, dia (terdakwa) melakukan secara spontan, melihat suasana aman," kata Barbie kepada wartawan, Selasa.
Menurut dia, MMS melakukan aksi pencabulan karena mempunyai kesempatan, bukan karena khilaf.
"Lagi berada di dalam kamar dengan mengajak mengaji, menyuruh masuk kamar, pura-pura menjahit pakaian, tiba-tiba didatangi. Ada yang dicium dan dibuka celananya, jadi kelihatannya penyakit. Nanti lebih jelasnya dijelaskan saksi-saksi," tambah Barbie.
Kendati demikian, Barbie bersama timnya akan menyiapkan beberapa alat bukti yang dapat meringankan hukuman terdakwa di persidangan selanjutnya.
Menurut dia, hal yang dapat meringankan hukuman kliennya yakni MMS berprofesi sebagai guru mengaji yang membebaskan iuran surat persetujuan pembayaran (SPP) selama tiga tahun kepada santri.
Kemudian, terdakwa juga membebaskan biaya makan dan minum untuk para santri.
"Itu segi positif dari beliau yang mungkin bisa setidaknya meringankan, dan beliau sangat kooperatif mengakui (perbuatannya) dan menjalankan persidangan," sambung Barbie.
Dalam dakwaannya, Kepala Kejaksaan Negeri Depok, Mia Banulita selaku JPU mendakwa MMS telah melakukan pencabulan terhadap beberapa santriwatinya secara berulang kali.
"Hari ini dibacakan dakwaan terkait perbuatan-perbuatan yang cabul terhadap 10 santriwatinya yang dilakukan secara terus menerus dan berulang di tempat dia (terdakwa) mengajar mengaji," kata Mia.
Mia menyatakan perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur pada Pasal 82 ayat (1), ayat (2), ayat (4) Jo pasal 76 E Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Mia mengatakan, terdakwa menerima surat dakwaan yang dibacakan JPU terkait tindakannya terhadap para santri-santrinya.
"Kesimpulannya terkait surat dakwaan yang dibacakan oleh jaksa, penasehat hukum terdakwa tidak keberatan dengan apa yang dibacakan," ujar Mia.
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/04/26/20461861/guru-agama-didakwa-cabuli-10-santri-di-depok-kuasa-hukum-terdakwa-itu