JAKARTA, KOMPAS.com- Beberapa orangtua berniat menunda imunisasi dasar lengkap untuk anaknya, akibat bingung menyiapkan obat penurun panas jika terjadi demam.
Salah satu warga Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan Eflin mengatakan, dirinya akan menunda penundaan pemberian imunisasi bagi anaknya karena khawatir anaknya mengalami kejadian ikutan paska imunisasi (KIPI) usai vaksin.
"Ada satu vaksin yang seharusnya bulan ini jadwalnya, tapi saya tunda, karena kadang ada kemungkinan anak demam sesudah vaksin kan," kata Eflin warga Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan kepada Kompas.com, Senin (24/10/2022).
Menurut Eflin, selama pemberian imunisasi dasar anaknya sudah dua kali mengalami demam.
Dahulu saat anaknya mengalami KIPI seperti demam usai mendapatkan imunisasi dasar, Eflin cukup memberikan obat sirup agar anaknya sembuh.
Namun kini dia tidak dapat memberikan obat demam tersebut karena khawatir dengan kandungannya. Ia pun sudah membuang semua obat sirup baik yang biasa diberikan untuk anak maupun anggota keluarga lainnya yang dewasa.
"Iya, ditunda dulu lah (imunisasi dasar anak) sampai semua masalah gagal ginjal dan obat-obatan ini jelas,” ucap dia.
Tidak jauh berbeda dengan Eflin, Eli warga Eli salah satu warga di Ciputat, Tangerang Selatan juga terpikir untuk menunda imunisasi untuk anaknya.
“Memang belum jadwalnya sih, tapi jadi kepikiran sih soal obatnya kalau misal anak gua demam abis vaksin ya,” kata Eli saat dihubungi terpisah.
Namun dia menegaskan dirinya tidak meragukan manfaat imunisasi untuk sistem kekebalan tubuh anaknya terhadap berbagai jenis penyakit tertentu.
Untuk diketahui, sampai saat ini Kementerian Kesehatan menyebutkan dugaan gangguan ginjal akut misterius diakibatkan oleh keracunan (intoksikasi) etilen glikol baru muncul setelah terjadi kasus serupa di Gambia.
Puluhan anak di negara itu meninggal karena mengonsumsi parasetamol sirup produksi India yang mengandung senyawa etilen glikol (EG).
Sebagai antisipasi meningkatnya kasus gagal ginjal akut misterius pada anak-anak itu, Kemenkes meminta tenaga kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan untuk sementara tidak meresepkan obat-obatan dalam bentuk sediaan cair atau sirup.
Selain itu, Kemenkes juga meminta seluruh apotek untuk sementara tidak menjual obat bebas dan/atau bebas terbatas dalam bentuk cair atau sirup kepada masyarakat.
Sejumlah merek obat sirup dipastikan aman
Namun, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) kemarin sudah menyampaikan, tenaga medis dan fasilitas kesehatan dapat meresepkan lagi 156 obat sirup yang sudah dinyatakan aman dari zat pelarut tambahan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Hal ini tertuang dalam Surat Plt. Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan No. SR.01.05/III/3461/2022 tanggal 18 Oktober 2022, tentang Petunjuk Penggunaan Obat Sediaan Cair/ Sirup pada Anak dalam rangka Pencegahan Peningkatan Kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA)/(Atypical Progressive Acute Kidney Injury).
Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr. M Syahril mengatakan, obat-obatan sirup ini dipastikan tidak menggunakan Propilen Glikol, Polietilen Glikol, Sorbitol, Dan/Atau Gliserin/Gliserol, dan aman sepanjang digunakan sesuai aturan pakai.
"(Boleh diresepkan kembali) Jenis obat yang boleh digunakan sesuai dengan rekomendasi Badan POM," kata Syahril dalam siaran pers, Selasa (25/10/2022).
Daftar 156 obat sirup tanpa zat pelarut tambahan terdiri dari 133 obat yang ditelusuri dari data registrasi BPOM dan 23 obat dari 102 daftar obat Kemenkes yang ditemukan di rumah pasien gangguan ginjal akut misterius.
Selain itu, tenaga kesehatan juga dapat meresepkan atau memberikan 12 obat, yang sulit digantikan dengan sediaan lain sampai didapatkan hasil pengujian dan diumumkan oleh BPOM RI.
"12 merk obat yang mengandung zat aktif asam valporat, sidenafil, dan kloralhidrat dapat digunakan, tentunya pemanfaatannya harus melalui monitoring terapi oleh tenaga kesehatan" ujar Syahril.
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/10/25/17595021/imbas-penghentian-obat-sirup-emak-emak-di-tangerang-tunda-imunisasi-anak