JAKARTA, KOMPAS.com - Usai tilang manual dihapuskan, tilang elektronik atau electronic traffic law enforcement (ETLE) mulai diberlakukan.
Ada banyak hal yang menjadi perhatian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) terkait penerapan regulasi baru ini.
Masih ada celah pungli
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Djoko Setijowarno mengatakan, dalam penerapan tilang elektronik ini, celah bagi petugas untuk melakukan pungutan liar masih ada meskipun meskipun tilang manual telah dihapus.
Djoko menilai penerapan tilang elektronik lewat kamera ETLE memang bisa menghilangkan pungli oknum polisi yang bertugas di lapangan.
Namun, kini celah untuk melakukan pungli justru berpindah pada petugas di kantor yang memproses tilang elektronik.
Djoko menilai akan ada saja oknum-oknum tertentu yang saling berhubungan terkait tilang yang dikirimkan melalui email ataupun pesan WhatsApp usai tertangkap kamera ETLE itu.
"Kecurangan itu pasti ada, enggak sama semua memang, tapi gimana caranya kita membuat orang yang curang itu malu dan tidak berbuat lagi," ujar diam
Djoko berpendapat, potensi pungli ini bisa saja terjadi bukan hanya faktor budaya curang oknum petugas.
Menurit dia, ratusan juta masyarakat Indonesia memiliki banyak sekali perangai. Salah satu perangai yang menonjol adalah berbuat melanggar aturan.
Slogan "aturan itu ada untuk dilanggar" seolah sudah menjadi rahasia umum.
"(Masyarakat) Indonesia itu kreatif kan untuk berbuat curang, bukan kreatif berbuat positif saja," ucap dia.
Efektivitas ketertiban masyarakat berkendara
Regulasi itu bisa membuat petugas kepolisian tak lagi mencegat pengendara di jalanan atau mendirikan pos-pos pemeriksaan dan memberikan surat tilang kepada pengendara yang melanggar aturan lalu lintas.
Pekerjaan polisi lalu lintas itu akan digantikan dengan kamera ETLE statis di beberapa titik dan kamera ETLE dinamis yang bisa dibawa ke mana-mana oleh petugas saat berpatroli di jalanan.
Regulasi ini dianggap menjadi solusi yang baik agar pengendara yang melanggar bisa ditindak secara tepat dan cepat tanpa harus menunggu tepergok petugas di lapangan.
Diharapkan para pengemudi akan selalu berusaha patuh dan tertib aturan lalu lintas yang ada.
Namun, untuk bisa melihat seberapa efektif tilang itu membuat masyarakat menjadi tertib, masih perlu evaluasi lebih lanjut.
Regulasi belum bisa dinilai efektivitasnya karena pelaksanaannya saja baru sepekan.
"Kalau seminggu ya belum bisa lah. Ini kan bukan barang sulap-sulapan, semua itu butuh proses," ujar Djoko.
"Sesuatu itu tidak ada yang gampang, semua ini butuh proses. Evaluasinya bisa dilakukan sebulan sekali," imbuh dia.
Sementara, sifat melanggar aturan dan keinginan untuk selalu tertib dalam berlalu lintas itu tidak mudah terjadi bagi seluruh masyarakat.
Ia meyakini, masih banyak masyarakat menggampangkan soal pelanggaran lalu lintas karena tak ada petugas polisi yang berjaga.
Djoko mengingatkan agar masyarakat tidak berpikir untuk melanggar aturan berkendara hanya karena tidak ada polisi yang berjaga, melainkan untuk keselamatan diri pribadi.
"Memang petugas polisinya belum tentu ada di lokasi atau melihat langsung pelanggaran tersebut, tapi artinya masyarakat juga harus sadar tertib lalu lintas," tegas dia.
57 ETLE statis tidak cukup
Djoko menilai 57 kamera tilang elektronik atau Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) statis masih kurang untuk memantau pelanggaran lalu lintas di Jakarta.
Saat ini, Ditlantas Polda Metro Jaya ETLE statis sudah terpasang di 57 titik ruas jalan DKI Jakarta, dan 10 unit ETLE mobile.
"Belum cukup," kata Djoko.
Saat penempatan atau ketersediaan ETLE statis itu tidak cukup, sementara ETLE Mobile tidak banyak, maka pelanggaran-pelanggaran lalu lintas masih akan terus terjadi.
Karena penyediaan ETLE statis terbatas, diusulkan agar polisi memperbanyak ETLE dinamis atau mobile.
Dia sendiri belum bisa memastikan berapa jumlah pasti ETLE statis dan dinamis yang diperlukan oleh Ibu Kota Jakarta.
Namun, ia menilai kamera ETLE mobile akan lebih efektif untuk mengawasi ketat pelanggaran berkendara di Jakarta.
Untuk diketahui, ETLE mobile telah dilengkapi fitur Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan sehingga mampu merekam semua jenis pelanggaran.
"Enggak bisa, untuk bisa menjangkau setiap sudut ya (ETLE) mobile," ucap Djoko.
Dalam pelaksanaannya, ETLE mobile juga dinalai lebih efisien untuk dapat menilang siapa saja masyarakat yang berkendara menggunakan kendaraan yang tidak sesuai standar.
"Jadi polisi menilang pelanggar lalu lintas, tetapi menggunakan di kamera tilang elektronik yang bisa dibawa kemana-mana. Enggak usah bawa kertas, bawa kamera aja muter-muter kota," ucap dia.
Jangan sering pinjamkan kendaraan
Djoko mengingatkan, agar masyarakat tidak sering meminjamkan kendaraan kepada orang lain mulai saat ini.
"Makanya hati-hati kalau meminjamkan kendaraan. Ya jangan sering meminjamkan kendaraan (setelah ETLE diterapkan)," kata Djoko.
Djoko mengatakan, meminjamkan kendaraan kepada orang lain berisiko besar bagi pemiliknya.
Saat orang yang meminjam kendaraan itu melakukan pelanggaran lalu lintas dan tertangkap kamera ETLE, maka surat tilang elektronik akan dikirimkan kepada pemilik nomor kendaraan tersebut.
Pihak yang berwenang tidak akan mengirimkan surat tilang elektronik itu kepada siapa yang menggunakan kendaraan pada saat melanggar.
Sebab, kamera ETLE tidak mampu mengidentifikasi setiap pemilik atau bukan pemilik kendaraan itu.
"Penggunanya (pemilik kendaraan) pun yang kena sasaran, akan diberi waktu dua sampai tiga hari untuk mengklarifikasi benar atau tidak dia yang melanggar," ujar Djoko.
"Yang mungkin terjadi adalah antara pemilik kendaraan dengan yang menggunakan (kendaraan saat melanggar) itu berbeda," tambah dia.
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/11/02/08340651/catatan-seputar-etle-masih-ada-celah-pungli-hingga-peringatan-tak-asal