Salin Artikel

Keputusan Anies soal UMP DKI 2 Kali Dibatalkan Pengadilan, Bukti Dasar Hukum Tak Kuat?

Hasilnya, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) memutuskan menguatkan putusan PTUN Nomor 11/G/2022/PTUN.JKT.

Dengan kata lain, Pemprov DKI Jakarta kalah dalam banding ini.

Kekalahan Pemprov DKI disambut baik oleh pengusaha. Sebaliknya, buruh menolak putusan PTTUN.

Keputusan PTTUN

PTTUN merilis keputusan soal pengajuan banding Pemprov DKI itu melalui sistem informasi penelusuran perkara (SIPP) PTTUN pada Selasa kemarin.

"Menguatkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 11/G/2022/PTUN.JKT, tanggal 12 Juli 2022 yang dimohonkan banding," demikian putusan majelis hakim.

Adapun putusan PTUN Nomor 11/G/2022/PTUN.JKT menyatakan membatalkan Keputusan Gubernur (Kepgub) DKI Jakarta Nomor 1517 Tahun 2021 tentang UMP 2022 tertanggal 16 Desember 2021 yang diteken Gubernur DKI Jakarta saat itu, Anies Baswedan.

Sebagai informasi, berdasarkan Kepgub Nomor 1517 Tahun 2021, UMP DKI Jakarta tahun 2022 naik 5,1 persen atau setara Rp 225.667 menjadi Rp 4.641.854.

Putusan lainnya yang dikuatkan PTTUN adalah Pemprov DKI wajib menerbitkan aturan baru mengenai UMP 2022 berdasarkan Rekomendasi Dewan Pengupahan DKI Jakarta Unsur Serikat Pekerja/Buruh Nomor: I/Depeprov/XI/2021 tanggal 15 November 2021 sebesar Rp 4.573.845.

Pemprov DKI diminta ikuti putusan PTTUN

Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono menyebutkan, Pemprov DKI Jakarta sebaiknya mengikuti keputusan PTTUN.

Mengingat, Pemprov DKI kini tengah menggodok nilai UMP DKI tahun 2023.

"Ya, sebentar lagi UMP 2023 (diputuskan) kan, ya saya pikir, (Pemprov DKI) tinggal dijalankan aja putusan (PTTUN)," tutur Gembong melalui sambungan telepon, Rabu (16/11/2022).

Sebab, kata Gembong, Pemprov DKI tak memiliki kepastian hukum atas UMP DKI 2022 selama setahun ini.

"Pilihannya kan itu, supaya ada kepastian hukum kan. Kalau enggak, kan enggak ada kepastian. Satu tahun berarti enggak ada kepastian hukum (atas UMP DKI 2022) kan," kata dia.

Gembong menegaskan, Pemprov DKI kini juga sebaiknya fokus menggodok UMP DKI 2023.

Keputusan Anies tak beralasan kuat

Gembong lantas menilai Anies terbukti tidak menggunakan landasan hukum yang kuat saat menetapkan UMP DKI 2022.

Sebab, kata dia, kepgub soal UMP DKI 2022 dibatalkan dua kali oleh pengadilan di tingkat pertama dan kedua.

"Persoalannya, kebijakan itu (Kepgub Nomor 1517 Tahun 2021) dikeluarkan tidak mencermati segala aspek yang berkaitan dengan rasionalisasi kenaikan UMP 2022," kata Gembong.

Karena tak rasional, kata Gembong, Kepgub Nomor 1517 Tahun 2022 yang diteken Anies digugat hingga berujung kalah di PTUN dan PTTUN.

Menurut dia, jika landasan pembuatan aturan UMP DKI 2022 kuat, proses di pengadilan tak mungkin kalah.

"Persoalannya kan gitu. Kalau alas hukumnya kuat, pasti enggak mungkin kan dikalahkan," urai Gembong.

Putusan PTTUN disambut baik pengusaha

Di sisi lain, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) DKI Jakarta menyambut gembira putusan PTTUN itu.

Wakil Ketua Apindo DKI Nurjaman mengaku baru menerima informasi terkait keputusan PTTUN itu pada Rabu kemarin.

"Saya baru terima tadi pagi informasinya, diputuskan kemarin per tanggal 15 (November 2022), bahwa banding Pemprov DKI atas putusan pengadilan ditolak oleh PTTUN," ucap Nurjaman melalui sambungan telepon, Rabu.

Nurjaman berujar, PTTUN telah membuat keputusan yang sesuai harapan Apindo DKI.

Menurut dia, putusan PTTUN itu semakin memperjelas bahwa nilai UMP DKI Jakarta adalah Rp 4,5 juta.

"(Putusan PTTUN) itulah yang sesuai dengan harapan kami. Sekarang sudah jelas bahwa dasar untuk UMP DKI 2022 adalah berdasarkan putusan itu," ujar Nurjaman.

Meskipun banding baru diputuskan menjelang akhir 2022, Nurjaman meyakini putusan PTTUN itu tetap bakal berdampak positif kepada para pengusaha se-Ibu Kota.

"Tentu kami menyikapi ini adalah positif. Gitu saja. Kami bersikap optimistis, jangan pesimistis," sebut Nurjaman.

Tanggapan buruh

Berbeda sikap, buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak putusan PTTUN.

"Sikap Partai Buruh dan KSPI menolak. Saya ulangi, sikap partai Buruh dan KSPI menolak keputusan PTTUN," tegas Presiden KSPI Said Iqbal dalam konferensi pers secara virtual, Rabu.

Ia menyebutkan, KSPI menolak putusan PTTUN karena tahun 2022 bakal segera berakhir. Sementara itu, upah para buruh pada Januari-Oktober telah dibayarkan.

Menurut Said, para buruh tak mungkin mengembalikan perbedaan nilai dari upah yang diterima.

"Upah itu sudah dibayar, 2022 sudah mau selesai. Masa kami mau mengembalikan upah yang sudah dibayar, pasti buruh akan mengamuk dalam tanda petik ya," kata Said.

Said Iqbal menambahkan, besaran UMP 2022 juga penting sebagai acuan untuk menetapkan kenaikan nilai UMP tahun depan.

UMP DKI 2023 pun kini tengah dibahas oleh Dewan Pengupahan DKI.

"Nah sekarang kalau mau memutuskan UMP (DKI) 2023, masa menggunakan, based on, UMP PTUN? Padahal yang dibayarkan (adalah) UMP yang telah diputuskan oleh gubernur sebelumnya. Kacau ini," ujar Said.

Duduk perkara kenaikan UMP DKI 2022 yang digugat

Pada 20 November 2021, Anies menetapkan UMP DKI Jakarta tahun 2022 hanya naik 0,85 persen atau sebesar Rp 37.749 menjadi Rp 4.453.935 melalui Keputusan Gubernur Nomor 1395 Tahun 2021.

Besaran UMP Rp 4.453.935 ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan aturan turunannya yang mengatur penghitungan UMP yang sudah baku, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.

Massa buruh kemudian menolak kenaikan UMP tersebut dan mendesak Anies mencabut keputusannya.

Massa buruh berulang kali berdemo di Balai Kota DKI Jakarta untuk menuntut Anies merevisi besaran UMP DKI Jakarta 2022.

Pemprov DKI kemudian berjanji kepada buruh akan merevisi besaran UMP DKI Jakarta 2022.

Akhirnya kenaikan UMP Jakarta pun direvisi menjadi naik 5,1 persen atau sebesar Rp 225.667 pada 16 Desember 2021, sehingga UMP DKI Jakarta tahun 2022 menjadi Rp 4.641.854.

Dalam merevisi UMP, Anies menggunakan tiga dasar hukum terkait dengan kekhususan Jakarta sebagai daerah ibu kota.

Dasar hukum pertama yang digunakan adalah Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Republik Indonesia.

Dasar hukum kedua, Anies menyandingkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang diubah beberapa kali dalam Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020.

Dasar hukum ketiga yaitu Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang diubah dalam Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020.

Sebelum merevisi besaran UMP 2022, pada 22 November 2021, Anies melayangkan surat nomor 533/-085.15 tentang Usulan Peninjauan Kembali Formula Penetapan UMP 2022 kepada Menteri Ketenagakerjaan.

Melalui surat itu, Anies menyampaikan bahwa kenaikan UMP 2022 di DKI Jakarta yang sebelumnya hanya Rp 37.749 atau 0,85 persen masih jauh dari layak dan tidak memenuhi asas keadilan.

Pemprov DKI Jakarta kemudian mengkaji ulang formula UMP tahun 2022 dengan menggunakan variabel inflasi (1,6 persen) dan variabel pertumbuhan ekonomi nasional (3,51 persen).

Dari kedua variabel itu, keluar angka 5,11 persen yang dinyatakan sebagai angka kenaikan UMP tahun 2022.

Namun, DPP Apindo DKI Jakarta menolak revisi kenaikan UMP tersebut. Apindo DKI Jakarta bersama PT Educo Utama dan PT Century Textile Industry kemudian menggugat kenaikan UMP ke PTUN Jakarta pada 13 Januari 2022.

https://megapolitan.kompas.com/read/2022/11/17/06493601/keputusan-anies-soal-ump-dki-2-kali-dibatalkan-pengadilan-bukti-dasar

Terkini Lainnya

Dianggap Menganggu Warga, Restoran di Kebon Jeruk Ditutup Paksa Pemilik Lahan

Dianggap Menganggu Warga, Restoran di Kebon Jeruk Ditutup Paksa Pemilik Lahan

Megapolitan
Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Jemaah Haji Asal Bogor Diimbau Waspada dan Jaga Kesehatan

Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Jemaah Haji Asal Bogor Diimbau Waspada dan Jaga Kesehatan

Megapolitan
Tiap Hari, Jukir Liar Minimarket di Koja Mengaku Harus Setor ke RW

Tiap Hari, Jukir Liar Minimarket di Koja Mengaku Harus Setor ke RW

Megapolitan
Aturan Walkot Depok, Dishub Wajib Rilis Surat Kelayakan Kendaraan 'Study Tour'

Aturan Walkot Depok, Dishub Wajib Rilis Surat Kelayakan Kendaraan "Study Tour"

Megapolitan
Penyelenggara 'Study Tour' di Depok Diimbau Ajukan Permohonan 'Ramp Check' Kendaraan ke Dishub

Penyelenggara "Study Tour" di Depok Diimbau Ajukan Permohonan "Ramp Check" Kendaraan ke Dishub

Megapolitan
KNKT Telusuri Lisensi Pilot Pesawat Tecnam P2006T yang Jatuh di Tangsel

KNKT Telusuri Lisensi Pilot Pesawat Tecnam P2006T yang Jatuh di Tangsel

Megapolitan
KNKT Sebut Pesawat Jatuh di Tangsel Statusnya Bukan Pesawat Latih, tapi Milik Perseorangan

KNKT Sebut Pesawat Jatuh di Tangsel Statusnya Bukan Pesawat Latih, tapi Milik Perseorangan

Megapolitan
Jenazah Korban Pesawat Jatuh Telah Diambil dari RS Polri, Kini Dibawa Keluarga Menuju Rumah Duka

Jenazah Korban Pesawat Jatuh Telah Diambil dari RS Polri, Kini Dibawa Keluarga Menuju Rumah Duka

Megapolitan
948 Calon Jemaah Haji Asal Kota Bogor Diberangkatkan pada Musim Haji 2024

948 Calon Jemaah Haji Asal Kota Bogor Diberangkatkan pada Musim Haji 2024

Megapolitan
Casis Bintara yang Dibegal di Kebon Jeruk Dapat Hadiah Motor Baru

Casis Bintara yang Dibegal di Kebon Jeruk Dapat Hadiah Motor Baru

Megapolitan
Jenazah Korban Pesawat Jatuh di Tangsel Utuh, RS Polri: Kematian Disebabkan Benturan

Jenazah Korban Pesawat Jatuh di Tangsel Utuh, RS Polri: Kematian Disebabkan Benturan

Megapolitan
Jasad Wanita di Selokan Bekasi, Polisi Masih Dalami Dugaan Korban Hamil

Jasad Wanita di Selokan Bekasi, Polisi Masih Dalami Dugaan Korban Hamil

Megapolitan
Muncul Lagi meski Sudah Ditertibkan, Jukir Liar di Koja: Makan 'Gimana' kalau Dilarang?

Muncul Lagi meski Sudah Ditertibkan, Jukir Liar di Koja: Makan "Gimana" kalau Dilarang?

Megapolitan
Sebelum Hilang Kontak, Pilot Pesawat Jatuh di Tangsel Sempat Hubungi Menara Pengawas

Sebelum Hilang Kontak, Pilot Pesawat Jatuh di Tangsel Sempat Hubungi Menara Pengawas

Megapolitan
KNKT Pastikan Pesawat yang Jatuh di Tangsel Tidak Punya 'Black Box'

KNKT Pastikan Pesawat yang Jatuh di Tangsel Tidak Punya "Black Box"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke