Di Pasar Tasik, Cideng Timur, Jakarta Pusat, itu, dia menjual baju hasil desainnya sendiri. Pasar ini buka setiap Senin dan Kamis sejak pukul 04.00 WIB hingga 13.00 WIB.
“Namanya Pasar Tasik, ya karena kebanyakan asal pedagang-pedagangnya dari Tasik,” kata Rinaldi saat ditemui Kompas.com, Senin.
Rinaldi sudah berjualan di pasar yang mayoritas pedagangnya berjualan dengan mobil itu sejak 2018.
Di bawah naungan Koperasi Surya Alga Amanah (SAA), setiap bulannya Rinaldi harus membayar uang sewa lahan Rp 2 juta.
“Setiap bulannya harus bayar Rp 2 juta. Tiap hari (jualan), ada harus bayar Rp 60.000 sebagai uang kebersihan dan parkiran,” kata Rinaldi.
Rinaldi bercerita, setiap Senin dan Kamis, akan ada petugas khusus yang menagih uang sewa. Pedagang diberi kebebasan untuk menentukan nominal yang ingin diserahkan pada hari itu.
“Tiap hari ada petugas yang datang, bebas mau kasih berapa, yang penting selama sebulan biaya Rp 2 jutanya lunas,” tutur dia.
Kebanyakan diproduksi sendiri
Modal yang dibutuhkan untuk berjualan di sana, menurut Rinaldi, bisa mencapai ratusan juta rupiah. Selain untuk biaya sewa, dia juga harus memikirkan biaya produksi.
“Semuanya desain sendiri. Kebanyakan pedagang di sini memang produksi sendiri, sudah punya langganan konveksi masing-masing,” kata dia.
Di Pasar Tasik, Rinaldi menjual baju muslim wanita. Dari penjualannya selama sehari, dia bisa meraup untung Rp 10 juta.
“Ya, bisa sampai Rp 10 juta. Tergantung barangnya juga,” tutur dia.
Kebanyakan pengunjung yang datang membeli baju secara grosiran untuk dijual kembali.
“Kebanyakan orang daerah, cari baju di sini untuk dijual lagi,” pungkas Rinaldi.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/03/01/09260331/pasar-tasik-buka-tiap-senin-dan-kamis-di-tanah-abang-dari-mana-asal-usul