JAKARTA, KOMPAS.com - Eks Kapolres Bukittinggi AKBP Dody Prawiranegara membacakan secarik surat yang diberikan Irjen Teddy Minahasa.
Surat itu diberikan Teddy kepada Doddy saat kedua tersangka peredaran narkotika jenis sabu itu masih mendekam di Mapolda Metro Jaya.
Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Rabu (1/3/2023) Dody awalnya mengajukan permintaan kepada majelis hakim untuk membaca surat tersebut.
"Sampai dengan saya ditangkap di Polda Metro Jaya, saudara saksi masih bisa memerintahkan dan mengarahkan saya untuk bergabung dengan dia memberikan ini (surat)," kata Dody dalam persidangan.
Hakim Ketua Jon Sarman Saragih kemudian meminta Dody memperlihatkan surat tersebut.
Setelah itu, Dody mengajukan agar surat itu bisa dibaca di muka persidangan.
Di hadapan majelis hakim, jaksa penuntut umum, tim kuasa hukum dan penonton sidang, Dody dengan lantang membacakan surat dari Teddy yang duduk sebagai saksi mahkota.
"Untuk Dody atau istrinya. Contreng satu, komunikasi antara Dody dengan Arif (Syamsul Ma'arif) tidak ada saksi. Contreng dua, bb (barang bukti sabu) yang ditemukan di rumah Dody strip satu, jawab tidak tahu garis miring kayu gaharu milik Arif. Strip kedua Arif mantan pengedar. Contreng yang ketiga Dody harus menyatu dengan saya. Berikutnya tarik semua keterangan yang memberatkan saya dan Dody, berikutnya buang badan ke Arif," urai Dody sambil membacakan isi surat tersebut.
"Berikutnya satu saksi bukan saksi, berikutnya skenario penangkapan Anita tapi Arif yang melanggar rencana dan barang punya Arif. Berikutnya tidak ada penyisihan BB. Yang terakhir barang dari Arif (tidak ada saksi)," sambungnya.
Setelah menerima pesan dalam surat itu, Dody mengaku langsung menolak perintah Teddy Minahasa.
Dia mengaku lebih memilih menjalani proses penegakan hukum atas perkara peredaran sabu yang menyeretnya.
"Saya tolak pada waktu itu, saya tidak mau mengaburkan suatu tindak pidana. Dan saya menolak seluruh keterangan yang disampaikan saksi dari awal sampai dengan terakhir," papar Dody.
Sebagai informasi, Teddy dan Dody saling lempar tuduhan dalam pusaran kasus narkoba yang menjerat keduanya.
Teddy menyatakan tidak terlibat dalam kasus peredaran narkoba, sedangkan Dody mengaku menyisihkan barang bukti sabu untuk dijual atas perintah Teddy, yang saat itu menjabat Kapolda Sumatera Barat.
Adapun menurut jaksa dalam dakwaannya, Teddy terbukti bekerja sama dengan AKBP Dody Prawiranegara, Syamsul Maarif, dan Linda Pujiastuti (Anita) untuk menawarkan, membeli, menjual, dan menjadi perantara penyebaran narkotika.
Narkotika yang dijual itu merupakan hasil penyelundupan barang sitaan seberat lebih dari 5 kilogram.
Dalam persidangan terungkap bahwa Teddy meminta AKBP Dody mengambil sabu itu di Mapolres Bukittinggi lalu menggantinya dengan tawas.
Awalnya, Dody sempat menolak. Namun, pada akhirnya Dody menyanggupi permintaan Teddy.
Masih atas perintah Teddy, Dody kemudian memberikan sabu tersebut kepada Linda.
Setelah itu, Linda menyerahkan sabu tersebut kepada Kapolsek Kalibaru Kompol Kasranto untuk kemudian dijual kepada bandar narkoba.
Total, ada 11 orang yang diduga terlibat dalam peredaran narkoba ini, termasuk Teddy Minahasa.
Sementara itu, 10 orang lainnya adalah Hendra, Aril Firmansyah, Aipda Achmad Darmawan, Mai Siska, Kompol Kasranto, Aiptu Janto Situmorang, Linda Pujiastuti, Syamsul Ma'arif, Muhamad Nasir, dan AKBP Dody Prawiranegara.
Teddy dan para terdakwa lainnya didakwa melanggar Pasal 114 Ayat 2 subsider Pasal 112 Ayat 2, juncto Pasal 132 Ayat 1, juncto Pasal 55 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/03/01/17542171/akbp-dody-bacakan-surat-dari-teddy-minahasa-isinya-ajakan-bersekutu