Sudah kali ketiga Kota Depok dinobatkan sebagai kota tidak toleran dari hasil riset yang dilakukan Setara Institute.
Dalam laporannya, Setara Institute melibatkan 94 kota dari total 98 kota di seluruh Indonesia.
Penilaian dilakukan dengan mempertimbangkan empat variabel, seperti regulasi pemerintah kota, regulasi sosial, tindak pemerintah, dan demografi sosio keagamaan.
Dari aspek tersebut, dihasilkan pengukuran praktik-praktik toleransi terbaik di kota-kota di Indonesia.
Adapun Kota Depok ditetapkan sebagai kota paling tidak toleran setelah Cilegon, Banten, dengan skor 3.610.
Kendati demikian, Wali Kota Depok Mohammad Idris tak mempermasalahkan hasil riset Setara Institute mengenai dinamika di kotanya.
Namun, ia menolak hasil riset yang ditetapkan Setara Institute. Berikut sejumlah dalih yang dikemukakan Idris:
Klaim wilayahnya dalam suasana damai
Menurut dia, hasil riset Setara Institute tidak sesuai dengan realita yang ada di Kota Depok, yang diklaimnya dalam kondisi damai.
"Saya rasa silakan, menjadi hak mereka untuk melakukan survei apa pun. Tetapi, (sejauh ini) dalam suasana damai di Kota Depok yang saya rasakan dan warga," kata Idris kepada wartawan, Selasa (12/4/2023).
"Kami bisa minta statement atau realita dari teman-teman FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama), apakah memang ada diskriminasi atau tidak," tambah dia.
Penyegelan masjid Ahmadiyah tak relevan jadi tolok ukur penilaian kota intoleran
Idris kemudian mencontohkan kasus yang dianggap berkaitan dengan intoleransi, yakni penyegelan masjid Ahmadiyah.
Namun, menurut Idris, penyegelan masjid Ahmadiyah tak relevan jika digunakan sebagai salah satu indikator penilaian untuk menjadikan Depok sebagai kota tidak toleran.
Sebab, penyegelan masid Ahmadiyah tak melanggar undang-undang.
"Kami melakukan penyegelan sesuai dengan peraturan perundang-undangan," kata Idris.
Bagi Idris, langkah penyegelan masjid Ahmadiyah merupakan upaya menjaga dan menyelamatkan jemaah Ahmadiyah dari kemungkinan ancaman-ancaman dari warga sekitar.
Terlebih, kata Idris, Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga telah memfatwakan Ahmadiyah sebagai aliran sesat.
"Dari situ kami menjaga. Untuk menjaga mereka, kami segel. Kalau itu dijadikan sebuah bukti intoleran, maka kami pertanyakan," ujar Idris.
Pertanyakan metode riset Setara Institute
Idris juga mempertanyakan metode riset yang digunakan Setara Institute dalam merilis laporan indeks kota toleransi (IKT) 2022.
Pasalnya, ia mengaku Pemkot Depok berupaya memberikan perhatian yang sama kepada semua umat beragama di wilayahnya.
"Realitanya dengan hasil survei. Artinya, survei itu harus kami pertanyakan metodenya seperti apa," ujar Idris.
Idris mencontohkan, para pemangku jabatan di semua agama menerima bantuan dari Pemkot Depok.
Menurut dia, masing-masing pemuka agama mendapatkan insentif dari Pemerintah Kota Depok sebesar Rp 400.000 per bulan.
"Tidak hanya ustaz Islam, tapi para pendeta juga kami berikan, tanyakan pada mereka," kata Idris.
"Setiap tahun, 10 masjid diimbangi dengan beberapa gereja yang saya tanda tangani IMB-nya, apakah itu dianggap sebagai kota intoleran, ini yang dipertanyakan," lanjut dia.
Survei internal beda dengan hasil Setara Institute
Idris mengaku, Pemkot Depok memiliki hasil survei sendiri yang dilakukan oleh Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Depok bersama Universitas Indonesia (UI).
Namun, hasilnya berbeda dengan Setara Institute.
Mengutip dari laporan Kesbangpol, Idris mengatakan, kerukunan umat beragama di Kota Depok cukup baik.
"Kerukunan umat beragama di Kota Depok dianggap cukup oleh profesor-profesor yang ada di UI dan juga yang dilakukan oleh Kesbangpol kerja sama dengan pelaku-pelaku survei," kata Idris.
Kendati demikian, Idris mengaku laporan Kesbangpol itu tak dipublikasikan secara masif. Padahal, laporan survei Kesbangpol pada 2022 itu menunjukkan hasil yang cukup baik.
Ke depannya, Idris akan mendorong Kesbangpol untuk mempublikasikan hasil survei tersebut agar masyarakat dapat mengetahui realita Kota Depok yang sebenarnya.
"Nah silakan dilihat dan diminta ke Kesbangpol hasil surveinya seperti apa. Dan saya sudah minta untuk dipublikasi," imbuh dia.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/04/12/10084891/sederet-alasan-wali-kota-idris-sanggah-depok-kota-paling-intoleran