Heri awalnya memilih jenjang S-1 UI jurusan teknik mesin. Namun, ia gagal karena kuota sudah penuh.
Tak habis akal, Heri akhirnya memilih jenjang D-3 dengan jurusan yang sama di UI. Namun, Lasmiati melarang Heri. Lasmiati ingin Heri kuliah di Universitas Trisakti.
"Waktu dia lulus SMA, dia kan bilang, 'Aku mau ambil di UI saja', terus dia enggak dapat S-1 jurusan teknik mesin, akhirnya mau ambil D-3, saya bilang, 'Mama enggak mau, kamu harus kuliah di Trisakti, terserah ambil jurusan apa'. Akhirnya dia menurut," ucap Lasmiati saat ditemui Kompas.com di kediamannya, kawasan Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Rabu (17/5/2023).
Saat itu, Heri dengan Lasmiati berdebat. Heri masih tetap teguh dengan pendiriannya untuk berkuliah di UI.
Kebetulan teman dekat Heri sekaligus tetangganya saat itu mengambil jurusan teknik mesin jenjang D-3 di UI. Hal itu menjadi salah satu alasan Heri mengambil jurusan yang sama.
"Saya enggak tahu kenapa dia enggak mau di Trisakti tadinya, dia kekeh mau ambil UI. 'Aku enggak apa ambil D3, Ma'. Saya jawab, 'Kamu harus ambil insinyur, S-1, atau apa'. Dia beneran enggak mau tadinya," ucap Lasmiati sambil menangis.
Lasmiati menuturkan, ia meminta Heri kuliah di Trisakti semata-mata karena ingin Heri langsung mengambil program S-1.
"Saya enggak ngerti kenapa maksa dia kuliah di Trisakti. Maksud saya, kenapa kuliah cuma sampai D-3, nanti lanjut lagi ribet. Saya inginnya langsung S-1 sampai setinggi-tingginya. Dia maunya ambil D-3 itu," tutur Lasmiati.
Namun, Heri terlihat tidak ingin berdebat lebih jauh saat itu. Heri memilih patuh dengan pilihan ibunya.
"Dia terima saja. Anaknya patuh sama saya, enggak pernah bantah, benar-benar penurut," ucap Lasmiati.
Heri juga sempat ditawari masuk Angkatan Darat oleh ayahnya, tetapi ia menolak dan tetap ingin kuliah jurusan teknik mesin.
Akhirnya Heri berkuliah di Trisakti pada 1995 dengan jurusan pilihannya, teknik mesin.
Lasmiati mengatakan, Heri mengambil jurusan itu karena setiap hari kerap berurusan dengan mesin kendaraan bermotor.
Saat itu, Lasmiati mempunyai usaha bengkel mobil. Heri akhirnya ingin mengasah kemampuannya lebih dalam mengenai mesin mobil.
"Kebetulan saat itu saya punya usaha bengkel mobil. Jadi dia mungkin ingin tahu lebih banyak soal mobil dan lain-lain," jelas Lasmiati.
"Itu alasannya mungkin, dia hobi gemar sama mobil juga karena usaha saya. Posisinya juga anak pertama laki-laki yang harus jadi contoh untuk adik-adiknya," imbuh Lasmiati.
Namun, belum lulus dari Trisakti, Heri meninggal di umur 21 tahun. Saat itu, Heri merupakan mahasiswa semester enam.
Heri Hartanto adalah satu dari empat mahasiswa Trisakti yang tewas dalam Tragedi Trisakti 12 Mei 1998.
Tiga mahasiswa lain yang menjadi korban, yaitu Elang Mulia Lesmana, Hafidin Royan, dan Hendrawan Sie.
Mereka tewas tertembak di dalam kampus saat mengikuti demonstrasi yang menuntut turunnya Soeharto dari jabatan presiden.
Kekejaman aparat dalam meredakan demonstrasi para aktivis waktu itu mendapat sorotan. Kejadian tersebut membuat perlawanan mahasiswa dalam menuntut reformasi semakin besar.
Puncaknya, pada 21 Mei 1998, Presiden Soeharto resmi mengundurkan diri dari jabatannya, serta menandai akhir dari rezim Orde Baru yang berkuasa selama 32 tahun.
Pada 2001, Komisi Penyelidikan Pelanggaran Hak Asasi Manusia (KPP HAM) yang dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyimpulkan, dari bukti-bukti permulaan yang cukup, telah terjadi pelanggaran berat HAM dalam peristiwa Trisakti dan beberapa peristiwa lainnya.
Hasil penyelidikan Komnas HAM juga disampaikan kepada Kejaksaan Agung supaya segera diselidiki pada April 2002. Akan tetapi, sampai saat ini belum ada titik terang.
Pengadilan Militer untuk kasus Trisakti yang digelar pada 1998 menjatuhkan putusan kepada enam orang perwira pertama Polri. Akan tetapi, para komandan sampai saat ini tetap tidak bisa dimintai pertanggungjawaban.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/05/19/11333471/kisah-heri-hartanto-korban-tragedi-trisakti-awalnya-ingin-kuliah-di-ui