Salin Artikel

Modus Penipuan "Like" dan "Subscribe" Kembali Makan Korban hingga Rp 48 Juta, Pakar: Hati-hati Taktik Skema Ponzi

JAKARTA, KOMPAS.com - Penipuan bermodus kerja paruh waktu like dan subscribe Youtube kembali terjadi. Kali ini dialami seorang karyawan berinisial COD (24).

COD diketahui mengalami kerugian sebesar Rp 48,8 Juta. Ia sudah melaporkan hal ini kepada Polda Metro Jaya dengan nomor LP/B/3548/VI/2023/POLDA METRO JAYA pada Rabu (21/6/2023).

COD mengaku awalnya dihubungi oleh pelaku melalui WhatsApp, dengan nomor yang tertera yakni 089508509897, pada Minggu (18/6/2023).

Dalam perbincangan ini, korban ditawari menjadi pekerja paruh waktu yang tugasnya like dan subscribe video Youtube dengan janji imbalan yang cukup menggiurkan.

"Pekerjaan pertama yang ditugaskan kepada saya hanya menjalankan misi dengan cara mengerjakan tugas like video dari Youtube," ujar COD saat dikonfirmasi, Kamis (22/6/2023).

Tak hanya COD, korban penipuan like dan subscribe Youtube ini juga pernah terjadi di Depok. Kepolisian Resor (Polres) Depok menerima enam laporan terkait penipuan dengan modus sama.

Komisi tak kunjung cair

Cara penipuan modus like dan subscribe untuk menjaring korban ini nyaris sama. Awal mula, korban dihubungi via WhatsApp, lalu dimasukkan ke dalam grup Telegram.

Para korban akan diminta mengerjakan tugas sesuai arahan pelaku, dengan catatan harus mengeluarkan sejumlah uang jika ingin mendapatkan keuntungan lebih.

Cara penipu menjerat korban itu dialami COD. Korban ditawari upah sebesar Rp 500.000 sampai dengan Rp 1,4 juta per harinya.

Setelah menyelesaikan tugas, COD mulai mendapatkan keuntungan. Setelah itu, tak terasa korban masuk tugas keempat. Pada tahap itu, COD harus menyetorkan deposit.

Pelaku meminta COD untuk membayar deposit dengan angka yang bertambah, bahkan hingga Rp 44 juta. Lama-lama kelamaan, COD merasa tidak sanggup membayar deposit.

"Di misi terakhir ini saya tidak sanggup dan saya membayar Rp 25 juta," kata COD.

Ia pun menaruh curiga saat pelaku menolak memberikan komisi yang dijanjikan. Pelaku meminta korban harus membayar pajak OJK sebesar Rp 44 juta. Hal itu agar uang komisi bisa dicairkan.

Hal itu juga terjadi dengan enam korban di Depok pada Mei lalu. Korban diminta mengerjakan tugas dan harus mengeluarkan sejumlah uang jika ingin mendapatkan keuntungan lebih.

Pelaku meminta korban harus membayar pajak OJK sebesar Rp 44 juta. Hal itu agar uang komisi bisa dicairkan.

Hal sama juga dialami enam korban di Depok. Korban masih terus mendapatkan komisi hingga menyelesaikan tugas kedelapan dengan nilai deposit yang terus bertambah.

Rupanya, uang yang sudah dikeluarkan korban hingga kini masih ditahan pelaku.

Skema ponzi

Pakar keamanan siber dan forensik digital dari Vaksincom Alfons Tanujaya menjelaskan, taktik dasar yang digunakan pelaku mirip dengan skema ponzi dalam robot trading.

Pada awalnya korban akan dibuai dengan penghasilan sesuai dengan yang dijanjikan. Setelah terlena, korban akan ditawari kesempatan untuk mendapatkan hasil lebih besar lagi.

Akan tetapi, kali ini tidak gratis. Korban harus menginvestasikan uangnya guna mendapatkan imbal hasil yang dijanjikan dan ia tetap harus melakukan pekerjaannya.

"Berikan ikan kecil untuk memancing ikan besar, kira-kira seperti inilah teknik yang digunakan untuk mengelabui korban," ujar Alfons dalam penjelasannya kepada Kompas.com, dikutip pada Jumat (23/6/2023).

Supaya korbannya lebih percaya lagi kepada metode ini, kata dia, pelaku akan dimasukkan ke dalam satu group Telegram bersama dengan member lain yang terlihat bersemangat.

Dalam hal ini, kata Alfons, pelaku memanfaatkan kelemahan psikologis anak muda zaman sekarang yang dikenal dengan FOMO alias fear of missing out atau ketakutan untuk tertinggal dari tren terkini.

"Di mana member lain terlihat sangat aktif melakukan transaksi dan mendapatkan uang sehingga korban akan terbawa dan ikut mengambil paket yang ditawarkan," ujar Alfons.

Saat melakukan investasi, korban seolah akan mendapatkan konsol yang keren dan sangat mirip dengan investasi saham atau keuangan yang sebenarnya konsol abal-abal.

Ketika korban menyetorkan uang dalam jumlah besar, uang setoran itu akan ditahan dengan berbagai alasan. Bahkan, digunakan sebagai senjata agar korban menyetor uang lagi.

"Pada titik tersebut adalah saat penipu memanen hasil kerja kerasnya sudah jelas uang korban akan hilang dan tidak mungkin kembali lagi," kata dia.

Setelah itu, kata Alfons, grup Telegram akan ditutup dan penipu akan menghilang. Tinggal korban yang terkejut kembali ke dunia nyata dan menyadari bahwa dirinya sudah menjadi korban penipuan.

https://megapolitan.kompas.com/read/2023/06/23/07100011/modus-penipuan-like-dan-subscribe-kembali-makan-korban-hingga-rp-48-juta

Terkini Lainnya

Pelabuhan Tanjung Priok hingga Jalan Raya Clincing Masih Macet Total, Didominasi Truk Besar

Pelabuhan Tanjung Priok hingga Jalan Raya Clincing Masih Macet Total, Didominasi Truk Besar

Megapolitan
PAN Kota Bogor Sibuk Cari Kawan Koalisi Pengusung Dedie Rachim di Pilkada 2024

PAN Kota Bogor Sibuk Cari Kawan Koalisi Pengusung Dedie Rachim di Pilkada 2024

Megapolitan
Bawaslu Evaluasi Perekrutan Panwascam Jelang Pilkada DKI 2024, Ganti Anggota yang Bekerja Buruk

Bawaslu Evaluasi Perekrutan Panwascam Jelang Pilkada DKI 2024, Ganti Anggota yang Bekerja Buruk

Megapolitan
Warga Diberi Waktu 4,5 Jam untuk Buang Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu

Warga Diberi Waktu 4,5 Jam untuk Buang Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu

Megapolitan
159 Warga Terciduk Buang Sampah Lewati Batas Waktu di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu

159 Warga Terciduk Buang Sampah Lewati Batas Waktu di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu

Megapolitan
PAN Kota Bogor Siap Bangun Koalisi Besar, Usung Dedie Rachim Jadi Bakal Calon Wali Kota Bogor

PAN Kota Bogor Siap Bangun Koalisi Besar, Usung Dedie Rachim Jadi Bakal Calon Wali Kota Bogor

Megapolitan
Dharma Pongrekun Kumpulkan 749.298 Dukungan Maju Cagub Independen DKI Jakarta

Dharma Pongrekun Kumpulkan 749.298 Dukungan Maju Cagub Independen DKI Jakarta

Megapolitan
Titik Terang Kasus Mayat Pria Dalam Sarung di Pamulang...

Titik Terang Kasus Mayat Pria Dalam Sarung di Pamulang...

Megapolitan
Kesal Banyak Motor Lewat Trotoar di Matraman, Warga: Saya Pernah Hampir Diseruduk

Kesal Banyak Motor Lewat Trotoar di Matraman, Warga: Saya Pernah Hampir Diseruduk

Megapolitan
Trotoar Matraman Kini, Lebih Banyak Digunakan Pengendara Motor dibanding Pejalan Kaki

Trotoar Matraman Kini, Lebih Banyak Digunakan Pengendara Motor dibanding Pejalan Kaki

Megapolitan
Harga Lelang Rubicon Mario Dandy Dikorting Rp 100 Juta karena Tak Laku-laku

Harga Lelang Rubicon Mario Dandy Dikorting Rp 100 Juta karena Tak Laku-laku

Megapolitan
Berkaca dari Pilpres, Bawaslu DKI Evaluasi Perekrutan Panwascam Pilkada 2024

Berkaca dari Pilpres, Bawaslu DKI Evaluasi Perekrutan Panwascam Pilkada 2024

Megapolitan
Tanjung Priok Macet Total Imbas Kebakaran di Terminal Kontainer Cilincing

Tanjung Priok Macet Total Imbas Kebakaran di Terminal Kontainer Cilincing

Megapolitan
Nasib Tukang Tambal Ban yang Diduga Tebar Ranjau, Digeruduk Ojol lalu Diusir Warga

Nasib Tukang Tambal Ban yang Diduga Tebar Ranjau, Digeruduk Ojol lalu Diusir Warga

Megapolitan
Wacana Heru Budi Beri Pekerjaan ke Jukir Liar Minimarket yang Ditertibkan, Mungkinkah Terwujud?

Wacana Heru Budi Beri Pekerjaan ke Jukir Liar Minimarket yang Ditertibkan, Mungkinkah Terwujud?

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke