JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa hukum Teddy Minahasa, Anthony Djono mengungkapkan kekecewaannya setelah Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta menolak banding atas vonis pidana penjara seumur hidup kliennya.
Putusan banding vonis mantan Kapolda Sumatera Barat itu dibacakan pada Kamis (6/6/7/203) di PT DKI Jakarta, Jakarta Pusat.
"Pastilah kecewa. Harapan kami mestinya Pengadilan Tinggi memeriksa fakta-fakta persidangan dengan lebih objektif. Tetapi ternyata putusannya sama saja dengan pengadilan tingkat pertama," ujar Anthony saat dihubungi Kompas.com, Jumat (7/7/2023).
Anthony kemudian mempertanyakan mengapa memori banding kliennya untuk dibebaskan tak dikabulkan hakim. Padahal, kata dia, Majelis Hakim PT DKI sempat mempertimbangkan tidak adanya riwayat jejak digital forensik yang jelas soal perintah penukaran barang bukti sabu.
"Artinya asal-usul barang bukti dalam perkara ini semakin tidak jelas sumbernya. Tapi kok terdakwa justru dihukum, bukannya dibebaskan," papar Anthony.
Sebelumnya, Majelis Hakim PT DKI Jakarta menyebut mempertimbangkan tidak adanya riwayat jejak digital forensik terkait penukaran sabu via Whatsapp.
Namun, banding itu akhirnya gugur lantaran Teddy memberikan keterangan berbeda di persidangan. Teddy mengaku ingin menjebak terdakwa lain, yakni Linda Pudjiastuti dalam pusaran peredaran sabu.
"Pertimbangan Majelis Hakim Tinggi yang mengaitkan penukaran sabu dengan tawas dengan perintah menjebak Linda Pudjiastuti itu tidak nyambung sama sekali," ungkap Anthony.
Anthony berdalih, barang bukti yang rencananya digunakan untuk menjebak Linda bersumber dari Kejaksaan Negeri Agam, Sumatera Barat, bukan barang bukti sitaan Polres Bukittinggi seperti yang didakwakan. Setelah hakim menyatakan banding ditolak, Anthony memastikan bakal mengajukan kasasi.
"Kami akan ajukan kasasi terhadap putusan banding. Tentunya secara formil kami harus menunggu pemberitahuan putusan banding secara resmi kepada kami," jelas dia.
Sebelumnya, Majelis Hakim PT DKI Jakarta menguatkan putusan penjara seumur hidup yang dijatuhkan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat terhadap Teddy Minahasa.
“Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 96/Pid.Sus/2023/PN Jkt.Brt yang dimintakan banding tersebut," ujar Hakim Sirande Palayukan dalam persidangan.
"Menetapkan terdakwa tetap dalam tahanan," imbuh dia.
Majelis Hakim juga memutuskan membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara.
Sebagai informasi, Teddy Minahasa divonis hukuman pidana penjara seumur hidup oleh Majelis Hakim PN Jakarta Barat. Vonis ini lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU), yang menuntut hukuman mati.
Teddy terbukti melanggar Pasal 114 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain hukuman pidana, mantan Karo Paminal Divisi Propam Polri ini juga dijatuhi sanksi Pemecatan Tidak Dengan Hormat (PTDH) oleh tim Komisi Kode Etik Polri (KKEP).
Menurut jaksa dalam dakwaannya, Teddy terbukti bekerja sama dengan AKBP Dody Prawiranegara, Syamsul Maarif, dan Linda Pujiastuti (Anita) untuk menawarkan, membeli, menjual, dan menjadi perantara penyebaran narkotika. Narkotika yang dijual itu merupakan hasil penyelundupan barang sitaan seberat lebih dari 5 kilogram.
Dalam persidangan terungkap bahwa Teddy meminta AKBP Dody mengambil sabu itu lalu menggantinya dengan tawas.
Awalnya, Dody sempat menolak. Namun, pada akhirnya Dody menyanggupi permintaan Teddy. Dody kemudian memberikan sabu tersebut kepada Linda. Setelah itu, Linda menyerahkan sabu tersebut kepada Kasranto untuk kemudian dijual kepada bandar narkoba.
Total, ada 11 orang yang diduga terlibat dalam peredaran narkoba ini, termasuk Teddy Minahasa. Sementara itu, 10 orang lainnya adalah Hendra, Aril Firmansyah, Aipda Achmad Darmawan, Mai Siska, Kompol Kasranto, Aiptu Janto Situmorang, Linda Pujiastuti, Syamsul Ma'arif, Muhamad Nasir, dan AKBP Dody Prawiranegara.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/07/07/10165711/banding-vonis-teddy-minahasa-ditolak-kuasa-hukum-pastilah-kecewa