BEKASI, KOMPAS.com - Nasib malang menimpa sepasang lansia, Ngadenin (63) dan istrinya Nur Hidayati (55) yang luntang-lantung meminta kejelasan setelah rumahnya "dikurung" hotel.
Sudah tiga tahun, Ngadenin dan Nur tidak lagi bisa merasakan kenyamanan rumah dan berkumpul bersama kelima anak-anaknya.
"Terusir" dari rumah sendiri membuat Ngadenin dan Nur sedih. Apalagi ketika mendengar jawaban dari pihak hotel kala mereka mempertanyakan soal akses jalan.
Disuruh beli helikopter
Walaupun sudah berusaha berkomunikasi dengan pihak hotel, Ngadenin belum mendapatkan titik terang sampai saat ini.
Saat mempertanyakan bagaimana nasib rumahnya karena akses jalan ditutup, Ngadenin mendapat jawaban yang tak mengenakkan hatinya.
"Saya pernah nanya bagaimana, 'Pak Haji, kalau kita mau pulang ke rumah bagaimana?' Dijawabnya, 'Ya harus beli helikopter dulu', itu sakit saya digituin sebenarnya," imbuh Ngadenin, Senin.
Mendapat jawaban seperti itu, Ngadenin yang "kalah power" hanya bisa pasrah. Kini rumahnya terkurung tembok yang menjulang tinggi.
Terpaksa ngungsi ke warung
Ngadenin dan Nur membuka usaha sate, sudah puluhan tahun mereka berjualan. Gara-gara akses rumah ditutup, kini mereka ngungsi ke warung.
"Iya (ngungsi) karena saya sudah kelelahan kalau mau pulang. Kalau ada ular, memang saya belum temuin, tapi saya ngeri, akhirnya saya memutuskan tidur (tinggal) di warung saja," ujar Ngadenin.
Sedihnya, warung sate tidak cukup menampung Ngadenin, Nur dan kelima anak-anaknya. Kelima anak Ngadenin memutuskan hidup terpisah.
Semula, anak-anak Ngadenin sempat menumpang di rumah saudara. Namun karena tidak enak menumpang lama, mereka memilih menyewa kos.
"Anak-anak tidak mau tinggal di sini atau di warung, sekarang ngekos, tadinya itu menumpang karena merasa di sini (rumah) sudah tidak nyaman, jadi menumpang ke saudara," kata Ngadenin.
Ditutup tembok 15 meter
Kenyamanan rumah Ngadenin telah hilang sejak dibangunnya tembok 15 meter sehingga akses jalan ke rumahnya sudah ditutup total. Dinding menjulang tinggi melebihi atap rumahnya.
"Waduh temboknya ini tinggi sekali, kurang lebih 15 meter," kata Ngadenin sembari menunjuk tembok menutupi rumahnya.
Di bagian depan, samping, hingga belakang rumah berdiri tembok tinggi yang merupakan bangunan hotel empat lantai.
Akses lewat selokan
Karena akses jalannya telah ditutup tembok, tak ada pilihan lain bagi Ngadenin untuk pulang ke rumah selain melewati selokan berlumpur yang penuh limbah.
"Akses satu-satunya kalau mau masuk ke rumah ini ya lewatnya got," ujar Ngadenin.
Setelah melewati selokan, Ngadenin masih harus melewati jendela rumah tetangganya, Peni, lalu keluar pintu kemudian menuju rumahnya.
"Aksesnya sudah ditutup total, satu-satunya jalan kita melewati got dan harus melewati rumah Bu Peni," kata Ngadenin.
Padahal, kata Ngadenin semula ia mendapat akses jalan saat baru membeli rumah yang sudah dihuninya selama 10 tahun itu.
Kemudian, para pemilik lahan di sekitar rumahnya menjual ke pihak hotel. Termasuk juga tanah wakaf yang dijual.
"Saya beli di sini awalnya ada jalan, katanya sudah diwakafkan, tapi akhirnya dijual semua ke hotel sama jalannya saya enggak (diberi) tahu," ucap dia.
Penjelasan hotel
Pada Rabu (12/7/2023), Pemerintah setempat mengadakan pertemuan antara pemilik hotel dengan Ngadenin di Kantor Kecamatan Pondok Gede, Kota Bekasi.
Usai rapat, Devin selaku keluarga pemilik hotel menjelaskan kepada awak media mengenai kisruh rumah Ngadenin yang "dikurung" tembok hotel.
Devin menegaskan, pembangunan tempat penginapan keluarganya tersebut sejak awal tidak pernah menutup akses ke rumah Ngadenin.
Devin menyebut, akses jalan ke rumah Ngadenin itu bukan melalui hotel keluarganya, tetapi rumah yang bersebelahan dengan tembok hotel.
"Kalau untuk masalah akses jalan itu bukan melalui hotel, akses jalan Pak Ngadenin ini adanya di sebelah rumah yang ada di samping tempat penginapan," kata dia.
Namun Devin tidak menampik bahwa hotel keluarganya menutup samping rumah atau pekarangan rumah Ngadenin.
"Jadi hotel itu bukan menutup jalan aksesnya, yang kami tutup tembok batas pekarangan atau batas surat yang ada di sertifikat," kata Devin.
Kata Devin, rumah yang kini menutup akses depan rumah Ngadenin dulunya memang milik keluarganya.
Namun kini telah dibeli oleh seseorang yang kemudian membangun rumah sehingga rumah Ngadenin tertutup tembok.
"Dulunya rumah itu punya pemilik hotel, cuma sudah dibeli sama seseorang yang sudah almarhum sekarang," kata dia.
Sudah pernah tawar lahan Pada 2021, lanjut Devin, keluarganya sempat menawarkan untuk membeli lahan rumah Ngadenin Rp 8 juta per meter.
Devin menyebut, alasan pihaknya menawarkan harga Rp 8 juta itu merujuk kepada NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) per meter.
Namun pihak Ngadenin menolak tawaran itu. Ngadenin meminta tukar rumah atau penawaran di harga Rp 15 juta per meter.
"Kalau pihak Ngadenin maunya seperti itu tukar rumah atau dengan harga yang disepakati Rp 15 juta," ujarnya.
Selama hampir tiga tahun itu kedua belah pihak belum menemukan penawaran harga jual beli lahan yang cocok hingga berujung penutupan akses jalan.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/07/11/08155721/nasib-lansia-di-bekasi-yang-kini-luntang-lantung-setelah-rumahnya