JAKARTA, KOMPAS.com - Pedagang kaki lima (PKL) meramaikan trotoar di Jalan Diponegoro, Senen, Jakarta Pusat, Selasa (11/7/2023) siang.
Pengamatan Kompas.com, para PKL itu menggelar lapak tepatnya di depan Universitas Kristen Indonesia (UKI) atau seberang Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Menggunakan gerobak, mereka menjajakan aneka kuliner, mulai dari tahu gejrot, gado-gado, ketoprak, soto mi, nasi bebek, hingga minuman kemasan yang menyegarkan.
Bahkan, mereka menyediakan bangku plastik bagi pelanggan yang hendak menikmati kuliner itu secara dine in.
Sekitar pukul 13.00 WIB, banyak pembeli menyerbunya. Mereka rela mengantre beberapa menit demi mendapatkan kuliner yang diinginkan.
Maklum, jam itu adalah waktu makan siang. Namun, di tengah kesibukan melayani pelanggan, para pedagang kaki lima tersebut rupanya dihantui rasa khawatir gerobaknya akan "digeruduk" personel Satpol PP.
Pasalnya, tempat di mana mereka mencari sesuap nasi semestinya steril dari aktivitas dagang dan hanya diperuntukkan pejalan kaki.
Di pagar UKI, persis di belakang mereka, terbentang spanduk berlogo Pemprov DKI Jakarta di mana bertuliskan "DILARANG BERJUALAN/BERDAGANG DI SEPANJANG TROTOAR INI".
Sadar melanggar aturan
Seorang pedagang bernama Lukman (43) mengungkapkan kekhawatirannya saat berdagang.
“Berasa kayak maling kami, dikejar-kejar,” kata Lukman saat berbincang dengan Kompas.com, Selasa.
Ia sendiri menyadari bahwa kawasan itu tidak boleh dijadikan lapak berdagang. Namun, area itu sangat ramai dilalui orang sehingga sangat strategis bagi dirinya untuk berjualan makanan.
Hal itu membuatnya harus selalu siap berpindah-pindah tempat saat petugas datang dan membubarkan aktivitas berdagang.
Lukman mengatakan, Satpol PP biasanya akan terus berjaga mengawasi area itu agar tetap steril. Membuat para pedagang harus bergeser ke area di dekat kali samping Taman Diponegoro.
“Dia (petugas) jaga di sini, enggak memperbolehkan saya dan teman-teman berdagang. Secara enggak langsung, saya butuh cari nafkah di sini tapi dijagain (dilarang),” lanjut dia.
Datang ke Balai Kota minta solusi
Kendati demikian, Lukman mengetahui Satpol PP hanya menjalankan tugasnya untuk menertibkan mereka.
Itulah sebabnya dia memutuskan untuk datang ke Balai Kota DKI Jakarta untuk meminta solusi dari Pemerintah Provinsi.
“Istilahnya, dicarikan solusi (untuk) kami (tetap) bisa berdagang. Kalau akan dibina, ya saya siap dibina. Tetapi kan, jangan seperti kayak maling diusir sana sini,” tutur dia.
Menurutnya, salah satu solusi yang bisa dilakukan adalah pemberlakuan jadwal untuk berjualan.
“Paling tidak tiga sampai lima jam. Selebihnya beliau (petugas) mau mengeseer atau patroli dulu ya silakan saja. Kami siap dibina. Untuk aturan harus steril, ya kami sterilkan, tapi jangan setiap saat ada pengusiran,” imbuh Lukman.
Lukman berharap, Pemprov dapat memberikan solusi untuk permasalahan ini. Baik itu memberi binaan, atau memberikan lahan bagi pedagang untuk berjualan.
“Saya minta kebijakan dan kebijaksanaan untuk dibina (dari Gubernur),” tutup dia.
Jadi andalan warga
Di sisi lain, sejumlah warga menyayangkan larangan PKL untuk berdagang di trotoar Jalan Diponegoro depan UKI dan RSCM.
Sebab, mereka merasa terbantu dengan berbagai pilihan kuliner yang ada di kawasan itu.
Salah satunya adalah mahasiswa bernama Rizki (28). Gadis itu mengaku kasihan dengan para pedagang yang kerap diusir.
“Butuh juga sih (kehadiran PKL) sebenarnya. Kalau di rumah sakit kan mahal ya, kalau di sini lebih murah,” tutur Rizky saat berbincang dengan Kompas.com.
Menurut Rizki, kondisi ini membuatnya serba salah. Namun, dia menyarankan agar pedagang diberikan fasilitas untuk berdagang.
“Kalau (pemerintah) mau tegas sama mereka dengan menegakkan peraturan, coba berikan fasilitas area untuk berjualan,” kata dia.
Seorang pasien RSCM bernama Rahma (28) juga merasa terbantu dengan adanya berbagai pilihan makanan di trotoar seberang rumah sakit.
Sebab, dia harus mengantre ke dokter sejak pagi dan belum sempat sarapan.
“Aku berangkat jam 07.00 WIB, baru dipanggil jam 12.00 WIB, pasti kan aku laper. Menurutku PKL-PKL ini membantu,” kata Rahma.
Dia memilih untuk membeli makan di PKL seberang RSCM sebab akses yang mudah, murah, dan bervariasi.
Sementara itu, mahasiswa Amelia (18) merasa prihatin dengan kondisi pedagang yang harus “kucing-kucingan” dengan Satpol PP.
“Balik lagi, mereka cari uang dan toh ada saja yang beli. Orang juga butuh jajanan dan makanan pinggir jalan yang cepat dan murah,” kata Amelia.
Amelia beragumen, pejalan kaki masih bisa melintas meski akses trotoar yang ramai oleh aktivitas pedagang dan pembelinya yang duduk-duduk.
“Toh, mereka enggak menghalangi sepenuhnya. Masih bisa lewat dan jalan di trotoarnya,” imbuh dia.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/07/12/06040621/curhat-pkl-di-trotoar-senen-lelah-diburu-satpol-pp-mengadu-ke-balai-kota