JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah pengguna jasa lintas raya terpadu (LRT) di Stasiun LRT merasa dipermudah dengan adanya moda transportasi baru itu.
Sebab, ada efisiensi waktu dan biaya dengan menggunakan LRT sebagai opsi ke kantor jika dibandingkan dengan moda transportasi lain.
Salah satunya seorang pekerja di bidang ritel fesyen bernama Cindy (30).
Sebagai warga Jatikramat, Jatiasih, Kota Bekasi, dia terbantu dengan adanya Stasiun LRT Cikunir.
"Bisa banget (jadi transportasi sehari-hari). Alhamdulillah banget! Cepat banget keretanya, kalau berdiri pun enggak berasa!" kata Cindy kepada Kompas.com sambil tertawa, Selasa (28/8/2023).
Jika biasanya Cindy harus menempuh sekitar dua jam perjalanan menggunakan mobil, kini dia bisa mempercepat perjalanannya.
“Biasanya bawa mobil atau motor. Jauh banget perbedaannya. Naik LRT cuma 30 menit,” sambung dia.
Cindy mengungkapkan, dirinya harus mengeluarkan modal hingga sebesar Rp 100.000 untuk bensin dalam satu hari jika menggunakan mobil.
Sementara, dia hanya perlu mengeluarkan sekitar Rp 9.000 untuk biaya ojek online (ojol) dari Stasiun LRT Dukuh Atas ke kantornya di daerah SCBD, plus Rp 5.000 untuk biaya LRT yang masih dalam masa promo.
“Boros banget memang mobilku. Mangkas (biaya) banget jadinya. Apalagi lagi promo juga, Rp 5.000 sampai September,” tutur Cindy.
Hal serupa disampaikan seorang pegawai IT bernama Riko (39). Dia juga berasal dari Bekasi, tepatnya di Jatibening, Pondokgede.
Biasanya, dia menggunakan moda transportasi bus Pengangkutan Penumpang Djakarta (PPD) Transjabodetabek seharga Rp 18.000-25.000, tergantung jenis busnya.
Waktu tempuhnya dari rumah sekitar 45 sampai 60 menit.
“Naik LRT cuma sekitar 30 menit,” tutur Riko.
Adanya LRT membuatnya antusias, sebab waktu tempuh perjalanan dari rumah yang biasanya memakan waktu sekitar 1 jam 30 menit, kini bisa dipangkasnya sekitar 1 jam saja.
“Kalau dari segi biaya kurang lebih sama sih, karena kan tetap harus pakai Gojek dari stasiun. Naik bus juga sama, tetap Gojek dulu. Rencananya sih, pengen bawa skuter (untuk pengganti ojol),” lanjut dia.
Sementara itu, bagi auditor bernama Andre (40), keberadaan LRT bisa menjadi salah satu opsi moda transportasi di malam hari.
Alasannya, dia tidak perlu berdesak-desakkan dengan orang lain di KRL.
“Kalau sementara karena belum terbiasa, pagi hari berangkat saya tetap pakai KRL dulu. Tapi, kalau baliknya bisa pakai ini enak juga,” imbuh Andre.
Tinggal di Bojong, Rawalumbu, Bekasi, Andre biasanya berangkat ke kantor dari rumah menggunakan motor hingga Stasiun Bekasi.
Lalu, dia melanjutkan perjalanan hingga ke Stasiun Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat.
“Dari Stasiun Gondangdia jalan kaki ke daerah Menteng. Biasanya satu jam dari rumah sudah sampai kantor, tapi ini satu jam baru sampai di Stasiun LRT Dukuh Atas. Agak lama menunggu di Stasiun LRT Bekasi Baratnya, tadi,” papar dia.
Baik Cindy, Riko, dan Andre tidak mempermasalahkan tarif normal LRT yang mencapai sekitar Rp 20.000 setelah bulan September.
Sebab, mereka merasa fasilitas yang ditawarkan oleh kereta ringan itu setimpal dengan harga yang harus dibayar.
“Enggak masalah sama sekali, kan jauh lebih murah juga jatuhnya,” kata Cindy.
“Enggak masalah, masih worth it lah. Fasilitasnya oke, cuma dari waktu (jadwal) bisa lebih disesuaikan lagi,” timpal Andre.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/08/30/11242681/ragam-cerita-warga-bekasi-jajal-lrt-bisa-hemat-waktu-dan-biaya