JAKARTA, KOMPAS.com - Atap beton Rusunawa Marunda Blok C5 dilaporkan runtuh pada Rabu (30/8/2023) pukul 21.30 WIB.
Untungnya, tidak ada korban jiwa saat atap beton tersebut runtuh. Padahal biasanya, sejumlah warga kerap berkumpul di area ambruknya atap pada waktu tersebut.
Berdasarkan penelitian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), bangunan di area Blok C Rusunawa Marunda memang sudah tak layak huni.
Hal tersebut disampaikan Kepala Unit Pengelola Rumah Susun (UPRS) II Dinas PRKP DKI Jakarta Uye Yayat Dimyati.
“Sesuai hasil rekomendasi dari BRIN, cluster C sudah tidak layak huni,” ujar Uye saat dihubungi Minggu (3/9/2023).
“Mengingat beberapa lokasi sudah membahayakan, maka relokasi disegerakan pada bulan September ini," lanjutnya.
Uye membantah bahwa pelaksanaan relokasi segera dilakukan setelah terjadinya insiden atap beton Rusunawa Marunda Blok C5 runtuh.
Ia menjelaskan, sosialisasi mengenai relokasi warga Rusunawa Marunda Blok C ke Rusunawa Nagrak, Cilincing, Jakarta Utara, sudah dilaksanakan Dinas PRKP pada Maret 2022.
Hanya saja, pelaksanaan relokasi tertunda karena pada saat itu terjadi lonjakan kasus Covid-19.
“Di samping itu, Rusunawa Nagrak sebagai tempat relokasi digunakan untuk isolasi (pasien positif) Covid-19," ungkap Uye.
Syarat relokasi
Sekretariat Jenderal Forum Masyarakat Rusunawa Marunda (FMRM) Maulana mengungkapkan kejadian pada 30 Agustus 2023 bisa terjadi karena bangunan sudah keropos.
Ia telah lama menyadari bangunan di Rusunawa Marunda Blok C yang atapnya ambruk sudah tidak layak huni.
"Itu memang bangunannya sudah sedikit keropos. Kalau dibilang keropos, memang keropos," imbuh Maulana.
Didi memastikan warga Rusunawa Marunda Blok C menerima untuk direlokasi ke Rusunawa Nagrak.
Kendati demikian, Didi mengungkapkan bahwa ada beberapa tuntutan warga Rusunawa Marunda Blok C yang harus dipenuhi Pemprov DKI.
"Mereka meminta disediakan bus sekolah. Karena anak-anak bersekolah di SDN 02 Marunda, SDN 05 Marunda, dan SMPN 290," ucap Didi.
Selain itu, warga meminta Pemprov DKI tidak mengubah alamat Kartu Tanda Penduduk (KTP), yakni Rusunawa Marunda.
"Terkait pemindahan sementara, kami meminta dibebaskan dari sewa atau kalaupun sewa sesuai dengan pembayaran unit yang ada di Rusunawa Marunda," tutur Didi.
"Terkait kewajiban pembukaan rekening di tempat relokasi agar bisa ditangguhkan. Mengingat ada 70 persen warga relokasi yang tidak memiliki penghasilan," ucapnya lagi.
Selisih harga
Secara terpisah, Sekretariat Jenderal (Sekjen) FMRM Maulana mengatakan bahwa warga sangat terbebani dengan biaya per bulan di Rusunawa Nagrak.
Pasalnya, selisih harga per bulan antara dua hunian tersebut terbilang cukup jauh bagi mereka.
"Subsidi di sini, Rp 150.000 per bulan, dan umum di sini sekitar Rp 300.000 per bulan,” kata Maulana
“Tapi, ketika dia loncat ke Nagrak, yang subsidi itu sekitar Rp 550.000, kalau yang umum, antara Rp 750.000 sampai Rp 800.000,” lanjutnya.
Oleh karena itu, Maulana meminta agar Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI mengabulkan permintaan dari warga. "Jauh banget.
Makanya mereka merasa, 'ya sudah, kami kan masyarakat DKI, toh dibantu. ini pun uang kami juga, Pemprov DKI kan dapat uang APBD dari pajak.
Tolong dibantu ini masyarakat kecil ketika memang direlokasi ke sana, ya sudah, disubsidi semua'," imbuhnya.
Untuk pembayaran Rp 150.000 saja, ujar Maulana, tidak sedikit warga banyak yang menunggak.
"Apalagi, Rp 500.000 dan dibebankan oleh bayar 3 bulan untuk uang jaminan? Nah, itu beban mereka sebenarnya," katanya.
(Penulis: Baharudin Al Farisi | Editor: Jessi Carina, Ihsanuddin)
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/09/04/16474071/fakta-ambruknya-atap-beton-rusunawa-marunda-warga-mau-direlokasi-dengan