Pasalnya, belum setahun usai revitalisasi, trotoar Jalan Margonda Raya kembali dibongkar untuk mengatasi banjir di sekitar lokasi.
Ia menilai, ketidaktahuan kontraktor akan masalah tata ruang air membuat banjir kerap terjadi, meski trotoar dan sistem drainase telah diperbaiki.
"Dari sisi kualitas teknis apakah perencanaan trotoar itu sejak awal betul-betul direncanakan secara matang atau tidak? Jangan-jangan kesalahannya itu adalah tidak memetakan (sumber daya air), atau kontraktornya tidak paham, sekadar jadi," kata Yayat melalui sambungan telepon dengan Kompas.com, Senin (27/11/2023).
Menurut dia, terkadang kontraktor tidak memerhatikan masalah geometrik jalan, masalah pipa air, hingga tingkat kemiringan jalan.
Padahal dalam teknis pengerjaan, untuk keperluan-keperluan ini tidak bisa dikerjakan sendiri, melainkan harus berkoordinasi pula dengan dinas terkait.
"Sebelum pekerjaan itu dilaksanakan, terpetakan tidak masalah potensi air yang berubah aliran, titik air, atau titik genangan yang tidak terpecahkan. Pekerjanya itu bersinergi dengan dinas lain atau lembaga lain tidak?" ungkapnya.
"Biasanya trotoar dikerjakan oleh dinas pekerjaan umum, kalau di bawahnya ada gorong-gorong saluran air itu harus nanya sama bagian sumber daya air. Apalagi kalau ada pipa air di situ," kata Yayat.
Sehingga, jika pengerjaan dilakukan dengan kualitas teknis yang rendah, cenderung butuh biaya perawatan yang lebih mahal. Apalagi, bila terjadi kesalahan desain.
"Jadi saya kira persoalan itu masalah kordinasi pengawasan dan pekerjaan teknis serta pemahaman di lapangan yang tidak sepenuhnya dipahami kontraktornya atau pengawas secara maksimal," ujar dia.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/11/27/14541321/trotoar-margonda-dibongkar-lagi-pemkot-depok-dinilai-tak-punya-rencana