JAKARTA, KOMPAS.com - Agenda kasus dugaan pencemaran nama baik Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan atas terdakwa Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti kini masuk telah masuk pembacaan nota pembelaan atau pleidoi.
Pleidoi dibacakan usai dua aktivis hak asasi manusia itu dituntut hukuman penjara dengan masa tahanan yang berbeda pada Senin (13/11/2023) lalu.
Haris dituntut 4 tahun penjara, sementara Fatia dituntut 3,5 tahun.
Ada sejumlah pembelaan yang dibacakan oleh Haris saat dirinya membacakan pledoinya di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (27/11/2023).
Salah satunya adalah dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang ia anggap salah.
Dalam isi pleidoinya, Haris mengatakan, konten podcast atau siniar yang ia buat dengan Fatia di YouTube lazim dilakukan semua pihak.
"Dakwaan jaksa terhadap saya adalah salah. Mengapa? Saya akan jelaskan," ujar Haris di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (27/11/2023).
"Semua entitas formal memiliki akun YouTube, sebagai contoh, Mahkamah Agung memiliki akun YouTube dan akun sosial media lain. Kalau kita periksa lebih jauh, tidak ada pasal yang eksplisit dalam peraturan perundang-undangan yang menjelaskan Mahkamah Agung memiliki aturan media sosial," tambah Haris.
Atas dasar itu, Haris mengatakan bahwa siniar yang ia dan Fatia buat semata-mata dilakukan sebagaimana fungsi media sosial dan untuk berkomunikasi dengan publik.
"Tidak ada larangan bagi setiap individu untuk melakukan atau turut serta dalam produksi atau memproses siniar. Larangan atas siniar bisa terjadi jika siniar diproduksi dan atau berisi materi yang mengandung tindak pidana," ucap Haris lagi.
Makna diksi "Lord Luhut"
Pendiri Lokataru itu juga menjelaskan makna dibalik penggunaan diksi "Lord Luhut" yang disematkan di konten siniarnya. Hal itu ia lakukan semata-mata digunakan untuk mengikuti tren.
"Lord" merupakan kata ganti untuk Luhut karena beliau diberikan sejumlah kepercayaan dan mengemban berbagai jabatan oleh Presiden Joko Widodo.
"Dalam video siniar judul dengan tambahan 'Lord Luhut' tidak menunjukkan hal apa pun selain sekadar mengikuti tren yang sudah populer belaka," kata Haris.
Penggunaan diksi "lord" juga dinilai tidak memiliki konotasi yang negatif, bahkan cenderung positif.
"Apakah kata lord adalah kata yang kotor? Tidak ada yang spesial, Majelis, dari penggunaan kata tersebut untuk dikaitkan dengan kata kotor atau bahkan sebagai tindak pidana," kata Haris di depan Majelis Hakim.
"Lord memiliki arti sebagai arti diagungkan, pemaknaan di atas justru positif, tidak ada makna negatif," ucap dia melanjutkan.
Minta dibebaskan
Atas semua pembelaan itu, Haris pun meminta kepada Majelis Hakim agar ia dan Fatia dibebaskan. Haris yakin, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur bisa membedakan kritik dan hinaan.
Dia sendiri mengaku tak menghina atau mencemarkan nama baik Luhut.
"Saya meyakini bahwa perkara ini bukan perkara tindak pidana, sebagaimana yang disampaikan penasihat hukum saya dan catatan saya," kata Haris.
"Untuk itu, Majelis Hakim yang terhormat, yang dicintai keluarganya, untuk itu saya memohon untuk dilepas dari dakwaan dan tuntutan kepada saya dan Fatia dalam perkara ini," imbuh dia.
Isi podcast hasil riset
Lebih lanjut, Haris juga menjelaskan bahwa tidak ada yang salah dari konten siniar yang ia buat.
Apa yang disampaikan oleh Haris dan Fatia dalam siniar itu merupakan hasil riset yang dilakukan secara implisit oleh organisasi masyarakat sipil.
Hasil riset itu yang kemudian dijelaskan ke publik dengan cara yang santai namun tidak keluar pada konteks, sebagaimana esensi dari konten siniar pada umumnya.
"Materi siniar saya memuat dialog atas riset yang secara implisit menggambarkan ancaman keberadaan hutan dan lingkungan hidup, mengandung dugaan pelanggaran prinsip pemerintah yang baik dan bersih, yang melibatkan nama-nama besar dan dominan dalam diskursus media," tegas Haris.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/11/28/11254761/poin-pembelaan-haris-azhar-dalam-sidang-isi-podcast-hasil-riset-diksi