JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah pengunjung Kota Tua, Jakarta Barat, menyayangkan narasi video viral yang menganggap bonggol jempol terjepit pada Meriam Si Jagur sebagai sesuatu yang mesum dan tidak pantas dipajang di Taman Fatahillah.
“Harus lebih luas rekreasinya, lah. Kalau itu suatu kebanggaan di Indonesia karena cuma ada satu. Bisa dikatakan, di dunia cuma ada satu Meriam Si Jagur yang dibuat di Macau,” ujar Supri (45), saat diwawancarai Kompas.com, Senin (5/2/2024).
“Jangan langsung menilai. Cari dulu maknanya,” lanjut dia.
Hal senada disampaikan oleh Syifa (22). Menurutnya, orang yang ingin melihat meriam tidak akan terfokus pada gestur tangan terkepal yang jempolnya dihimpit di antara telunjuk dan jari tengah itu.
“Enggak setuju (dibilang mesum). Kok bisa jadi porno gitu? Kan ini cuma meriam, yang ngomong kali tuh pikirannya ke mana-mana,” ucap Syifa.
Pendapat berbeda disampaikan oleh Jamal (52). Dia setuju bahwa Meriam Si Jagur tidak pantas ditaruh di Taman Fatahillah. Lantaran, gestur jempol terjepit tidak pantas dilihat anak-anak yang banyak mengunjungi area rekreasi itu.
“Enggak pantas ini di depan umum. Istilahnya, (gestur itu) bisa diartikan dengan bahasa yang jorok. Anak-anak enggak pantas melihat ini,” tutur Jamal.
“Meskipun sejarah sekalipun, harusnya ada perubahan atau dibuang. Atau, lambang itu diganti dengan lambang yang lain,” sambung dia.
Selain itu, Jamal juga tetap tidak setuju Meriam Si Jagur dipajang di Taman Fatahillah meskipun ada penambahan label informasi berisi sejarah Meriam Si Jagur.
“Tidak semua akan membaca keterangan tersebut. Bisa jadi cuma pandangan pertama saja,” imbuh dia.
Dianggap mesum karena gestur jempol terjepit
Sebelumnya, beredar video di media sosial yang menayangkan seseorang mempertanyakan bonggol Meriam Si Jagur di Kota Tua.
Bonggol meriam itu merupakan bentuk tangan terkepal yang jempolnya dihimpit oleh jari tengah dan telunjuk. Umumnya, gestur itu dianggap mesum.
"Pak Gubernur, tolong jelaskan. Di sini banyak anak-anak loh, di sini banyak anak-anak. Ini Kota Tua, ya. Tolong banget ini gambar apa, ya?" tanya sang perekam video sambil menunjuk ke arah meriam.
"Ini kalau partai nomor 1 enggak begini, nomor 2 juga enggak begini. Nomor 3 pun enggak kayak gini. Ini nomor berapa, ya? Kalian lihat, banyak anak kecil, lho. Enggak etis banget, lho. Ini enggak bisa diganti, gitu? Nomor 4, gitu? Astaghfirullah," lanjut dia.
Merespons video itu, Kepala Unit Pengelola Museum Kesejarahan Jakarta Esti Utami mengatakan, sang perekam sebetulnya bisa bertanya kepada pemandu museum di lokasi.
"Kalau ada pertanyaan lebih lanjut, bisa ditanyakan ke teman-teman guide kami. (Mereka) bisa menjelaskan arti sebenarnya dari persepsi (seksual) itu," sambung Esti.
Esti berpendapat, setiap koleksi peninggalan bersejarah memiliki cerita tersendiri. Sejarah itulah yang sebaiknya diketahui oleh masyarakat.
"Saya pikir sebenarnya enggak apa-apa (diletakkan di Taman Fatahillah). Setidaknya, (pengunjung bisa) mendapatkan informasi yang benar," tutur dia.
Simbol jempol dijepit itu disebut "mano fico" atau "mano figa". Menurut bangsa Portugis, gestur itu merupakan simbol untuk menolak atau menangkal kejahatan.
"Arti dari simbol ini sebenarnya nasib baik atau keberuntungan bagi masyarakat Portugis. Meriam ini merupakan alat atau senjata untuk mengamankan dari serangan musuh, (simbol ini) diterapkan sehingga berarti nasib baik atau keberuntungan," papar Esti.
Kendati demikian, Esti mengakui kelalaian pihaknya dengan tidak memajang label informasi terkait sejarah Meriam Si Jagur di lokasi. Dalam waktu dekat, ia akan mengatur agar ada label informasi yang menjelaskan sejarah dari meriam buatan Manuel Tavares Boccaro asal Portugis itu.
https://megapolitan.kompas.com/read/2024/02/08/20090091/pengunjung-kota-tua-tak-setuju-bonggol-jempol-terjepit-meriam-si-jagur