JAKARTA, KOMPAS.com - Harga beras yang kian melonjak membuat sebuah warteg di Cawang, Kramatjati, Jakarta Timur, tak bisa melayani pelanggan yang hanya ingin membeli nasi putih saja.
"Sekarang saya enggak bisa jual nasi putih lagi. Kalau beli nasi putih saja enggak bisa, enggak masuk keuntungan," ujar Dewi (28), pegawai warteg di Cawang, Senin (19/2/2024).
Jika pelanggan tetap memaksa, mereka harus membayar Rp 6.000 seporsi. Harga sebelumnya adalah Rp 5.000.
Sementara harga bagi yang makan di tempat dan turut membeli lauk, harga sepiring nasi tetap terhitung Rp 5.000. Namun, ada pengurangan porsi.
"Nyiasatinnya enggak jual nasi saja, dan porsi nasinya (untuk yang makan di tempat) dikurangin. Kalau harga naik, pelanggan pada pergi," jelas Dewi.
Selain harga beras, harga bahan baku untuk sebagian besar menu di warteg Dewi juga meningkat. Misalnya saja, satu ekor ayam kini dihargai Rp 52.000.
Kemudian satu papan tempe menjadi Rp 7.000-Rp 8.000, dan cabai keriting Rp 80.000-Rp 95.000 per kilogram.
Namun, menurut Dewi, langkah paling efektif agar usaha warteg tetap bertahan di tengah kenaikan harga beras adalah dengan menaikkan harga jual.
"Enggak, ragu sih buat nurunin porsi dan khawatir ada pelanggan yang 'ngeh'. Soalnya sudah banyak berita soal beras naik, seharusnya pelanggan sudah ngerti," ujar dia.
Mengurangi porsi
Berbeda dengan Dewi, Puci (27), pegawai warteg di daerah Condet, Jakarta Timur lebih memilih untuk mengurangi porsi nasi putih yang dijual, demi menyiasati kenaikkan harga beras.
Menurut dia, pengurangan dilakukan untuk menyesuaikan porsi dengan harga beras saat ini.
"Kalau harga nasi dinaikin, misal seporsi Rp 5.000 dan dinaikkan Rp 1.000, pelanggan pada komplain. Susah juga, jadi mending dikurangin porsinya," tutur dia di tempat kerjanya, Senin.
Biasanya, sepiring nasi seharga Rp 5.000 mencakup 2,5 centong nasi. Kini, pelanggan hanya mendapat 2 centong nasi saja.
Sementara lauk, porsinya tetap. Pemilik warteg hanya mengarahkan pengurangan porsi nasi saat harga beras melejit.
"Rata-rata, pelanggan bilang enggak mau harga nasi dinaikin. Pada komplain 'kok mahal banget?'. Padahal kan apa-apa mahal semua sekarang. Jadi porsinya dikurangin saja, kalau harga naik takut pelanggan kabur," terang Puci.
Menaikkan harga jual
Sementara itu, Norma (33), penjual makanan rumahan di Duren Sawit mengaku sempat mengurangi porsi nasi yang diberikan ke pelanggannya.
Namun, ia memutuskan untuk tidak melanjutkan langkah itu. Menurut Norma, siasat yang lebih tepat adalah meningkatkan harga jual.
"Mikir lagi, kalau porsi dikurangin, takut orang-orang enggak kenyang. Mau enggak mau, saya naikin harga. Kalau enggak dinaikin, takut enggak ketemu (balik modal)," tutur Norma saat dihubungi, Senin.
Sebagai contoh, paket ayam geprek yang sebelumnya seharga Rp 25.000 menjadi Rp 26.500.
"Yang pakai nasi saja (menu) yang harganya naik, sama harga nasi satuan yang tadinya Rp 5.000 seporsi jadi Rp 6.000," kata Norma.
https://megapolitan.kompas.com/read/2024/02/20/06022021/harga-beras-naik-warteg-di-cawang-tak-layani-pelanggan-yang-hanya-beli