Peningkatan pengunjung menjelang hari Lebaran menjadi angin segar lantaran para pedagang kerap bertahan dengan pendapatan seadanya pada hari-hari biasa.
“Kalau bulan puasa, mulai ramai. Habis itu, biasa lagi. Yang kuat-kuat modal saja,” ujar seorang pedagang Pasar Tasik, Danis (26) kepada Kompas.com di lapaknya, kamis (14/3/2024).
Setiap tahunnya, ada sistem yang disebut ‘pemutihan’ atau semacam daftar ulang bagi pedagang yang ingin memperpanjang masa sewa lapaknya di Pasar Tasik.
Biaya yang perlu dikeluarkan sebesar Rp 12.500.000, ini sudah meliputi pemutihan dan sewa lapak selama dua bulan.
“Mendekati puasa itu waktunya pemulihan, makanya ini beberapa lahan kosong. Banyak yang gulung tikar,” tutur Danis.
Pedagang lain bernama Emi (48) juga merasakan hal serupa. Ia baru merasakan peningkatan pelanggan sejak masa Pemilu 2024 selesai.
Ia berpendapat, sistem belanja online menjadi salah satu faktor yang menyebabkan penurunan pelanggan.
“Kalau ngikutin harga itu (online) enggak bisa. Di bawah harga modal,” tutur Emi sambil tersenyum tipis.
Di Pasar Tasik, mayoritas pedagang merupakan produsen. Artinya, baju tidak dijual secara ecer, melainkan per 20 potong atau satu kodi.
Akan tetapi, pelanggan Emi kebanyakan lebih memilih untuk membeli baju per tiga potong.
“Sekarang (terjual) lima kodi saja sudah banyak banget. Mudah-mudahan ke depannya lebih baik lagi. Kayaknya sekarang ekonomi juga lagi turun,” tutur Emi.
Tak jauh berbeda, Susi (48) yang telah berdagang di Pasar Tasik selama 10 tahun juga mengalami hal yang sama.
Ia mulai merasakan penurunan pelanggan sejak memasuki masa new normal setelah pandemi Covid-19.
“Kondisi enggak bisa ditebak, kadang ramai kadang sepi. Setelah Pemilu baru mulai ada perkembangan,” ujar Susi.
Saat bercerita, Susi mengaku simpati terhadap pedagang di Pasar Tasik yang mayoritas berasal dari Tasikmalaya atau Bandung, Jawa Barat.
Sebab, biaya operasional sebesar Rp 2 juta per bulan dan Rp 60.000 per hari bisa terbilang cukup tinggi bagi pedagang yang berasal dari luar kota.
“Mereka dagang paling (dapat) Rp 1,5 juta. Mereka harus bayar sopir, lapak, makannya, operasionalnya. Kalau tinggal di Jakarta ya (biaya yang harus dibayar) standar. Kalau dari luar kota, lumayan,” ucap Susi.
Suasana cukup ramai
Pantauan Kompas.com di lokasi, Kamis (14/3/2024), suasana di Pasar Tasik cukup ramai.
Padahal, cuaca bisa terbilang mendung. Bahkan, tak lama kemudian hujan mulai turun dari gerimis hingga cukup deras.
Hal itu tidak menurunkan aktivitas jual beli di Pasar Tasik. Sejumlah pembeli berseliweran di antara "lorong-lorong" yang diapit mobil. Masing-masing pembeli setidaknya membawa satu kantong plastik hitam berisi baju.
Para pedagang yang duduk di bagasi mobil terbuka itu dengan ramah menyapa setiap orang yang lewat.
"Boleh Kak, dilihat dulu. Dibeli, dibeli!" sahut mereka. Mobil yang digunakan untuk lapak jualan itu diparkir bersebelahan hingga membentuk deretan memanjang.
Posisi mobil-mobil di deretan pertama dan kedua diparkir saling membelakangi.
Dengan demikian, bagasi mobil-mobil di deretan pertama dan kedua saling berhadapan dengan jarak sekitar satu meter.
Di antara lapak tersebut dipasang terpal sebagai atap untuk menghalau air hujan. Di Pasar Tasik, pedagangnya merupakan produsen yang memproduksi dagangannya sendiri.
Jenis baju yang dijual kebanyakan busana muslim untuk perempuan. Namun, ada juga beberapa jenis piyama dan baju kasual.
Pasar ini buka setiap Senin dan Kamis sejak pukul 04.00 WIB hingga 13.00 WIB.
https://megapolitan.kompas.com/read/2024/03/14/21173561/pasar-tasik-kembali-ramai-saat-ramadhan-pedagang-kalau-hari-biasa-yang